The Essence of The Economy oleh Joseph G. Nellis dan David Parker

Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dan sekaligus telah saya terjemahkan dari buku “The Essence of The Economy” karangan Joseph G. Nellis dan David Parker

Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.

Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.

Selamat membaca.

Chandra Natadipurba

===

The Essence of The Economy

Joseph G. Nellis & David Parker

Edisi pertama, Cetakan Pertama

BAB I POKOK-POKOK PEREKONOMIAN: SUATU TINJAUAN

(Hlm. 3)

Pengantar Lingkungan Ekonomi Makro Bisnis

Variabel-variabel tersebut adalah:

  1. Pertumbuhan ekonomi
  2. Inflasi
  3. Tingkat suku bunga
  4. Persediaan kredit dan pertumbuhan moneter
  5. Investasi total
  6. Rencana pengeluaran pemerintah
  7. Pajak, baik pribadi maupun perusahaan
  8. Total pengeluaran konsumen
  9. Total tabungan
  10. Upah dan pendapatan
  11. Kecenderungan kesempatan kerja
  12. Impor, ekspor, dan neraca pembayaran.

(Hlm. 5)

Kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut dikenal dengan:

  1. Kebijakan fiskal
  2. Kebijakan moneter
  3. Kebijakan nilai tukar
  4. Kebijakan perdagangan internasional
  5. Kebijakan sisi penawaran
  6. Kebijakan harga dan pendapatan
  7. Kebijakan kesempatan kerja.

Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal mengatur komposisi dan perubahan tingkat pengeluaran pemerintah dan perubahan tingkat pajak.

Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter didefinisikan sebagai alat pemerintah untuk mengendalikan biaya (yakni tingkat suku bunga) dan ketersediaan kredit, dengan cara mengatur penyediaan jumlah uang yang beredar.

(Hlm. 6)

Kebijakan Nilai Tukar

Kebijakan nilai tukar berkaitan dengan campur tangan pemerintah dalam pasar valuta asing untuk mempengaruhi nilai tukar mata uang suatu negara.

Kebijakan Perdagangan Internasional

Tindakan pemerintah untuk mempengaruhi besar dan arah perdagangan luar negeri.

(Hlm. 7)

Kebijakan Sisi Penawaran

Tindakan yang dilakukan secara langsung ditujukan untuk mempengaruhi produktivitas dan biaya-biaya output. Tindakan itu mungkin meliputi pengenalan terhadap teknologi baru, mendorong kompetisi dan keberanian berusaha, usaha-usaha untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerja, dan tindakan-tindakan  lain untuk meningkatkan perekonomian pasar.

Kebijakan Pendapatan dan Harga

Kebijakan itu mempunyai dua sasaran pokok: mengendalikan kenaikan harga secara umum, serta melindungi perkerjaan-pekerjaan dalam perekonomian domestik.

Kebijakan Kesempatan Kerja

Kebijakan tersebut dilakukan dengan cara tidak  langsung – dengan merangsang permintaan agregat dalam perekonomian, ataupun secara langsung – melalui rencana-rencana penciptaan lapangan kerja dan program pelatihan.

(Hlm. 9)

Permasalahan Perekonomian

Setiap penggunaan sumber daya berarti keputusan untuk tidak menggunakan sumber daya lain.

(Hlm. 12)

Pemerintah dan Perekonomian

Bersama dengan Departemen Keuangan dan sekitar 900 orang menteri dan departemen yang tersebar di Uni Sovyet, Gosplan mengendalikan perekonomian nasional.

Di dunia Barat pendekatan tersebut mengambil bentuk sistem kapitalis, yaitu sistem yang berhubungan dengan kepemilikan sumber daya oleh pihak swasta.

(Hlm. 16)

Tujuan-tujuan Ekonomis Pemerintah

Tujuan tersebut antara lain:

  1. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan
  2. Kesempatan kerja penuh akan sumber daya ekonomis, termasuk tenaga kerja.
  3. Tingkat inflasi yang rendah inflasi nol persen (zero inflation)
  4. Neraca pembayaran yang kuat diimbangi dengan nilai mata uang yang kuat dalam pasar uang.

(Hlm. 17)

Instrumen dan Sasaran Perekonomian

Target dapat didefinisikan sebagai sasaran kuantitatif yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah berusaha mencapainya dengan menggunakan instrumen kebijakan. Contoh target kebijakan adalah: pertumbuhan ekonomi dalam arti riil (memperhitungkan tingkat inflasi) sebesar 2% per tahun; pengurangan tingkat pengangguran sebesar 50.000 per tahun; pembatasan kenaikan harga barang-barang retail hingga 4% per tahun dan sebagainya. Setelah target kebijakan ditetapkan, pemerintah melakukan pemilihan dari rentang instrumen kebijakan dalam usahanya mencapai target tersebut. Instrumen-instrumen dapat meliputi perubahan pada tingkat dan struktur tingkat suku bunga, pembatasan kredit dan alat-alat pengendalian moneter, pengendalian nilai tukar, perubahan perpajakan, dll.

BAB 2 KINERJA PEREKONOMIAN

(Hlm. 21)

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perkembangan kapasitas produktif ekonomi.

(Hlm. 22)

Pada kurva PPC yang telah diperkenalkan pada Bab 1 (Gambar 1.2), pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dengan gerakan kurva keluar sehingga lebih banyak barang dan jasa dapat diproduksi dan dikonsumsi.

Catatan panjang Inggris

Beberapa usahawan seperti Arkwright yang bergerak dalam industri tekstil; Bolton, Watt dan Stephenson yang bergerak dalam industri mesin uap, dan Brunel dalam industri teknik sipil (bersama pekerja lain yang jumlahnya tidak terbatas dan yang telah bekerja keras pada pabrik-pabrik baru yang bermunculan pada  saat itu, namun kini terlupakan), menciptakan kemakmuran yang sebelumnya belum pernah dialami. Oleh sebab itu, pada pertengahan abad XIX, Inggris disebut “bengkel perekonomian dunia”.

(Hlm. 25)

Tabel Pendapatan riil per kapita pada harga konstan dan pengeluaran per kapita atas barang-barang pilihan.

  Tahun  Pendapatan Per kapita   (£)Pengeluaran untuk mobil dan sepeda motor (£)Beberapa barang konsumen tahan lama   (£)
19001.2490,7837,5
19201.2674,7224,4
19501.8886,642,75
19703.00375,9071,4
19803.555223,70125,3

Akan tetapi, salah bila dinyatakan bahwa perekonomian Inggri mengalami penurunan absolut. Jika perekonomian Inggri menurun secara absolut, itu berarti standar hidup juga mengalami penurunan pada abad ini juga. Kenyataannya, standar hidup di Inggris justru mengalami peningkatan secara menakjubkan. Hal itu dapat dilihat dengan jelas dari pertumbuhan kepemilikan konsumen akan barang-barang seperti mobil, peralatan rumah tangga, pemilikan rumah, penyediaan perumahan rakyat, dan semakin banyaknya waktu untuk rekreasi.

(Hlm. 26)

Gambar 2.1 Perbandingan tingkat pertumbuhan output barang-barang eceran tahun 1900-1938 dan 1950-1983

(Hlm. 27)

Tabel 2.3 Perbandingan tingkat pertumbuhan selama periode pasca-perang dunia

TahunInggrisASPerancisJerman BaratItaliJepang
1950-602,663,264,567,975,548,82
1960-732,284,175,564,435,3010,4
1973-832,222,042,231,641,803,70

(Hlm.  28)

Sebagian besar alasan tersebut mengingatkan kita pada laporan resmi yang dibuat pada akhir abad 19 yang telah disebutkan, yakni pendidikan dan pelatihan yang buruk, hubungan perburuhan yang kurang baik, lambatnya pertumbuhan penduduk, rendahnya investasi, tingkat pencapaian laba yang rendah, struktur sosial (sistem masyarakat yang berdasarkan kelas), ketergantungan yang berlebihan terhadap pasar-pasar peninggalan kerajaan Inggris yang lambat pertumbuhannya, serta besarnya campur tangan negara.

(Hlm.  29)

Kinerja Perekonomian Inggris Akhir-Akhir Ini

Perekonomian Inggris mengalami resesi berat antara tahun 1979 dan 1981,  yakni ketika PDB riil turun hingga 1,8% (Satu-satunya contoh penurunan perekonomian secara absolut pada masa pasca-perang dunia).

(Hlm.  30)

Pada tahun 1989, pemerintah meningkatkan suku bunga (secara relatif terhadap inflasi) guna memperlambat perekonomian yang sedang menghadapi inflasi dan defisit neraca pembayaran.

(Hlm.  31)

Produktivitas dan Profitabilitas

Produktivitas berkaitan dengan sejumlah jam kerja (yaitu jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan atau jumlah jam kerja pada waktu tertentu) dan hasilnya disebut produktivitas tenaga kerja atau produktivitas faktor produksi parsial (Partial Factor Productivity). Cara lain untuk mengukur produktivitas adalah dengan memasukan input-input non-tenaga kerja, khusunya peralatan kapital ke dalam perhitungan, sehingga menghasilkan produktivitas total (total factor productivity).

(Hlm.  32)

Tabel 2.4 Perbandingan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja internasional

 1960-19701970-19801980-1988
Perekonomian Keseluruhan
Inggris2,41,32,5
Jepang8,93,82,9
Perekonomian Industri Pemanufakturan
Inggris3,01,65,2
Jepang8,81,63,1

(Hlm.  33)

Misalnya, antara tahun 1974 dan 1979, tingkat pengembalian modal di sektor bisnis rata-rata 19,7% di USA, 21,6% di Jepang, 16,3% di Jerman Barat, 16,1 % di Perancis, dan 20,9% di Italia, tetapi hanya 11,7 di Inggris.

(Hlm.  34)

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi  tergantung pada efisiensi penggunaan sumber daya ekonominya. Terjadinya pengangguran dan kurang maksimalnya penggunaan kapital merupakan pemborosan sumber daya ekonomis.

(Hlm.  35)

Tidak ada pokok masalah ekonomi yang lebih emosional dan kontroversial daripada masalah pengangguran.

Terdapat suatu kontroversi mengenai apa yang disebut natural rate of employment (tingkat pangguran alamiah), suatu istilah yang berhubungan dengan para ahli ekonomi yang menganut pasar bebsar.

Oleh karena itu, tingkat pengangguran alamiah adalah suatu tingkat pengangguran yang dicapai oleh suatu perekonomian tanpa memicu terjadinya inflasi di pasar tenaga kerja.

(Hlm.  36)

Perlu diingat bahwa para pengangguran bukan semata-mata para pengemis yang memerlukan kesejahteraan sosial atau orang-orang yang berbuat curang dengan memanfaatkan dana bantuan karena menganggur, melainkan mereka yang telah membuat pilihan ekonomis yang rasional untuk tidak bekerja pada tingkat penawaran upah yang berlaku saat itu (yang mempunyai nilai relatif terhadap biaya hidup saat itu) dan mereka lebih suka memanfaatkan waktu luangnya untuk istirahat atau rekreasi daripada bekerja.


(Hlm.  37)

Bahwa angka pengangguran berhasil diatasi dengan mengubah manfaat dan biaya relatif dari bekerja atau tidak bekerja. Jadi, dengan cara memanipulasi tingkat permintaan agregat terhadap barang dan jasa dalam perekonomian.

Konsekuensi dari kebijakan pemerintah terhadap pengangguran yang bergeser dari kebijakan-kebijakan pengelolaan permintaan agregat kepada kebijakan-kebijakan sisi penawaran, telah terbukti merupakan kebijakan ekonomi yang paling dramatis selama tahun 1980-an (lebih detail pada Bab 7).

(Hlm.  38)

Tabel 2.5 Perubahan distribusi kesempatan kerja Inggris tahun 1950-88

TahunPERSENTASE KESEMPATAN KERJA DI BIDANG:
PertanianIndustriDistribusi dan JasaLain-lain
19503373129
19603353527
19702344024
19801274824
19881235323

Perubahan dalam struktur ketenagakerjaan dalam perekonomian itu mencerminkan perubahan yang umum terjadi dan dialami pada semua perekonomian industri yang dewasa, yang mengarah pada penggantian tenaga kerja manusia oleh mesin pada sektor pemanufakturan, serta tersedianya kesempatan kerja di sektor  distribusi dan jasa.

(Hlm.  39)

Karena pendapatan riil meningkat, maka masyarakat cenderung lebih banyak membelanjakan pendapatannya pada jasa-jasa seperti asuransi, perjalanan wisata, dan barang-barang eceran. Lebih lanjut, dibanding pekerjaan-pekerjaan di sektor industri, pekerjaan di sektor distribusi dan jasa sampai sejauh ini sedikit lebih sulit untuk dimekanisasikan, meskipun kini telah mengalami perubahan yang cepat dengan adanya komputerisasi pada bidang jasa keuangan dan sektor retail.

Penurunan dalam keanggotaan serikat pekerja

Sebagian besar pertumbuhan tersebut adalah di bidang pemanufakturan dan jasa publik. Pada tahun 1979, sekitar 80% dari para pekerja sektor publik adalah anggota serikat pekerja, dan dari pekerja sektor swasta hanya sekitar 40%.

Undang-undang Tenaga Kerja pada tahun 1980, 1982, 1988, dan 1989, bersama dengan Undang-undang Serikat Pekerja 1989, secara signifikan mampu mengurangi kebebasan serikat pekerja dalam melakukan aksi-aksi pemogokan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari serikat pekerja maupun pihak pengawas aksi pemogokan, dan menjauhkan pemogok dari tempat kerjanya.

(Hlm. 42)

Inflasi

Tingkat kenaikan harga yang rendah itu bukan merupakan ancaman terhadap perekonomian, sebaliknya, tingkat inflasi yang rendah justru dapat memberikan manfaat ekonomis karena perusahaan-perusahaan membeli komponen-komponen dan bahan mentah yang nilainya sesuai dengan tingkat inflasi.

(Hlm.  43)

Tabel 2.7 Perbandingan tingkat inflasi

TahunInggrisUSAPerancisJerman BaratItaliaJepang
1973-198313,608,3711,284,7316,978,39

(Hlm. 44)

Neraca pembayaran dan nilai tukar

Segera setelah perang dunia, sterling ditetapkan pada nilai tukarnya pada nilai sebelum perang dunia (terhadap dollar AS) yakni £1=$4,03, tetapi kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Sterling mengalami devaluasi pada bulan September 1949 hingga mencapai £1=$2,80, dan tetap bertahan pada nilai tersebut hingga hampir dua dekade.

(Hlm.  46)

Merosotnya transaksi berjalan di percepat pada tahun 1986 karena pada tahun 1988 harga minyak dunia jatuh dari $30 menjadi $10 per barel, yang membuat pendapatan minyak turun secara tajam.

Defisit yang memuncak disertai inflasi yang terus meningkat itulah yang membuat pemerintah Inggris melakukan kebijakan uang ketat dengan cara menaikkan suku bunga. Suku bunga bank, sebagai contoh, mengalami peningkatan dari 7,5% menjadi 15% pada bulan Oktober 1989.

BAB 3 MEMAHAMI ALUR PEREKONOMIAN

(Hlm.  53)

Pengukuran Kegiatan Ekonomi

Ada tiga metode penghitungan ukuran kegiatan ekonomi dalam suatu perekonomian selama periode yang berhubungan dengan aliran pendapatan nasional pada Gambar 3.1. Ketiga metode tersebut adalah

  1. Metode produksi
  2. Metode pendapatan
  3. Metode pengeluaran

(Hlm.  54)

Secara kolektif ketiga metode tersebut dikenal sebagai national income accounting (penghitungan pendapatan nasional).

Produksi Nasional = Pendapatan Nasional = Pengeluaran Nasional

Di Inggris, jumlah produk secara umum diyakini sebagai indikator yang lebih dapat dipercaya baik dalam kegiatan ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang, daripada jumlah yang dihasilkan oleh metode pengeluaran dan metode pendapatan.

(Hlm.  55)

Metode produksi

Alternatif lain, persoalan penghitungan ganda dapat dihindari dengan hanya menjumlahkan nilai tambah (value added) dari setiap perusahaan pada tahap produksi yang berbeda, daripada menghitung produksi akhir.

Metode pendapatan

Karena volume pendapatan nasional berasal dari produksi barang dan jasa oleh berbagai faktor produksi, maka cara lain untuk menghitung nilai total produksi suatu perekonomian adalah dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh faktor tersebut yaitu upah dan gaji, sewa, bunga, laba, dan dividen.

Oleh karena itu, pembayaran transfer harus dikeluarkan dari perhitungan, karena pembayaran tersebut hanya merupakan pendistribusian kembali pendapatan dari satu pihak ke pihak lain, misalnya dari para pembayar pajak kepada para pensiunan. 

(Hlm. 56)

Permasalahan-Permasalahan dalam Penghitungan Kegiatan Ekonomi

Permasalahan-permasalahan itu meliputi:

  1. Memasukkan penyusutan modal (kapital) dan perubahan persediaan.
  2. Penilaian output pada harga pasar atau biaya faktor
  3. Memasukkan pendapatan bersih warga negara dari luar negeri.

(Hlm. 57)

Perkiraan nilai depresiasi bermanfaat untuk menyesuaikan perhitungan Pendapatan Nasional Bruto menjadi Pendapatan Nasional Netto.

Hal tersebut dilakukan dengan dua alasan: pertama, dari waktu ke waktu depresiasi cenderung berubah secara perlahan, sehingga akhirnya perhitungan akan semakin mendekati perhitungan netto; kedua, sulitnya memperkirakan secara akurat besarnya depresiasi pada skala nasional. Dengan demikian, perhitungan bruto pada umumnya lebih banyak dipelajari jika dibandingkan dengan perhitungan netto. 

(Hlm. 58)

Harga pasar dan biaya faktor produksi

Meskipun demikian, harga-harga pasar tersebut dapat mengalami distorsi karena dimasukkannya pajak tidak langsung dan beberapa subsidi. Pajak-pajak tidak langsung seperti VAT dan bea cukai akan menaikkan harga barang dan jasa, sedangkan pemberian subsidi berpengaruh sebaliknya.

(Hlm. 59)

Pendapatan Bersih dari Luar Negeri

Jenis pendapatan ini merupakan pendapatan yang dikirim oleh perekonomian domestik dari perusahaan-perusahaan domestik yang ada di luar negeri, dikurangi pendapatan-pendapatan yang dibayarkan kepada penduduk luar negeri dan hasil produksi penduduk luar negeri dalam perekonomian domestik.

(Hlm. 62)

Penyusunan dan Penggunaan Perhitungan Pendapatan Nasional

Beberapa manfaat statistik pendapatan nasional, adalah:

  1. Untuk mengidentifikasi kecenderungan (tren) konsumsi konsumen dan produksi industri
  2. Untuk mengukur perubahan-perubahan standar hidup dari waktu ke waktu atau membuat perbandingan antar negara (biasanya diperkirakan sebagai pendapatan nasional per kapita).
  3. Untuk membantu pemerintah dalam menyusun kebijakan-kebijakan dan berbagai rencana ekonomi.
  4. Untuk memperjelas adanya perubahan distribusi pendapatan nasional di antara faktor-faktor produksi yang ada (yaitu upah terhadap para tenaga kerja, sewa untuk para pemilik tanah, dan bunga, laba, dan dividen bagi para penyedia modal).

(Hlm. 64)

Kebocoran = Injeksi

(Hlm. 66)

Ketika pemerintahan Inggris membeli barang-barang impor atau bahkan melakukan investasi di luar negeri, maka pengeluaran-pengeluaran yang terjadi merupakan suatu bocoran dari perekonomian domestik.  Sebaliknya, ketika orang-orang asing membeli barang-barang ekspor Inggris, maka aliran dana tersebut menunjukkan adanya injeksi pendapatan ke dalam perekonomian Inggris.

BAB 4 PENENTUAN PENDAPATAN NASIONAL

(Hlm. 74)

Aliran Keynes VS Moneter: Suatu Tinjauan

Pandangan Aliran Keynes

Keynes dan para pengikutnya berpendapat bahwa tingkat produksi total (Penawaran  Agregat) dan kesempatan kerja dalam suatu perekonomian, di tentukan oleh permintaan agregat terhadap barang dan jasa.

Pandangan Aliran Moneter

Pendekatan aliran moneter berinduk pada hasil pemikiran seorang ahli ekonom Amerika, Milton Freidman. Dengan mendasarkan sebagian pendekatannya pada penelitian empiris, yaitu dengan mula-mula melihat hubungan historis antara pertumbuhan penawaran uang (jumlah uang yang beredar dalam perekonomian) dan tingkat inflasi di Amerika Serikat, dan sebagian lagi pada studi teoritis terhadap hubungan antara jumlah uang beredar dan GDP (nilai uang produk domestik), Friedman berpendapat bahwa pengendalian terhadap tingkat pertumbuhan jumlah uang beredar perlu dilakukan guna menekan inflasi.

(Hlm. 75)

Mereka juga berpendapat bahwa pengendalian inflasi merupakan prasyarat untuk mengurangi angka pengangguran karena inflasi dalam perekonomian pasar berbahaya bagi bisnis swasta, demikian pula bagi pertumbuhan ekonomi.

Aliran moneter lebih mengandalkan kemampuan investasi swasta dan pasar bebas.

(Hlm. 77)

Pengeluaran dan Tabungan Konsumen

Sebagai contoh, pada tahun 1988 di Inggris, sekitar 61% dari GDP terdiri dari konsumsi, sehingga setiap perubahan yang terjadi pada konsumsi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kegiatan ekonomi dalam perekonomian.

(Hlm. 79)

Proporsi setiap kenaikan pendapatan yang dapat dibelanjakan yang dibelanjakan untuk konsumsi  barang dan jasa disebut kecenderungan untuk mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume = mpc), sementara setiap bagian kenaikan pendapatan yang dapat dibelanjakan yang digunakan sebagai tambahan untuk tabungan dikenal sebagai kecenderungan untuk menabung marjinal (marginal propensity to save = mps).

Contoh ini menggambarkan suatu kecenderungan yang diyakini oleh Keynes akan mempengaruhi seluruh perekonomian dalam jangka panjangnya. Seiring meningkatnya pendapatan yang dapat dibelanjakan, maka masyarakat cenderung menabung setiap kenaikan pendapatan dalam proporsi yang lebih besar (perlu dicatat hal itu kemungkinan tidak benar bagi setiap individu, namun apa yang dibahas di sini adalah bahwa kecenderungan tersebut akan berlaku bagi perekonomian secara keseluruhan).

(Hlm. 80)

Secara umum diharapkan kelompok sosial yang lebih kaya mampu menabung setiap kenaikan pendapatan mereka yang dapat dibelanjakan dengan persentase yang lebih besar daripada kelompok yang lebih miskin.

Saat ini, untuk Inggris secara keseluruhan, mpc diperkirakan sebesar 0,9 dan mps sebesar 0,1.

(Hlm. 82)

Pengeluaran Investasi

Investasi swasta merupakan suatu komponen utama lain dari permintaan agregat, dan terhitung sebesar 22% dari GDP Inggris pada tahun 1988.

(Hlm. 83)

Pengeluaran Pemerintah

Di Inggris, komponen permintaan agregat yang ketiga adalah pengeluaran pemerintah (G), tidak termasuk pembayaran transfer, tercatat sebesar 22% dari pendapatan nasional pada tahun 1988.

(Hlm. 91)

Kesenjangan deflasi dan kesenjangan inflasi

Menurut Keynes, permasalahannya terletak pada tidak terpenuhinya permintaan agregat guna memelihara tingkat kegiatan ekonomi yang cukup untuk menciptakan kesempatan kerja penuh. Dengan kata lain, perekonomian menderita karena celah deflasi yang terjadi antara tingkat permintaan agregat yang ada dengan tingkat kesempatan kerja penuh dari penawaran barang dan jasa. Oleh karena itu, kebijakan yang ditetapkan Keynes pada saat itu adalah bahwa perekonomian harus menaikkan tingkat pengeluaran atau tingkat belanjanya sehingga dapat keluar dari resesi. Itu arena telah terbukti bahwa sangat sulit mendorong pihak swasta untuk meningkatkan pengeluaran atau belanjanya. Karena itu pihak pemerintah harus memberikan teladan terlebih dahulu untuk meningkatkan tingkat pengeluarannya sehingga terjadi pertumbuhan yang cukup berarti dalam penggunaan kebijakan fiskal sebagai sarana untuk mengelola permintaan dalam perekonomian.

(Hlm. 92)

Dalam tulisannya mengenai tingkat pengangguran yang berlarut-larut, Keynes menolak untuk menunggu penyesuaian yang dilakukan oleh pasar (setelah mengamati secara seksama, ia mendapatkan kenyataan bahwa penyesuaian memerlukan jangka waktu yang panjang, sehingga manusia akan mati terlebih dahulu).

(Hlm. 93)

  1. Perubahan-perubahan dalam pajak pribadi guna mempengaruhi secara langsung tingkat belanja konsumen, sehingga mempengaruhi permintaan agregat.
  2. Perubahan-perubahan dalam anggaran belanja pemerintah yang akan mempengaruhi permintaan agregat secara langsung.

Sebagai contoh, sejak tahun 1945 berbagai kepemimpinan pemerintahan di bawah ajaran-ajaran Keynes telah menjalankan insentif investasi, penambangan suku bunga, mendorong ekspor dari waktu ke waktu, dan telah menetapkan tarif dan quota untuk membatasi pengeluaran atau belanja atas barang-barang impor suatu usaha pemerintah untuk memimpin kegiatan perekonomian setelah periode pasca-perang dunia dengan cara-cara Keynes, dikenal sebagai kebijakan “Stop-Go” atau kebijakan “Fine-tuning”.

(Hlm. 94)

Mengukur Pengaruh Perubahan Permintaan Agregat: Angka Pengganda

Untuk selanjutnya, perubahan Y yang terjadi karena perubahan dalam injeksi ataupun kebocoran, diukur oleh suatu angka yang disebut angka pengganda pendapatan nasional (national income multiplier).

Efek penggandaan didefinisikan sebagai rasio dari perubahan yang dihasilkan dalam pendapatan nasional terhadap perubahan yang terjadi pada permulaannya, baik pada injeksi ataupun kebocoran.

(Hlm. 97)

Efek angka pengganda seringkali diumpamakan seperti melempar sebuah batu ke tengah danau, yang menimbulkan riak air yang menyebar ke seluruh permukaan air. Gelombang riak akan terasa besar di tengah-tengah danau, tetapi semakin ke tepi akan semakin berkurang. Hal itu menimbulkan efek angka pengganda terhadap lingkungan regional seperti halnya terhadap lingkup nasional dengan bocornya pendapatan untuk pembelian barang-barang.

Sebagai contoh, pemesanan pembuatan kapan oleh pemerintah kepada pabrik pembuatan kapal Barrowin Furness, barangkali berpengaruh paling besar terhadap pendapatan nasional di wilayah sekitar, terutama dengan bertambahnya kesempatan kerja dan selanjutnya pada pengeluaran untuk berbelanja di toko-toko setempat. Namun demikian, wilayah-wilayah lain yang terletak lebih jauh juga akan merasakan manfaat pesanan-pesanan baru galangan kapal tersebut, demikian juga manfaat dari meningkatnya daya beli para pekerja galangan kapal.

(Hlm. 99)

Pentingnya angka pengganda pendapatan nasional

Misalnya, apabila pemerintah memperkirakan bahwa permintaan harus turun sebesar £4 milyar guna menekan inflasi, sementara pengaruh angka pengganda dari belanja pemerintah ditaksir sebesar dua, maka belanja pemerintah hanya perlu dikurangi sebesar £2 juta agar sasaran untuk menekan laju inflasi dapat tercapai.

(Hlm.100)

Prinsip Akselerator

Prinsip Akselerator berhubungan dengan perubahan-perubahan  pada tingkat investasi dalam suatu perekonomian, dan lebih khusus, dengan pengaruh perubahan konsumsi terhadap tingkat investasi.

(Hlm. 102)

I = α Δ Y

I adalah pengeluaran investasi saat ini, α adalah pengaruh akselerator, dan Δ Y merupakan perubahan pendapatan nasional yang terjadi antara waktu saat ini dan periode waktu sebelumnya.

Siklus Bisnis

Siklus bisnis atau perdagangan adalah suatu istilah yang digunakan oleh para ekonom untuk menjelaskan naik turunnya tingkat pertumbuhan pendapatan nasional secara berkesinambungan yang dialami sejak Revolusi Industri.

(Hlm. 103)

Masing-masing siklus bisnis berhubungan dengan suatu periode “boom” dimana permintaan konsumen meningkat dengan cepat dan investasi serta laba bisnis adalah tinggi.

(Hlm. 105)

Hal yang mungkin dipertanyakan adalah, mengapa berlangsungnya fase boom dapat berakhir, atau mengapa ketika suatu perekonomian terpuruk dalam kondisi slump, tidak berakhir pada keruntuhan perekonomian secara total? Penjelasannya terletak pada adanya titik balik pada siklus bisnis. Pada suatu periode dimana perekonomian berkembang, kemacetan ekonomi pada akhirnya terjadi, yakni adanya kekurangan tenaga kerja, bahan-bahan mentah, dan mungkin juga energi.

(Hlm. 106)

Kesimpulan

Pada bab selanjutnya, pembahasan beralih kepada kebijakan fiskal oleh pemerintah untuk memperkecil fluktuasi ekonomi yang muncul dari siklus bisnis.

Bahkan beberapa diantaranya berpendapat bahwa intervensi pemerintah adalah penyebab utama inflasi dan pengangguran, karena intervensi tersebut menghambat kelancaran bekerjanya perekonomian pasar. Gagasan tersebut dibahas pada Bab 6 dan 7.

BAB 5 MANAJEMEN EKONOMI I: KEBIJAKAN FISKAL

Pokok-pokok Kebijakan fiskal

Sebaliknya, pajak di rujuk sebagai kebocoran, dimana peningkatan pajak akan mengurangi permintaan agregat dan tingkat kegiatan ekonomi (demikian pula pemotong belanja negara atau pengurangan pajak akan berpengaruh sebaliknya terhadap perekonomian).

(Hlm. 110)

Pengaruh tersebut secara bersama-sama membuat kecepatan jatuhnya permintaan agregat lebih rendah bila dibandingkan dengan jika pemerintah tidak terlibat dalam perekonomian. Kebijakan fiskal dalam konteks ini ditujukan sebagai penstabil otomatis (automatic stabilizer), yaitu tidak adanya tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengurangi jatuhnya permintaan agregat guna meningkatkan angka pengangguran, tetapi terjadi perubahan dengan sendirinya dalam kegiatan ekonomi.

(Hlm. 111)

Masalah dalam perbaikan permintaan agregat

Suatu pemecahan, yang paling banyak dipakai oleh aliran Keynes pada tahun 1960-an dan 1970-an dan digunakan oleh banyak negara pada waktu itu, adalah dengan memperkenalkan kebijakan harga dan pendapatan (prices and incomes policy). Laju inlfasi dapat dibatasi dengan batas yang dikehendaki atau ditetapkan pada peningkatan upah dan harga, sementara itu pada waktu yang bersamaan langkah-langkah fiskal digunakan untuk mendukung kesempatan kerja. Namun demikian, proses pembuatan kebijakan harga dan pendapatan yang dilaksanakan di Inggris, bukan merupakan suatu cerita yang menggembirakan. Pada awal kebijakan tersebut mampu mengekang permintaan upah dari para pekerja, tetapi pada akhirnya mengalami kegagalan karena para pekerja menolak penurunan pendapatan riil mereka. Kegagalan itu mengakibatkan timbulnya ledakan permintaan harga-upah, yang terjadi paling dramatis pada saat pemogokan para pekerja tambang batu bara pada tahun 1974 dan pada musim dingin yang penuh kekecewaan pada tahun 1978-1979.

  1. Pengaruh nyata program-program pengeluaran pemerintah (seperti pada kasus proyek-proyek permodalan yang besar) seringkali memerlukan waktu yang cukup lama untuk diperhitungkan ke permintaan agregat, sehingga mengurangi kemampuan pemerintah dalam usahanya untuk menentukan kegiatan perekonomian.

(Hlm. 112)

  • Sekali anggaran pengeluaran negara dinaikkan, maka terbukti sulit untuk mengurangi tingkat pengeluaran pemerintah.
  • Biaya yang muncul dari proyek-proyek pemerintah berskala besar, cenderung meningkatkan permintaan agregat dalam berbagai proporsi sehingga mencapai tingkat perkiraan yang orisinil ketika proyek-proyek tersebut dimulai (ingat pengalaman Concorde pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an, serta proyek radar Nimrod pada pertengahan tahun 1980-an, yang pada akhirnya dibatalkan).
  • Perpajakan, termasuk di dalamnya kontribusi jaminan nasional, yang merupakan bagian dari GDP, meningkat pada awa tahun 1960-an hingga pertengahan tahun 1970-an dari sekitar 32% sampai 45% dari GDP pada harga pasar.

Sejak tahun 1960-an, beberapa ahli ilmu ekonomi mulai mengajukan suatu pandangan alternatif mengenai belanja pemerintah dan perpajakan, yang diberi istilah teori pilihan publik (public choice theory).

(Hlm. 113)

Kemungkinannya adalah karena para ahli politik cenderung ingin memenangkan kembali pemilihan umum, yaitu dengan meraih popularitas publik dengan melakukan pengeluaran-pengeluaran pemerintah seperti untuk sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, daripada menguranginya. Demikian pula dengan orang-orang sipil yang bekerja sebagai pembantu pemerintahan. Mereka kemungkinan besar merasakan manfaat langsung dalam hal status, meningkatnya pengharapan masa depan, kesempatan kerja yang berkelanjutan, besarnya anggaran yang ditangani, yang semuanya itu dapat terjadi hanya jika pengeluaran pemerintah meningkat.

(Hlm. 115)

Tabel 5.1 Pengeluaran Pemerintah Inggris untuk tahun 1978/1979 dan tahun 1989/1990 dan persentase perubahan tingkat riil

 Pengeluaran pemerintah secara umum a,b dengan fungsi pada hal-hal riil (£milyar)
1978/19791989/1990Persentase Perubahan
Pertahanan16.519.015
Pendidikan dan sains20.823.312
Kesehatan17.223.235
Jaminan Sosial37.249.734

a harga-harga tahun 1988/1989

b kecuali untuk pertahanan, jalan dan industri yang telah dinasionalisasi, hal itu mencakup pengeluaran otoritas lokal

c ECGD: Export Credits Guarantee Departement

Sumber: H.M. Treasury, Laporan Perkembangan Ekonomi, No. 206, (februari 1990) Hal. 2

(Hlm. 116)

Tabel 5.2 Total belanja publik negara Inggris sebagai persentase dari GDP

Pengeluaran total sebagai persentase GDP
1989/1990a38.8
  1. Perkiraan

(Hlm. 117)

Perpajakan: sumber-sumber dan penggunaannya

Sumber-sumber lainnya adalah:

  1. Kontribusi jaminan nasional.
  2. Keuntungan-keuntungan dari perusahaan-perusahaan.
  3. Sewa, bunga dan dividen yang diperoleh pemerintah pusat dan daerah.
  4. Penjualan aset publik.
  5. Pembayaran langsung bagi para pengguna layanan pemerintah (misalnya menginap di Rumah Sakit milik Pemerintah, membayar resep obat-obatan).

Pajak perorangan yang tinggi juga dapat menghalangi seseorang yang bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak, sehingga dapat mendorong terciptanya ‘ekonomi gelap’ dimana banyak orang yang bekerja untuk mendapatkan uang lebih banyak tetapi tidak melaporkan besarnya penghasilannya untuk keperluan pembayaran pajak.

(Hlm. 119)

Pajak Progresif

Pajak progresif merupakan salah satu pajak yang proporsinya lebih besar dari pendapatan masyarakat dalam peningkatan pendapatan mereka.

(Hlm. 120)

Pajak Regresif

Pajak regresif untuk yang berpenghasilan tinggi justru lebih kecil jika dibandingkan dengan berpenghasilan rendah, sehingga yang mampu membayar sedikit.

(Hlm. 121)

Pajak Proporsional

Pajak Proporsional berperan memperbaiki proporsi atau persentase pendapatan.

Pajak Langsung

Pajak langsung merupakan pajak yang dipungut secara langsung dari penghasilan seseorang atau badan usaha dan dari transfer kekayaan dan pendapatan.

(Hlm. 122)

Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung, yang cenderung bersifat regresif, biasanya diterapkan pada pengeluaran dan nilai tambah produksi.

Keuntungan dan kerugian pajak langsung

Pajak langsung dinilai lebih adil dan pantas karena dapat dipungut sesuai kemampuan seseorang untuk membayarnya (jika pemerintah memilihnya).

(Hlm. 123)

Keuntungan dan kerugian pajak tidak langsung

Pendapat yang menyatakan bahwa pajak tidak langsung lebih menguntungkan daripada pajak langsung adalah karena para konsumen mempunyai pilihan untuk tidak membayar pajak (misalnya VAT) dengan cara tidak mengkonsumsi barang-barang yang dikenai pajak.

(Hlm. 124)

Di lain pihak, pajak tidak langsung dapat menyembunyikan beban pajak yang dihadapi masyarakat karena pajak tidak langsung tersembunyi: para konsumen tidak mengetahui secara tepat pajak yang harus dibayarkan.

Akan tetapi, pada waktu yang sama pajak tidak langsung seperti VAT cenderung menaikkan laju inflasi dalam perekonomian.

(Hlm. 126)

Kebutuhan pinjaman di sektor publik

Ukuran PSBR ditentukan oleh sejumlah faktor, yaitu:

  1. Besarnya defisit anggaran pada pemerintah pusat dan daerah.
  2. Besarnya defisit anggaran pada industri-industri yang dinasionalisasi dan perusahaan publik lainnya yang dibiayai oleh sumber-sumber pembiayaan non-pemerintah.
  3. Jumlah pinjaman kepada sektor swasta dan luar negeri.
  4. Penerimaan sektor publik dari hasil penjualan aset dan dari transaksi keuangan lainnya.
  5. Penerimaan sektor publik dari hasil penjualan aset-aset nyata (misalnya hasil privatisasi dna penjualan gedung-gedung milik pemerintah).

(Hlm. 127)

Anggaran Belanja Berimbang

ΔY =  ΔG = 5x £ 1 Milyar = £5 milyar

Akan tetapi, pada saat yang sama, meningkatnya pajak akan meningkatkan kebocoran pada aliran sirkulasi pendapatan sehingga mengurangi pengaruh injeksi terhadap permintaan yang berlebih pada tingkat pendapatan nasional. Jumlah pajak dapat mengakibatkan meningkatnya belanja pemerintah, tetapi meningkatnya pajak tidak seperti yang kita kehendaki. Sebagian peningkatan pajak dapat ditutup dengan jalan mengurangi besarnya tabungan. Untuk hal seperti ini, maka meningkatkan kebocoran pada pajak akan ditutup dengan pengurangan kebocoran kedua, yaitu tabungan. Dengan kata lain, perubahan bersih dalam kebocoran lebih kecil dibanding perubahan dalam perpajakan. Konsekuensinya, hanya sebagian dari beberapa kenaikan dalam pajak saja yang dapat dibiayai dengan pengurangan belanja konsumen yang akan mempengaruhi permintaan agregat dan pendapatan nasional.

(Hlm. 128)

Kritik terhadap kebijakan fiskal dan defisit keuangan

Pada dasarnya, aliran moneter dengan tegas mencermati pengaruh ditimbulkan dari adanya defisit keuangan pemerintah (yaitu PSBR) yang terjadi pada persediaan yang serta inflasi. Mereka menolak adanya pengelolaan secara langsung terhadap permintaan agregat dan pendapatan nasional, melalui kebijakan fiskal, yang berpotensi menciptakan tidak-stabilan, dan mereka mengemukakan bahwa kebijakan tersebut kecil pengaruhnya terhadap perekonomian “nyata” untuk jangka waktu yang lama. Melalui perekonomian “nyata”, mereka menghendaki pertumbuhan output fisik, dan karena itu juga pertumbuhan kesempatan kerja, sebagai lawan dari adanya kenaikan harga yang hanya akan menyebabkan bertambahnya nilai uang dalam produksi.

(Hlm. 129)

Intervensi VS Pasar Bebas

Aliran Keynes dan aliran moneter kurang sependapat mengenai peran negara dalam mengelola perekonomian.

(Hlm. 130)

Ketidakstabilan ekonomi

Tetapi aliran moneter memandang lebih jauh, kebijakan fiskal tidak sekadar menurunkan fluktuasi, tapi juga berpengaruh terhadap ketidakstabilan perekonomian dengan adanya ledakan dan kemerosotan. Mereka menyatakan bahwa hal itu terlihat saat pemerintah berhasil mempertahankan permintaan agregat di tingkat yang tinggi. Kondisi itu menyebabkan adanya tekanan-tekanan inflasi, yang lebih lanjut menyebabkan belanja pemerintah dan pencetakan uang baru yang ‘berlebihan’ (lihat Bab 6) untuk mencegah meningkatnya angka pengangguran, sehingga membuat sektor industri kurang mampu bersaing.

Dampak defisit keuangan terhadap investasi sektor swasta

Aliran moneter juga berpendapat bahwa pinjaman pemerintah yang digunakan untuk menutup defisit anggarannya, akan mendorong naiknya suku bunga di pasar uang.

Dan lagi, suku bunga yang tinggi membuat nilai tukaran naik (lihat Bab 9 – pembahasan mengenai hubungan antara suku bunga dengan nilai tukar).

Fenomena tersebut, dimana meningkatnya belanja pemerintah yang dibiayai oleh dana pinjaman yang besar dapat mengurangi minat investasi di sektor swasta, oleh para ekonom disebut crowding out (yaitu pinjaman pemerintah membuat sektor swasta “beramai-ramai keluar” meminjam di pasar modal.)

Dapat dikatakan bahwa untuk kasus Inggris, fakta yang berkenaan dengan crowding out tidak meyakinkan. Akan tetapi, studi-studi yang dilakukan di AS mendukung kritik terhadap pinjaman pemerintah

(Hlm. 131)

Pengaruh terhadap pertumbuhan persediaan uang

Slogan aliran moneter dalam menyimpulkan hal tersebut adalah terlalu banyak uang untuk membeli barang yang terlalu sedikit akan menyebabkan inflasi.

Oleh karena itu, aliran moneter menganjurkan agar pemerintah tidak mengelola agregat permintaan secara langsung, tetapi paling tidak memusatkan perhatiannya dalam menciptakan kondisi perekonomian yang stabil agar perusahaan swasta dapat tumbuh dan berkembang

(Hlm. 132)

Kesimpulan

Akan tetapi, adanya serangan stagflasi (meningkatnya laju inflasi dan tingkat pengangguran yang tinggi) bersamaan dengan gagalnya kebijakan harga dan pendapatan, membuat kebijakan-kebijakan yang telah dibuat harus ditinjau kembali. Pertama, mengoreksi kembali kegagalan dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pengaturannya – khususnya yang berkenaan dengan ‘efek roda gigi’ dimana pengeluaran pemerintah dan pajak meningkat tetapi jarang dikurangi sehingga menimbulkan kritik. Kedua, teori yang melandasi perekonomian aliran Keynes, yang membenarkan adanya pengelolaan permintaan agregat dengan menggunakan kebijakan fiskal, telah ditentang oleh pemikiran-pemikiran dari aliran moneter.

(Hlm. 133)

BAB 6 MANAJEMEN EKONOMI II: KEBIJAKAN MONETER

Pokok-Pokok Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter pada umumnya menitik-beratkan pada langkah-langkah yang digunakan pemerintah untuk mempengaruhi ketersediaan atau nilai uang (misalnya, tingkat suku bunga) dalam perekonomian.

Dalam tahun-tahun terakhir ini, pentingnya kebijakan moneter sebagai instrumen manajemen ekonomi makro dirasa semakin nyata oleh karena gagalnya langkah-langkah kebijakan fiskal pada awal tahun1970-an untuk mengurangi maslah laju inflasi dan angka pengangguran yang disebut stagflasi.

(Hlm. 134)

Di mata penganut aliran moneter, tingkat pengangguran dapat diturunkan jika efisiensi produktif ekonominya ditingkatkan dan jika tingkat inflasi dikurangi. Pandangan aliran moneter ini tidak diterima secara universal oleh para ekonom dan pemerintah. Khususnya, beberapa ekonom (terutama ekonom penganut aliran Keynes) tidak percaya bahwa pengendalian terhadap persediaan uang merupakan cara terbaik untuk menurunkan laju inflasi. Mereka juga tidak dapat menerima (seperti telah kita pelajari pada Bab 5) bahwa solusi untuk mengatasi masalah pengangguran adalah hanya dengan mengurangi/menurunkan laju inflasi dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Pada tahun 1960-an d 1970-an, perbedaan resep kebijakan tersebut membagi secara tajam ahli ekonomi menjadi dua aliran: aliran Keynes, dan aliran moneter. Tetapi perbedaan itu tidak perlu dilebih-lebihkan. Saat ini para ekonom tid 100% ada disalah satu dari dua aliran tersebut, lebih tepat dikatakan sebagai keseimbangan di antara keduanya, baik aliran moneter maupun aliran fiskal, untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi.

(Hlm. 135)

Prinsip-Prinsip Aliran Moneter

Arti penting uang dalam perekonomian dan prinsip-prinsip aliran moneter didasarkan pada Teori Kuantitas Uang (quantity theory of money), yang menghubungkan pertumbuhan moneter dan inflasi. Hubungan tersebut pertama kali dikemukakan dalam istilah formal oleh seorang ekonom Amerika, Irving Fisber pada 1911, tetapi gagasan umum tentang hubungan antara pertumbuhan penyediaan yang dengan peningkatan harga telah muncul di abad ke-18, dan teori khususnya dalam tulisan filsuf Skotlandia, David Hume.

(Hlm. 136)

(perhatikan bahwa pada awalnya kita menggunakan M sebagai barang-barang impor. Hal ini bagaimanapun juga berlau untuk persediaan uang dan akan dijelaskan artinya jika perlu.

Teori kuantitas uang biasanya lebih ditujukan untuk mengidentifikasi daripada sebagai persamaan karena masing-masing tidak lebih sebagai cara yang sama dalam mengukur kegiatan-kegiatan ekonomi.

(Hlm. 137)

  1. Kecepatan perputaran uang (V) berubah sangat lambat dan karena itu dapat dianggap konstan.
  2. Karena aliran moneter yakin bahwa perekonomian cenderung membentuk keseimbangan pendapatan nasional pada tingkat kesempatan kerja penuh, maka diasumsikan bahwa tota jumlah transaksi (T) relatif konstan pada jangka pendek (dengan kata lain, T dibatasi oleh kapasitas produktif perekonomian pada keadaan pekerjaan penuh).

Waktu yang dibutuhkan sehingga peningkatan dalam M menyebabkan peningkatan pada P biasanya diperkirakan sekitar 18 bulan sampai dua tahun.

  1. Persediaan uang dapat dikendalikan oleh pihak otoritas –  hal ini diperlukan jika pemerintah mentargetkan dan mengendalikan tingkat pertumbuhan persediaan uang sampai batas pertumbuhan GDP.
  2. Persaingan di sektor swasta cenderung ke arah tingkat pengangguran dan tingkat ouput yang “alami” (lihat Bab 2 mengenai penjelasan konsep laju yang alami). Oleh karena itu, tidak akan ada lagi pengangguran untuk jangka panjang seperti digambarkan Keynes, kecuali persaingan di tingkat pasar dibatasi (termasuk pasar kerja).
  3. Dengan penerapan kebijakan keuangan yang tepat maka berarti terdapat laju pertumbuhan yang kuat di dalam persediaan uang, sesuai dengan pertumbuhan hasil yang riil, agar tercapai tingkat harga yang stabil. Hal tersebut merupakan “target moneter”.

(Hlm. 146)

Gambar 6.3 Definisi Resmi penyediaan uang swasta non-bank dan sektor bank

(Hlm. 150)

Target dalam penyediaan uang

Pada bulan Maret 1980 pemerintahan konservatif yang baru terpilih memperkenalkan kebijakan antiinflasi dengan mengumumkan strategi keuangan jangka menengah yang pertama (medium – term financial strategy – MTFS).

(Hlm. 151)

Ekonom terkemuka dari Bank of England, Charles Goodhart, berpendapat bahwa sekali otoritas moneter mencoba mengontrol statistik perekonomiannya, yang semula mungkin mempunyai hubungan yang tertutup terhadap inflasi, maka perilaku kontrol itu akan membuat statistik perekonomian menjadi tidak memuaskan (Gejala ini disebut hukum Goodhart).

Pada waktu yang sama, peraturan juga ditetapkan pada Bursa Saham Internasional di London, di antaranya membuka keanggotaannya kepada lembaga keuangan asing. Pengenalan perdagangan ’24 jam’ di dalam pasar bursa dan saham lebih jauh telah mendorong mengalirnya dana investasi asing.

(Hlm. 155)

Kritik terhadap aliran moneter

Pada pokoknya teori itu menyatakan bahwa ada keterkaitan secara langsung dan dapat diperkirakan antara pertumbuhan suplai dana dengan inflasi. Aliran moneter lebih lanjut menekankan bahwa berdasarkan penelitian empiris, arah keterkaitannya adalah dari perubahan pada M ke perubahan pada P. Hal itu merupakan tantangan yang berat karena sebelumnya tidak ada konsensus mengenai hal tersebut. Hanya karena laju inflasi mengikuti peningkatan suplai dana, seperti yang diperlihatkan oleh hasil-hasil penelitian empiris para ahli moneter, hal itu tidak berarti peningkatan pada suplai dana sebagai penyebab naiknya laju inflasi.

(Hlm. 157)

Para ekonom penganut Keynes, di sisi lain membantah gagasan yang menyatakan bahwa permintaan akan uang tidak terlalu sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga.

(Hlm. 158)

Seperti kita lihat pada pembahasan mengenai penentuan pendapatan nasional pada Bab 4, para penganut Keynes berpendapat bahwa besarnya permintaan pada umumnya dan investasi pada khususnya, tidak cukup berpengaruh terhadap perubahan tingkat suku bunga. Dengan kata lain, perubahan apapun dalam tingkat suku bunga diyakini lebih sedikit daripada dalam hal total pembelanjaan.

(Hlm. 159)

Sebaliknya, aliran moneter berpendapat bahwa suku bunga merupakan hal yang paling menentukan dalam keputusan untuk berinvestasi.

(Hlm. 160)

Gambar 6.8 Hubungan antara tingkat suku bunga dan investor perbandingan pandangan Keynesian dan ahli Moneter.

(Hlm. 165)

BAB 7 EKONOMI SISI PENAWARAN

Pokok-Pokok ekonomi sisi penawaran

Pada dua bab sebelumnya telah dibahas masalah-masalah ekonomi menurut Keynes dan menurut para ahli moneter. Keduanya membahas kebijakan-kebijakan ekonomi makro dalam mempengaruhi tingkat besarnya permintaan dalam perekonomian – ekonomi menurut Keynes terutama menyangkut langkah-langkah kebijakan fiskal dan moneterisme melalui pengawasan terhadap pertumbuhan cadangan devisa dan tingkat suku bunga.

(Hlm. 166)

Oleh karena itu, meskipun sisi penawaran dalam ekonomi secara nyata digunakan untuk mendukung prinsip-prinsip yang dipakai oleh para ahli moneter tanpa adanya perbaikan (dan sebaiknya), oleh sebagian besar ahli moneter disebut supply-sider.

(Hlm. 167)

Objek utama kebijakan-kebijakan ekonomi sisi penawaran adalah penciptaan kondisi ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat, produktivitas tinggi dan rendahnya laju inflasi. Dalam bab ini, secara khusus kita akan melihat kebijakan-kebijakan yang digunakan oleh pemerintah konservatif sejak tahun 1979, yaitu:

  1. Perubahan dalam hukum perburuhan untuk membatasi kekuatan serikat buruh.
  2. Pengurangan pajak dan mendorong investasi dan produktivitas kerja.
  3. Program-program privatisasi/swastanisasi.

Prinsip-prinsip ekonomi sisi penawaran

Pada pokoknya ekonomi sisi penawaran menyangkut peningkatan jumlah penawaran sehingga tingginya permintaan diakomodasi tanpa menimbulkan inflasi.

(Hlm. 173)

Peningkatan agregat penawaran oleh karena itu juga menaikkan permintaan dan aktivitas ekonomi sementara laju inflasi mengalami penekanan. Hal tersebut membantu menjelaskan mengapa studi mengenai ekonomi sisi penawaran, khususnya ketika dikombinasikan dengan kebijakan moneter, tempanya menawarkan suatu alat/cara menangani laju inflasi dan rendahnya pertumbuhan ekonomi (sebagai konsekuensinya adalah meningkatnya angka pengangguran), yaitu masalah stagflasi.

Ekonomi sisi penawaran dalam praktek

  1. Peningkatan fleksibilitas angkatan kerja.

(Hlm. 174)

  • Meningkatkan insentif ekonomi dengan mengurangi pajak pada perusahaan dan perorangan untuk menciptakan insentif untuk menabung, berinvestasi, dan menciptakan lapangan kerja.
  • Deregulasi dan privatisasi layanan publik (misalnya transportasi dengan bis) dan kepemilikan publik di sektor industri (misalnya telekomunikasi, gas, air, dan perlistrikan).

Peningkatan Fleksibilitas Angkatan Kerja

Dengan keyakinan bahwa serikat kerja berpotensi untuk menghancurkan pekerjaan (oleh meningkatnya upah di atas tingkat kemampuan para pemilik perusahaan jika mereka tetap berkompetisi di pasar dunia), pemerintah telah memperkenalkan sejumlah peraturan mengenai ketenagakerjaan dan serikat pekerja untuk mengekang kekuasaan serikat pekerja, antara lain:

(Hlm. 175)

  1. UU Ketenagakerjaan, 1980.
  2. UU Ketenagakerjaan, 1982.
  3. UU Serikat Buruh, 1984.
  4. UU Ketenagakerjaan, 1988.
  5. UU Ketenagakerjaan, 1989.
  6. Rancangan UU Ketenagakerjaan, 1990.

UU tersebut, bersama-sama dengan tingginya angka pengangguran yang muncul pada tahun 1980-an, telah ikut mengurangi jumlah pemogokan di sejumlah industri di Inggris, seperti yang dimaksudkan oleh pemerintah (lihat pembahasan mengenai keanggotaan serikat pekerja dan permasalahan dalam industri pada Bab 2.

(Hlm. 176)

Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Prof. Patrick Minford dari Universitas Liverpool yang mencatat bahwa peningkatan militansi serikat pekerja di awal tahun 1960-an, merupakan penyebab langsung dari tingginya angka pengangguran oleh karena upah/gaji buruh di lapangan. Dia mengestimasi bahwa serikat pekerja ikut mendorong besarnya upah riil sebesar 12-15% di atas harga umumnya, menjadi antara 400.000 dan 800.000. Studi-studi lain yang dilakukan oleh Prof. Layard da Mickell dari Sekolah Tinggi Ekonomi di London, yang dipublikasikan pada tahun 1985, mengestimasikan bahwa 23% peningkatan angka pengangguran yang terjadi antara tahun 1950 dan 1983 disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan oleh serikat pekerja.

(Hlm. 180)

Ketentuan bahwa jasa publik tertentu dibiayai dari sektor pajak, contohnya pembangunan jalan, pembelaan hukum, hukum dan tata tertib, merupakan iklim yang mendukung untuk investasi di sektor swasta.

Berdasarkan logika tersebut, Prof. Michael Brenstock pada tahun 1979 memprediksikan bahwa dengan pengurangan rasio pajak terhadap GDP di Inggris dari 40% ke 35% bersamaan dengan pengurangan yang drastis terhadap persentase pajak pada tingkat marginal, GDP akan meningkat sebesar 15%. Penelitian tersebut mendapat kecaman keras yang menyatakan bahwa tidak ada bukti yang jelas bahwa pengurangan persentase pajak akan menyebabkan orang-orang bekerja lebih keras dan memberikan hasil yang banyak. Dalam studi akhir mengenai pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya pemotongan pajak terhadap penyediaan tenaga kerja, Prof. C.V Brown dari Universitas Stirling menyimpulkan bahwa: perubahan-perubahan dalam perkiraan jam-jam kerja sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan di tingkat permintaannya. Kecilnya perubahan dalam perkiraan jam kerja merupakan hasil dari perubahan dalam perpajakan. Hal ini menunjukkan bahwa potongan pajak kemungkinan besar berpengaruh signifikan terhadap permintaan agregat, seperti yang telah diramalkan oleh aliran Keynes (lihat Bab 4) kemudian juga berpengaruh terhadap penawaran agregat.

(Hlm. 183)

Deregulasi dan Privatisasi

Berkenaan dengan kebijakan yang meliputi pengajuan persaingan yang lebih besar di sektor swasta melalui perbaikan monopoli – monopoli dan UU mengenai upah dan menghapus pembatasan perdagangan, misalnya bursa saham (misal “BingBang” pada bulan Oktober 1986 di Inggris yang membuka keanggotaan Bursa Saham London kepada lembaga milik asing), jasa bantuan hukum dan penyediaan kacamata oleh ahli kacamata.

(Hlm. 185)

Di pemerintah daerah, hal tersebut didukung oleh UU Pemerintah Daerah pada tahun 1988, yang memberikan mandar kepada pihak berwenang di daerah untuk mendapatkan kontrak secara kompetitif dalam jasa: pembuangan sampah, pembersihan gedung, katering, pemeliharaan lahan, perbaikan dan paket wisata. Sejumlah akademisi mengusulkan memberi tabungan kepada para pembayar pajak yang memperoleh tender secara kompetitif di sektor publik sekitar 20 sampai 25%.

(Hlm. 194)

BAB 8 PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Tabel 8.4 Pola Konsumsi setelah diperdagangkan (*)

 Gandum (dalam ton)Mobil
Output total2000500

(Hlm. 197)

Bentuk-bentuk pembatasan dalam perdagangan

  1. Embargo impor
  2. Kuota impor
  3. Pajak atau bea cukai
  4. Pembatasan-pembatasan impor lainnya

Selain tarif dan kuota, pemerintah dapat membatasi arus barang impor dengan menyusun peraturan-peraturan impor yang rumit. Standar keamanan yang berlebihan dapat dikenakan pada barang-barang impor atau jalur birokrasi dapat digunakan untuk memperlambat volume barang-barang masuk ke dalam negeri. Contoh klasik pembatasan perdagangan meliputi kegiatan impor video cassete recorder Jepang yang masuk ke Prancis pada tahun 1980, ketika pengiriman harus dikirim ke tempat terpencil untuk pengawasan ‘kualitas’ (konon diperiksa oleh pemeriksa yang kurang menguasai) sehingga memperlambat beredarnya recorder di pasar Prancis.

  • Subsidi kepada produsen dan eksportir dalam negeri
  • Pengendalian pertukaran
  • Kebijakan nilai tukar

(Hlm. 201)

  1. Proteksi terhadap industri-industri yang baru berdiri
  2. Proteksi untuk melawan persaingan yang tidak sehat
  3. Dukungan untuk industri-industri yang lemah atau kurang berkembang
  4. Dukungan untuk industri-industri strategis
  5. Tindakan balasan (retaliasi)
  6. Koreksi neraca pembayaran.

(Hlm. 213)

Kesimpulan

AS sekitar akhir abad 19 juga mengalami defisit yang menutup masuknya arus modal (dari Inggris dan lain-lain) yang digunakan untuk membangun jalur kereta api Amerika.

(Hlm. 215)

BAB 9 KEBIJAKAN NILAI TUKAR

Pokok-Pokok Kebijakan Nilai Tukar

Kebutuhan akan nilai tukar timbul karena mata uang suatu negara biasanya tidak diterima sebagai media atau alat tukar di negara lain.

(Hlm. 217)

Sistem Nilai Tukar

  • Nilai tukar mengambang

(Hlm. 218)

  • Sistem nilai tukar tetap

Pemerintah dapat mempertahankan suatu kebijakan yang menjaga agar nilai mata uangnya tetap pada tingkat yang stabil dengan mengintervensi di pasar devisa.

(Hlm. 219)

  • Standarisasi Emas

(Hlm. 220)

Pada umumnya, para ekonom saat ini mencegah diterapkannya kembali standarisasi emas secara meluas demi alasan kepraktisan. Dari segi politik pun hal itu tidak dapat diterima secara internasional hanya dengan menggantungkan emas yang dihasilkan oleh Uni Soviet dan Afrika Selatan, tetapi ada juga alasan-alasan ekonominya.

(Hlm. 221)

Sistem Bretton Woods

Usulan yang diajukan oleh delegasi AS (White Plan) menyusun rencana-rencana dasar yang akhirnya disetujui. Dengan cara ini, semua mata uang ditetapkan menjadi kurs tetap terhadap mata uang dollar AS (keseimbangan dolar) yang pada gilirannya dapat menentukan nilai tetap emas ($35 per troy ounce untuk semua jenis transaksi).

(Hlm. 223)

Sistem Bretton Woods gagal karena sejumlah alasan: secara singkat, ada pengurangan likuiditas internasional; mata uang yang utama yang dipertahankan oleh bank sentral dalam cadangan mata uang asingnya adalah dolar AS dan poundsterling, khususnya setelah didevaluasi pada tahun 1967. Cadangan dunia dapat membiayai ekspor selama 48 minggu pada tahun 1948, tetapi hanya 14 minggu yang berhasil dengan baik yaitu pada pertengahan tahun 1970-an.

Pada tahun 1968, sehubungan dengan meluasnya penukaran dolar ke dalam emas oleh beberapa negara, AS menyerah dan sistem dua-harga untuk emas mulai diperkenalkan dimana bank sentral terus mengirim emas pada harga $35 per Troy ounce, sementara emas dapat mendapatkan harganya sendiri di pasar bebas.

(Hlm. 226)

Pandangan yang mendukung penerapan kurs mengambang

Hal yang paling menarik dari pemberlakuan sistem nilai tukar mengambang adalah penyesuaian otomatis terhadap masalah-masalah dalam neraca pembayaran.

(Hlm. 231)

Selain persoalan-persoalan umum pada ekonomi makro, yaitu pada sisi permintaan dan sisi penawaran, ada dua variabel ekonomi lagi yang berpengaruh langsung terhadap nilai tukar, yaitu:

  1. Tingkat inflasi domestik relatif terhadap negara-negara lain.
  2. Suku bunga domestik dibandingkan dengan persaingan di tingkat suku bunga mata uang asing.

Tingkat inflasi dan nilai tukar

Negara-negara yang mengalami laju inflasi yang tinggi akan cenderung mengalami depresiasi pada nilai mata uang asingnya.

(Hlm. 233)

Suku bunga dan Nilai Tukar

Sebagai contoh, tingkat suku bunga yang relatif tinggi pada suatu negara terhadap negara-negara lain akan cenderung menarik arus modal masuk daripada negara yang suku bunganya yang lebih rendah (Kecuali ada faktor lain yang kurang dapat merangsang investasi, instabilitas politik, atau nilai tukarnya jatuh).

(Hlm. 244)

BAB 10 STUDI KASUS

Pertanyaan

  1. Apa yang dimaksudkan dengan istrilah ‘standar hidup’?
  2. Berdasarkan data-data pada Tabel 10.1, menurut Saudara apa yang telah terjadi pada standar hidup di Inggris dibandingkan dengan beberapa negara lain sejak tahun 1960?
  3. Informasi tambahan apa yang dapat Saudara berikan untuk dapat lebih menjelaskan suatu persoalan mengenai standar hidup?

2. Hubungan antara laju inflasi dan pengangguran

Dalam artikelnya yang diterbitkan pada tahun 1958, A.W. Phillips menunjukkan data-data penting Inggris untuk periode tahun 1861-1957, bahwa terdapat suatu hubungan negatif antara tarif upah dan tingkat pengangguran.

Tabel 10.1 Perbandingan Standar Hidup Internasional

 GDP per KapitaKonsumsi Swasta Per Kapita
 19601970198019871960197019801987
Amerika7,79810,00611,80413,5354,7396,2037,5578,914
Jepang2,6706,4879,06911,2261,7523,7245,3366,287
Inggris6,3877,9359,52111,0443,8814,6245,6606,887

(Hlm. 246)

Sebagai contoh, jika jumlah permintaan dirangsang (melalui pemotongan pajak dan atau peningkatan pengeluaran pemerintah) maka tingkat pengangguran berkurang tetapi hanya berlau pada laju inflasi yang tinggi dan sebaliknya. Dengan kata lain, pemerintah dapat mengatur permintaan agregat dan mendorong ekonomi ke atas dan ke bawah kurva Philips (dari A ke B dan kembali ke A lagi).

(Hlm. 247)

Akan tetapi di akhir tahun 1980-an, keterkaitan tersebut mulai terlihat tidak stabil terhadap angka pengangguran, upah tenaga kerja dan harga-harga yang semuanya mulai meningkat bersama-sama.

(Hlm. 248)

Pertanyaan:

  1. Penjelasan apakah yang dapat Saudara berikan terhadap gagalnya kurva Philips yang terjadi:
    1. Selama tahun 1970-an
    1. Selama tahun 1980-an
  2. Fakta apa yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa hubungan antara angka pengangguran dan laju inflasi mungkin akan muncul kembali tahun 1990-an di Inggris?

(Hlm. 252)

Pertanyaan

  1. Apa keuntungan yang diperoleh Inggris jika bergabung dalam Mekanisme Nilai Tukar pada EMS?
  2. Apa alasan yang dapat saudara berikan mengapa pemerintah Inggris menolak untuk menjadi anggota?
  3. Keuntungan lain apakah yang timbul dari perkembangan selanjutnya dan penguatan EMS dari sudut pandang Eropa secara umum?
  4. Beberapa anggota EMS memperhatikan bahwa jika Inggris tidak segera bergabung dalam penyusunan nilai tukar, maka perubahan poundsterling pada pasar devisa dapat mengacaukan EMS. Mengapa?

(Hlm. 255)

Pertanyaan

  1. Apa akibat dari krisis hutang internasional terhadap perekonomian dunia?
  2. Apa solusi yang dapat dipakai untuk mengatasi persoalan tersebut?
  3. Adakah pelajaran-pelajaran yang dapat diambil bagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara internasional sebagai akibat dari adanya pertumbuhan hutang internasional?

(Hlm. 256)

Kekhawatiran dalam Kongres akhirnya terjadi pada Tahun 1985, dengan diluluskannya Undang-undang Grammrudman-Hollings yang menetapkan target defisit anggaran untuk tiap-tiap tahu fiskal.

(Hlm. 260)

Pertanyaan

  1. Apakah tindakan-tindakan yang dapat diambil pemerintah AS untuk ,mengoreksi defisit anggarannya? Pertimbangkanlah sisi permintaan dan sisi penawaran terhadap rekomendasi Saudara.
  2. Pertimbangkan pula secara lebih lanjut dampak-dampak yang ditimbulkan dari adanya pengurangan anggaran yang defisit pada perekonomian AS dan perekonomian dunia.

(Hlm. 262)

  1. Uraikan pendapat Saudara berdasarkan teori dasar mengenai pengendalian pertumbuhan persediaan uang yang dapat mengurangi tekanan-tekanan inflasi.
  2. Dari data pada Tabel 10.5, gambarkan dan jelaskan hubungan antara:
    1. Laju pertumbuhan dari M0 dan laju pertumbuhan harga (inflasi)
    1. Laju pertumbuhan dari M3 dan Inflasi

Perbedaan apa yang terjadi jika inflasi diplot terhadap laju pertumbuhan dari M0 dan M3 pada dua tahun sebelumnya dan mengapa bisa terjadi?

  • Buktikan hipotesa mengenai pertumbuhan keuangan yang menyebabkan peningkatan pengeluaran untuk sementara waktu.
  • Seberapa sensitif perubahan yang terjadi dalam persediaan uang (M0 atau M3) mempengaruhi perubahan tingkat suku bunga?
  • Berilah pendapat mengenai kekuatan empiris dari strategi ekonomi keuangan.

(Hlm. 267)

Pertanyaan

  1. Jelaskan mengapa suatu pertumbuhan percepatan ekonomi akan memicu naiknya laju inflasi dan memperburuk dalam penghitungan akhir neraca pembayaran pada tahun 1988?
  2. Tingkat suku bunga yang tinggi cenderung menurunkan pengeluaran konsumen secara tajam. Apa kerugian dan keuntungan yang dapat diharapkan, dengan asumsi bahwa kebijakan-kebijakan diterapkan?
  3. Faktor apa yang dapat memperlambat peningkatan posisi neraca pembayaran?
  4. Beberapa pengamat berpendapat bahwa suku bunga yang digunakan oleh pemerintah tidak hanya untuk mempengaruhi sisi permintaan pada suatu perekonomian tetapi juga sisi penawarannya. Jelaskan bagaimana kebijakan tingkat suku bunga tinggi dapat membawa implikasi dalam sisi penawaran, baik akibat positif maupun negatifnya.

(Hlm. 268)

  • Mengapa adanya berita tentang penambahan sebesar £5 milyar terhadap rencana pembelanjaan publik untuk tahun anggaran 1990/1991 menyebabkan masyarakat perkotaan menanggapinya dengan hati-hati?
  • Dengan cara apa dapat dipandang bahwa pemotongan pajak pada tahun  anggaran 1988 pada akhirnya ikut memperbesar krisis ekonomi?
  • Pemerintah mengumumkan adanya peraturan pemotongan pajak. Alasan apakah di balik maksud tersebut?

Artikel Terkait

You cannot copy content of this page

error: Content is protected !!