Teori Sebagai Cara Praktis dan Cepat Menguasai Pengetahuan
Chandra Natadipurba
12 Oktober 2024
Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari dokumen Theory in Social Science oleh University of Wisconsin-Madison.
Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.
Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.
Selamat membaca.
Chandra Natadipurba
===
Kekuatan dari Teori
Dalam dunia akademik dan ilmiah, teori sering kali menjadi inti dari penelitian dan pengembangan pengetahuan.
Teori bukanlah sekadar spekulasi atau pendapat pribadi, melainkan sebuah struktur logis yang terdiri dari proposisi-proposisi yang berhubungan satu sama lain dan berfungsi untuk menjelaskan kenyataan empiris.
Teori memungkinkan kita untuk memahami, meramalkan, dan mengendalikan fenomena di dunia nyata dengan cara yang lebih sistematis dan terorganisasi.
Apa itu Teori?
Teori dapat didefinisikan sebagai serangkaian proposisi yang saling berhubungan secara logis mengenai kenyataan empiris.
Dengan kata lain, teori adalah kerangka kerja intelektual yang dibangun dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang kita amati di dunia nyata.
Sebagai contoh, teori gravitasi dalam fisika menjelaskan bagaimana benda-benda yang memiliki massa saling menarik satu sama lain.
Dengan menggunakan teori, ilmuwan dapat meramalkan bagaimana suatu benda akan bergerak atau bereaksi dalam berbagai kondisi.
Namun, teori bukan hanya tentang penjelasan.
Teori juga memberikan panduan untuk pengujian dan pengembangan pengetahuan lebih lanjut.
Dalam konteks ini, teori tidak hanya menjelaskan hubungan antara variabel-variabel, tetapi juga memungkinkan kita untuk mengembangkan hipotesis dan melakukan pengujian empiris untuk memverifikasi atau memodifikasi proposisi yang diajukan.
Teori adalah Serangkaian Proposisi yang Berhubungan Logis tentang Realitas Empiris
Dalam merumuskan teori, ada beberapa komponen penting yang perlu dipahami.
Teori dibangun dari proposisi-proposisi, yang merupakan pernyataan-pernyataan tentang hubungan antara konsep-konsep dasar.
Proposisi-proposisi ini berfungsi sebagai fondasi teori dan membantu menggambarkan bagaimana konsep-konsep tersebut terhubung dengan kenyataan empiris.
Definisi: Kalimat yang Memperkenalkan Istilah-Istilah Dasar dalam Teori.
Komponen pertama dari setiap teori adalah definisi.
Definisi adalah pernyataan yang memperkenalkan istilah-istilah dasar yang digunakan dalam teori.
Istilah-istilah ini merujuk pada konsep-konsep yang menjadi dasar teori.
Definisi ini penting karena mereka memberikan kerangka acuan yang jelas tentang apa yang sedang dibahas dan bagaimana istilah-istilah tersebut harus dipahami dalam konteks teori.
Sebagai contoh, dalam teori komunikasi, definisi konsep seperti “pesan,” “pengirim,” dan “penerima” sangat penting untuk memahami bagaimana proses komunikasi terjadi.
Definisi yang jelas dan tepat membantu mencegah salah paham dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam diskusi teori memiliki pemahaman yang sama tentang konsep-konsep yang digunakan.
Hubungan Fungsional: Kalimat yang Menghubungkan Konsep-Konsep Dasar Satu Sama Lain.
Setelah konsep-konsep dasar diperkenalkan melalui definisi, langkah berikutnya dalam pembangunan teori adalah menjelaskan bagaimana konsep-konsep tersebut berhubungan satu sama lain.
Hubungan fungsional menggambarkan hubungan antara berbagai elemen dalam teori dan bagaimana elemen-elemen tersebut saling mempengaruhi.
Dalam hubungan fungsional, kita menemukan dua elemen kunci: asumsi (atau aksioma) dan deduksi (atau hipotesis).
Asumsi atau Aksioma.
Asumsi adalah pernyataan-pernyataan dasar yang diterima sebagai kebenaran tanpa perlu pembuktian lebih lanjut.
Dalam konteks teori, asumsi berfungsi sebagai fondasi dari mana hubungan-hubungan fungsional lainnya dibangun.
Asumsi biasanya didasarkan pada pengamatan empiris atau prinsip-prinsip yang diterima secara umum dalam suatu disiplin ilmu.
Sebagai contoh, dalam teori ekonomi klasik, salah satu asumsi dasar adalah bahwa individu bertindak secara rasional dalam mengejar kepentingan pribadi mereka.
Asumsi ini kemudian digunakan untuk menjelaskan bagaimana individu membuat keputusan dalam berbagai situasi ekonomi.
Deduksi atau Hipotesis.
Deduksi, atau lebih dikenal sebagai hipotesis, adalah pernyataan yang diturunkan dari asumsi-asumsi dasar dan digunakan untuk menjelaskan atau meramalkan fenomena tertentu.
Hipotesis ini merupakan pernyataan yang dapat diuji secara empiris untuk menentukan apakah hubungan yang dijelaskan dalam teori benar atau salah.
Sebagai contoh, dalam teori motivasi, sebuah hipotesis mungkin menyatakan bahwa “Individu yang merasa diakui dalam pekerjaannya akan memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.” Hipotesis ini kemudian dapat diuji melalui penelitian empiris untuk menentukan apakah ada hubungan signifikan antara pengakuan kerja dan kepuasan kerja.
Definisi Operasional: Kalimat yang Menghubungkan Pernyataan Teoretis dengan Observasi Empiris.
Bagian terakhir dari struktur teori adalah definisi operasional.
Definisi operasional adalah kalimat-kalimat yang menghubungkan pernyataan-pernyataan teoretis dengan observasi yang mungkin dilakukan di dunia nyata.
Dengan kata lain, definisi operasional memberikan instruksi tentang bagaimana konsep-konsep yang ada dalam teori dapat diukur atau diamati secara empiris.
Sebagai contoh, dalam psikologi, konsep “stres” dapat didefinisikan secara operasional sebagai “tingkat kortisol dalam darah” atau “skor pada skala penilaian stres.” Definisi operasional ini memungkinkan peneliti untuk mengukur konsep abstrak seperti stres dengan cara yang dapat diobservasi dan diuji secara empiris.
Definisi operasional sangat penting dalam penelitian karena mereka menjembatani teori dengan data empiris.
Tanpa definisi operasional, sulit untuk menguji validitas atau keandalan sebuah teori, karena tidak ada cara yang jelas untuk menghubungkan proposisi teoretis dengan observasi dunia nyata.
Mengapa Kita Harus Peduli pada Teori? Apa Fungsi Teori?
Teori memainkan peran penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam bidang akademik dan ilmiah.
Meskipun teori sering dianggap sebagai sesuatu yang hanya relevan di dunia ilmiah atau akademik, kenyataannya teori memiliki dampak yang sangat praktis dalam berbagai aspek kehidupan.
Teori membantu kita memahami dunia di sekitar kita dengan cara yang lebih mendalam dan sistematis, serta memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang lebih baik.
Dalam esai ini, kita akan membahas mengapa teori penting, apa yang teori lakukan untuk kita, dan apa yang membuat suatu teori menjadi baik.
Mengapa Kita Harus Peduli? Apa yang Teori Lakukan?
Teori, secara fundamental, memberikan kerangka untuk memahami, mengklasifikasikan, dan memprediksi fenomena.
Melalui teori, kita dapat menemukan pola, memahami sebab-akibat, dan mengarahkan penelitian ke arah yang lebih bermakna.
Ada lima alasan utama mengapa teori penting dalam kehidupan kita:.
Membantu Kita Mengklasifikasikan Hal-Hal: Entitas, Proses, dan Hubungan Kausal.
Salah satu fungsi utama teori adalah membantu kita mengklasifikasikan berbagai hal.
Teori memberikan alat untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan entitas, proses, dan hubungan kausal di dunia.
Misalnya, dalam ilmu biologi, teori evolusi membantu kita mengklasifikasikan spesies berdasarkan asal-usul evolusioner mereka.
Dalam ilmu sosial, teori ekonomi membantu kita mengklasifikasikan berbagai jenis pasar dan hubungan antar pelaku ekonomi.
Dengan demikian, teori membantu menciptakan keteraturan dalam pemahaman kita tentang dunia, sehingga kita dapat memahami lebih baik berbagai fenomena yang tampaknya acak atau tidak terhubung.
Membantu Kita Memahami Bagaimana dan Mengapa Regularitas yang Sudah Diamati Terjadi.
Teori tidak hanya mengklasifikasikan fenomena, tetapi juga menjelaskan bagaimana dan mengapa hal-hal terjadi.
Dengan menggunakan teori, kita dapat mengungkap mekanisme di balik pola atau regularitas yang sudah diamati.
Sebagai contoh, teori gravitasi tidak hanya mengklasifikasikan fenomena gaya tarik-menarik antara benda-benda, tetapi juga menjelaskan mengapa benda-benda saling menarik.
Di dunia sosial, teori konflik membantu kita memahami mengapa konflik terjadi antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, dan faktor-faktor apa yang menyebabkan intensitas konflik meningkat atau menurun.
Melalui penjelasan ini, teori memberikan kita wawasan yang lebih dalam tentang fenomena yang terjadi di sekitar kita.
Membantu Kita Memprediksi Hubungan yang Belum Diamati
Salah satu kelebihan teori adalah kemampuannya untuk memprediksi fenomena yang belum diamati.
Teori memungkinkan kita merumuskan hipotesis tentang hubungan atau peristiwa yang belum terjadi, berdasarkan hubungan yang sudah diketahui.
Sebagai contoh, dalam fisika, teori relativitas memungkinkan para ilmuwan memprediksi adanya gelombang gravitasi jauh sebelum mereka dapat diukur secara langsung.
Dalam ilmu ekonomi, teori perilaku konsumen membantu meramalkan bagaimana orang akan bereaksi terhadap perubahan harga atau kebijakan.
Dengan kemampuan memprediksi ini, teori menjadi alat yang sangat kuat untuk merencanakan tindakan dan strategi di masa depan.
Mengarahkan Penelitian ke Arah yang Berguna.
Teori juga memiliki fungsi penting dalam penelitian ilmiah dan akademik.
Teori tidak hanya memberikan penjelasan atau prediksi, tetapi juga mengarahkan penelitian ke arah yang lebih berguna.
Melalui teori, peneliti dapat fokus pada pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik dan relevan, serta menghindari membuang waktu pada masalah yang kurang penting atau tidak dapat dipecahkan.
Teori juga memberikan kerangka kerja untuk merancang eksperimen dan menguji hipotesis.
Sebagai contoh, dalam bidang psikologi, teori perkembangan kognitif Piaget membantu peneliti memahami tahap-tahap perkembangan anak, dan dari situ, merancang eksperimen untuk mempelajari bagaimana anak-anak belajar.
Menjadi Dasar untuk Bertindak: “Tidak Ada yang Lebih Praktis dari Teori yang Baik”
Pernyataan klasik “Tidak ada yang lebih praktis dari teori yang baik” menunjukkan bahwa teori yang kuat tidak hanya berguna di dunia akademik, tetapi juga dalam pengambilan keputusan sehari-hari.
Teori membantu kita merancang kebijakan, strategi bisnis, atau intervensi sosial yang lebih efektif.
Sebagai contoh, teori perilaku organisasi memberikan landasan bagi para manajer untuk mengambil keputusan yang lebih baik dalam mengelola karyawan dan memotivasi tim.
Teori perubahan iklim memberikan dasar ilmiah bagi para pemimpin dunia untuk merumuskan kebijakan yang bertujuan mengurangi dampak negatif perubahan iklim.
Dalam konteks ini, teori bukan hanya alat akademis, tetapi juga instrumen praktis yang memberikan panduan dalam mengambil tindakan yang tepat.
Apa yang Membuat Teori Menjadi Baik?
Tidak semua teori diciptakan sama.
Beberapa teori lebih baik dari yang lain dalam menjelaskan fenomena dan memberikan wawasan yang mendalam.
Ada beberapa karakteristik utama yang membuat suatu teori dianggap baik dan berguna:.
Kesederhanaan: Kemampuan untuk Menjelaskan dalam Istilah dan Pernyataan yang Relatif Sedikit.
Salah satu ciri teori yang baik adalah kesederhanaannya, atau yang dalam istilah akademis sering disebut sebagai “parsimony”.
Teori yang baik mampu menjelaskan fenomena yang kompleks dengan menggunakan sedikit konsep dan pernyataan.
Kesederhanaan ini penting karena teori yang terlalu rumit atau berbelit-belit sering kali sulit dipahami dan diterapkan.
Sebuah teori yang baik adalah teori yang cukup sederhana untuk dipahami, namun cukup kuat untuk menjelaskan banyak hal.
Sebagai contoh, teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin sederhana dalam penjelasannya tentang seleksi alam, tetapi mampu menjelaskan berbagai fenomena biologis yang sangat kompleks.
Luasnya Fenomena yang Dijelaskan.
Teori yang baik memiliki kemampuan untuk menjelaskan berbagai fenomena yang beragam.
Semakin luas cakupan fenomena yang dapat dijelaskan oleh suatu teori, semakin besar kemungkinannya untuk diakui sebagai teori yang kuat.
Sebagai contoh, teori relativitas Einstein tidak hanya menjelaskan fenomena gravitasi di Bumi, tetapi juga menjelaskan bagaimana benda-benda bergerak di seluruh alam semesta.
Dalam ilmu sosial, teori perilaku organisasi dapat digunakan untuk memahami dinamika di berbagai jenis organisasi, mulai dari bisnis hingga lembaga nirlaba.
Akurasi dalam Memprediksi Fenomena Baru.
Teori yang baik tidak hanya menjelaskan fenomena yang sudah diketahui, tetapi juga mampu memprediksi fenomena baru dengan akurasi tinggi.
Sebagai contoh, teori medan kuantum dalam fisika tidak hanya menjelaskan fenomena yang sudah diamati, tetapi juga memprediksi adanya partikel-partikel baru yang kemudian berhasil ditemukan melalui eksperimen.
Dalam ekonomi, teori Keynesian memprediksi bahwa intervensi pemerintah dalam perekonomian dapat mencegah depresi yang berkepanjangan, sebuah prediksi yang terbukti benar selama krisis ekonomi.
Akurasi prediksi ini adalah salah satu indikator kekuatan dan keandalan teori.
Kemampuan untuk Dibantah.
Teori yang baik harus memiliki kemampuan untuk diuji dan, jika perlu, dibantah.
Dalam istilah Karl Popper, teori yang baik harus “falsifiable” atau dapat dibuktikan salah melalui pengujian empiris.
Jika sebuah teori tidak dapat diuji atau dibantah, maka teori tersebut tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi pengetahuan ilmiah.
Sebagai contoh, teori relativitas Einstein berhasil diuji dalam berbagai eksperimen dan pengamatan astronomi, dan telah bertahan dalam berbagai pengujian ini.
Sebaliknya, jika suatu teori tidak dapat diuji secara empiris, maka teori tersebut tidak memiliki nilai ilmiah.
Apa yang Membuat Teori Berguna?
Teori tidak hanya berfungsi untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena, tetapi juga sebagai alat yang berguna dalam penelitian dan kehidupan sehari-hari.
Teori yang berguna adalah teori yang mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan dapat diterapkan dalam berbagai konteks untuk memecahkan masalah.
Teori yang baik tidak hanya menjelaskan hubungan antara variabel, tetapi juga memberi tahu kita kapan hubungan tersebut dapat diharapkan muncul, mengapa hubungan tersebut terjadi, serta membuka peluang untuk ide-ide baru.
Dalam esai ini, kita akan membahas tiga aspek utama yang membuat sebuah teori berguna: moderator, mediator, dan “makna surplus”.
Moderator: Variabel yang Memberi Tahu Kapan Hubungan Dapat Diantisipasi
Salah satu elemen penting dari teori yang berguna adalah kemampuan teori tersebut untuk menjelaskan kapan hubungan antar variabel akan diamati dan kapan tidak.
Dalam hal ini, moderator adalah variabel yang memoderasi atau mengubah kekuatan atau arah hubungan antara dua variabel lainnya.
Moderators memberitahu kita di bawah kondisi apa hubungan tersebut berlaku, dan di bawah kondisi apa hubungan itu mungkin tidak berlaku.
Sebagai contoh, dalam psikologi organisasi, hubungan antara stres kerja dan produktivitas karyawan bisa dimoderasi oleh dukungan sosial.
Artinya, stres kerja mungkin berdampak negatif terhadap produktivitas hanya ketika karyawan tidak menerima dukungan sosial dari rekan kerjanya atau manajernya.
Di sisi lain, ketika dukungan sosial ada, hubungan antara stres dan produktivitas mungkin menjadi lemah atau bahkan tidak ada.
Dalam konteks ini, dukungan sosial bertindak sebagai moderator yang menjelaskan kapan dan dalam kondisi apa stres kerja mempengaruhi produktivitas.
Moderator memberikan kejelasan tambahan tentang kapan dan di mana hubungan antar variabel dapat berlaku.
Ini sangat penting dalam penelitian karena memungkinkan peneliti untuk merancang studi yang lebih tepat sasaran, dan memungkinkan pengambil keputusan untuk mengetahui kapan dan bagaimana menerapkan temuan-teoritis dalam konteks nyata.
Mediator: Variabel yang Menjelaskan Bagaimana atau Mengapa Hubungan Terjadi.
Selain moderator, mediator adalah elemen penting lain yang membuat teori berguna.
Mediator adalah variabel yang menjelaskan bagaimana atau mengapa hubungan antara dua variabel terjadi.
Dengan kata lain, mediator adalah proses yang menjembatani hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Sebagai contoh, dalam ilmu perilaku, teori bisa menyatakan bahwa motivasi berperan sebagai mediator dalam hubungan antara pengakuan kinerja dan kepuasan kerja.
Artinya, pengakuan kinerja tidak secara langsung meningkatkan kepuasan kerja, tetapi terlebih dahulu meningkatkan motivasi karyawan, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan kerja.
Dalam contoh ini, motivasi adalah mediator yang menjelaskan bagaimana pengakuan kinerja berdampak pada kepuasan kerja.
Mediator memberikan wawasan lebih dalam tentang mekanisme yang bekerja di balik hubungan antar variabel.
Dengan memahami mediator, kita tidak hanya mengetahui bahwa suatu hubungan ada, tetapi juga mengapa dan bagaimana hubungan itu terjadi.
Ini penting karena membantu memperdalam pemahaman kita tentang fenomena dan memungkinkan pengembangan intervensi yang lebih efektif berdasarkan proses yang diidentifikasi.
“Surplus Meaning”: Membuka Jalan bagi Ide-Ide Baru.
Salah satu aspek yang sering kali diabaikan namun sangat penting dari teori yang berguna adalah apa yang disebut sebagai “makna surplus”.
Ini berarti bahwa teori yang baik tidak hanya memberikan penjelasan atau prediksi, tetapi juga mengarah pada ide-ide baru yang mungkin tidak akan muncul tanpa adanya teori tersebut.
Teori yang memiliki “makna surplus” memicu pemikiran kreatif dan eksplorasi lebih lanjut di luar cakupan langsung dari teori itu sendiri.
Sebagai contoh, teori evolusi telah memicu kontroversi, terutama ketika diterapkan pada manusia, tetapi tidak dapat disangkal bahwa teori ini telah menghasilkan banyak ide dan prediksi baru yang tidak mungkin muncul dari teori lain.
Teori evolusi memprediksi bagaimana spesies dapat berubah seiring waktu, dan meskipun beberapa orang mungkin menentang penerapan teori ini pada manusia, teori ini tetap menghasilkan banyak prediksi yang tidak dapat dijelaskan oleh teori lainnya.
Contoh lain dari makna surplus adalah dalam ekonomi.
Teori ekonomi Keynesian, yang awalnya difokuskan pada intervensi pemerintah untuk mengelola siklus ekonomi, telah mendorong berbagai ide tentang peran pemerintah dalam menstabilkan perekonomian dan mengurangi pengangguran.
Ide-ide ini mungkin tidak akan muncul tanpa teori Keynesian yang membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut.
Makna surplus dari teori membuat teori tersebut jauh lebih dari sekadar alat untuk menjelaskan dan memprediksi.
Ini memberikan fondasi intelektual untuk pengembangan ide-ide baru dan menciptakan peluang untuk eksplorasi lebih lanjut di bidang yang mungkin tidak terduga sebelumnya.
Oleh karena itu, teori yang berguna tidak hanya membantu kita memahami dunia saat ini, tetapi juga memicu pemikiran baru untuk memahami dunia yang akan datang.
Tingkatan Teori: Dari Paradigma hingga Generalisasi Empiris.
Teori merupakan alat intelektual yang digunakan untuk menjelaskan, memprediksi, dan memahami berbagai fenomena dalam ilmu pengetahuan, baik di bidang alam maupun sosial.
Namun, tidak semua teori memiliki cakupan atau tujuan yang sama.
Beberapa teori dirancang untuk memberikan kerangka besar yang menjelaskan seluruh bidang pengetahuan, sementara yang lain lebih fokus pada masalah-masalah spesifik yang dapat diuji secara empiris.
Dalam esai ini, kita akan membahas tiga tingkatan teori: “grand theory” atau paradigma, teori tingkat menengah, dan generalisasi empiris yang dekat dengan data.
Tingkatan Teori.
Teori dalam ilmu pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan berdasarkan cakupan, tujuan, dan kedekatannya dengan data.
Setiap tingkat teori memiliki peran yang berbeda dalam membantu kita memahami dunia, mulai dari memberikan kerangka besar hingga menghasilkan generalisasi empiris yang dapat diuji secara langsung.
Berikut adalah tiga tingkatan utama teori:.
“Grand Theory” atau Paradigma: Kerangka Besar yang Luas.
Pada tingkat paling tinggi, kita memiliki apa yang disebut sebagai grand theory atau paradigma.
Grand theory adalah kerangka besar dan umum yang memberikan landasan teoretis untuk seluruh bidang atau sub-bidang ilmu pengetahuan.
Teori ini tidak dirancang untuk diuji secara langsung, melainkan untuk mengatur dan mengarahkan studi lebih lanjut dalam disiplin tersebut.
Paradigma memberikan pemahaman umum tentang asumsi dasar mengenai subjek yang sedang dipelajari, masalah-masalah penting yang harus ditangani, serta metode yang dapat diterima untuk mempelajari subjek tersebut.
Salah satu contoh grand theory adalah teori pilihan rasional (rational choice theory), yang mengasumsikan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang menghitung biaya dan manfaat dari tindakan mereka, lalu bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik mereka.
Paradigma ini memberikan kerangka untuk mempelajari perilaku manusia dalam berbagai konteks, seperti ekonomi, politik, dan sosiologi.
Contoh lain adalah teori evolusi melalui seleksi alam.
Teori ini berfungsi sebagai paradigma dalam biologi dan memberikan kerangka untuk memahami bagaimana spesies berubah dan beradaptasi seiring waktu.
Paradigma ini menjelaskan prinsip dasar evolusi tanpa harus diuji dalam satu eksperimen tunggal.
Namun, paradigma ini memberikan landasan bagi berbagai teori tingkat menengah yang lebih spesifik, yang dapat diuji secara empiris.
Paradigma memberikan peta besar tentang bagaimana kita memahami subjek tertentu, menjelaskan asumsi dasar tentang fenomena yang sedang dipelajari, serta menentukan apa yang dianggap penting untuk dipelajari dan bagaimana cara terbaik untuk mempelajarinya.
Meskipun tidak dapat diuji secara langsung, grand theory atau paradigma sangat penting dalam mengarahkan studi ilmiah selama beberapa generasi.
Teori Tingkat Menengah: Berbasis pada Paradigma.
Di tingkat berikutnya, kita menemukan teori tingkat menengah.
Teori ini lebih spesifik daripada grand theory dan dapat diuji secara empiris.
Teori tingkat menengah dihasilkan dari kerangka dan asumsi yang ditetapkan oleh paradigma.
Teori ini dirancang untuk menjelaskan fenomena yang lebih spesifik dan sering kali dapat diuji melalui eksperimen, survei, atau studi lapangan.
Contoh dari teori tingkat menengah adalah teori pencegahan (deterrence theory), yang berasal dari paradigma pilihan rasional.
Teori pencegahan berhipotesis bahwa ancaman hukuman yang berat akan mencegah orang dari melakukan tindakan kriminal, karena mereka akan mempertimbangkan risiko hukuman tersebut.
Teori ini dapat diuji melalui studi empiris yang menganalisis bagaimana kebijakan hukuman yang lebih keras mempengaruhi tingkat kejahatan di masyarakat.
Contoh lain adalah teori identitas (identity theory), yang berasal dari paradigma interaksi simbolik (symbolic interactionism).
Teori identitas menjelaskan bagaimana individu mengembangkan identitas mereka melalui interaksi dengan orang lain dan simbol-simbol sosial.
Teori ini juga dapat diuji melalui penelitian kualitatif yang mengeksplorasi bagaimana identitas individu dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka.
Teori tingkat menengah berfungsi untuk menjembatani antara paradigma yang lebih luas dengan generalisasi empiris yang lebih spesifik.
Teori ini memberikan wawasan yang lebih terfokus tentang bagaimana fenomena tertentu bekerja dalam kerangka paradigma yang lebih besar.
Dekat dengan Data: Generalisasi Empiris.
Pada tingkat paling spesifik, kita memiliki teori atau konsep yang sering kali disebut sebagai generalisasi empiris.
Generalisasi empiris adalah pernyataan atau temuan yang dihasilkan langsung dari data dan pengamatan empiris.
Teori-teori ini biasanya muncul dari analisis data dan memberikan penjelasan sederhana tentang hubungan yang telah diamati.
Generalisasi empiris sering kali tidak didasarkan pada asumsi teoretis yang kompleks atau kerangka besar, tetapi lebih pada pola-pola yang diamati dalam data.
Misalnya, dalam penelitian sosial, generalisasi empiris mungkin berupa temuan bahwa “orang yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki penghasilan yang lebih tinggi.”
Pernyataan ini tidak memberikan penjelasan mendalam tentang mengapa hubungan tersebut ada, tetapi hanya mencatat pola yang diamati dalam data.
Generalisasi empiris sangat berguna karena memberikan informasi langsung yang dapat digunakan untuk membuat keputusan atau merumuskan kebijakan.
Namun, karena generalisasi ini tidak memiliki fondasi teoretis yang kuat, mereka sering kali hanya menjelaskan fenomena dalam konteks yang sangat spesifik dan mungkin tidak berlaku di luar konteks tersebut.
Membangun Blok Teori: Konsep dan Variabel.
Teori dalam ilmu sosial, seperti dalam disiplin ilmu lainnya, dibangun dari komponen-komponen dasar yang membantu kita memahami dan menjelaskan fenomena yang kompleks.
Dua blok utama dalam pembangunan teori adalah konsep dan variabel.
Keduanya bekerja sama untuk merumuskan penjelasan yang koheren tentang dunia sosial, dan mereka menjadi dasar dalam setiap upaya teoretis dan penelitian ilmiah.
Dalam esai ini, kita akan membahas apa itu konsep dan variabel, bagaimana proses konseptualisasi dan operasionalisasi berlangsung, serta pentingnya indikator dalam menjelaskan konsep.
Apa Itu Konsep Abstrak?
Sebuah konsep abstrak adalah kata yang merangkum banyak pengamatan konkret dan mewakili apa yang mereka miliki secara umum.
Dengan kata lain, konsep abstrak adalah kata atau istilah yang digunakan untuk menyimpulkan berbagai aspek dari fenomena yang kita amati, dan menggabungkan ciri-ciri yang mereka miliki bersama dalam satu istilah.
Sebagai contoh, konsep “demokrasi” mengacu pada bentuk pemerintahan tertentu dengan karakteristik tertentu, seperti pemungutan suara oleh rakyat yang diperintah, kebebasan berpendapat, dan adanya sistem hukum yang berlaku adil.
Konsep ini merangkum banyak ciri yang berbeda tetapi terikat dalam prinsip umum pemerintahan oleh rakyat.
Contoh lain adalah “anjing.” Konsep ini mengacu pada kategori hewan tertentu dengan serangkaian karakteristik yang dapat dijelaskan, seperti memiliki empat kaki, berbulu, menggonggong (biasanya), dan memiliki ekor (biasanya).
Istilah “anjing” merangkum karakteristik yang umumnya dimiliki oleh semua hewan yang termasuk dalam kategori ini.
Dengan demikian, konsep abstrak membantu kita dalam merangkum pengamatan-pengamatan konkret dan mengklasifikasikan fenomena dalam kategori yang lebih luas dan lebih mudah dipahami.
Konsep dalam Ilmu Sosial.
Dalam ilmu sosial, konsep digunakan untuk menyimpulkan serangkaian perilaku atau kualitas tertentu yang diamati, dan mencoba memindahkannya ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi.
Konsep-konsep ini merangkum berbagai dimensi sosial yang berbeda dan sering kali membantu dalam memahami dan menjelaskan fenomena yang lebih kompleks.
Beberapa contoh konsep dalam ilmu sosial adalah harga diri, altruisme, kelas sosial, prasangka, dan kompleksitas organisasi.
Misalnya, harga diri merangkum kualitas persepsi individu terhadap nilai diri mereka sendiri, sementara prasangka merujuk pada serangkaian sikap negatif yang dimiliki seseorang terhadap kelompok lain.
Selain itu, dalam ilmu ekonomi, produk domestik bruto (PDB) adalah konsep abstrak yang merangkum total nilai ekonomi dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara dalam periode waktu tertentu.
Konsep-konsep ini membantu kita dalam mempelajari perilaku dan dinamika masyarakat dengan cara yang lebih terstruktur.
Proses Konseptualisasi.
Konseptualisasi adalah proses di mana kita menentukan apa yang kita maksud dengan suatu istilah.
Konseptualisasi adalah langkah penting dalam pengembangan teori karena memberikan definisi yang jelas dan terukur tentang apa yang akan dipelajari.
Tanpa proses konseptualisasi yang tepat, kita mungkin akan berbicara tentang hal yang sama tetapi dengan pengertian yang berbeda.
Misalnya, mari kita ambil konsep “harga diri.
” Untuk dapat mengukur harga diri, kita harus terlebih dahulu menentukan apa yang dimaksud dengan istilah tersebut.
Apakah harga diri mengacu pada rasa percaya diri seseorang dalam interaksi sosial, atau apakah itu mencakup evaluasi keseluruhan terhadap nilai diri mereka sendiri? Konseptualisasi yang jelas membantu kita menentukan batasan konsep dan bagaimana kita akan mengukurnya.
Variabel, Konstanta, dan Atribut.
Dalam penelitian ilmiah, istilah variabel mengacu pada konsep yang dapat mengambil lebih dari satu nilai.
Dengan kata lain, variabel adalah konsep yang bisa bervariasi antara individu atau situasi yang berbeda.
Sebagai contoh, jenis kelamin adalah variabel karena dapat memiliki nilai yang berbeda, seperti laki-laki, perempuan, atau non-biner.
Pendapatan juga merupakan variabel karena jumlah pendapatan seseorang dapat berbeda-beda.
Sebaliknya, konstanta adalah konsep yang hanya memiliki satu nilai dalam konteks tertentu.
Misalnya, jika kita meneliti jenis kelamin di sebuah universitas khusus perempuan seperti Mills College, maka jenis kelamin bisa dianggap sebagai konstanta di antara mahasiswa sarjana di sana, karena semuanya perempuan.
Atribut adalah nilai khusus dari suatu variabel dalam suatu kasus tertentu.
Sebagai contoh, dalam variabel jenis kelamin, nilai atribut untuk seorang individu bisa “laki-laki,” “perempuan,” atau “non-biner.” Atribut membantu kita mengidentifikasi nilai spesifik yang terkait dengan variabel dalam setiap kasus yang diteliti.
Apa Itu Operasionalisasi?
Operasionalisasi adalah proses “mengkonkretkan” abstraksi atau membuat konsep yang abstrak menjadi sesuatu yang dapat diukur secara empiris.
Operasionalisasi melibatkan langkah-langkah spesifik untuk mengidentifikasi nilai kasus pada variabel tertentu.
Sebagai contoh, jika kita ingin mengukur “harga diri,” kita harus menentukan bagaimana kita akan mengukur konsep tersebut dalam kenyataan.
Apakah kita akan menggunakan survei? Jika demikian, pertanyaan apa yang harus kita tanyakan untuk mengukur harga diri? Proses ini disebut sebagai operasionalisasi, karena kita mengambil konsep abstrak (harga diri) dan mengubahnya menjadi sesuatu yang dapat diukur (misalnya, skor pada survei harga diri).
Proses ini penting karena tanpa operasionalisasi yang baik, kita tidak dapat melakukan pengukuran yang valid atau andal terhadap konsep-konsep yang sedang kita teliti.
Konsep, Variabel, dan Indikator: Contoh Harga Diri.
Untuk lebih memahami hubungan antara konsep, variabel, dan indikator, mari kita ambil harga diri sebagai contoh:.
Konsep: Definisi harga diri, yaitu persepsi individu tentang nilai diri mereka sendiri.
Variabel: Harga diri yang dilaporkan sendiri oleh individu melalui survei.
Indikator: Sepuluh item yang membentuk Skala Harga Diri Rosenberg, yang mengukur seberapa positif atau negatif perasaan individu terhadap diri mereka sendiri, bersama dengan kategori jawaban untuk setiap item.
Atribut: Skor spesifik yang diperoleh individu pada skala tersebut.
Dalam kasus ini, konsep abstrak “harga diri” dioperasionalisasi melalui penggunaan survei yang berisi pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dirancang untuk mengukur persepsi individu terhadap diri mereka sendiri.
Jawaban individu pada survei tersebut kemudian menghasilkan skor, yang menjadi indikator atau ukuran konkret dari variabel harga diri.
Proposisi dalam Teori Sosial: Menjelajahi Hipotesis dan Generalisasi Empiris.
Dalam teori sosial, proposisi berfungsi sebagai “mortar” yang mengikat konsep-konsep dan variabel-variabel menjadi kerangka yang koheren.
Proposisi adalah pernyataan mengenai hubungan atau fakta tentang satu atau lebih variabel.
Proposisi adalah dasar dari pengembangan teori, karena melalui proposisi inilah peneliti dapat merumuskan hipotesis dan membuat generalisasi empiris berdasarkan pengamatan.
Dalam esai ini, kita akan mengeksplorasi dua jenis proposisi dalam ilmu sosial, perbedaan antara proposisi univariat dan bivariat, serta proses pengembangan dan perubahan teori.
Contoh lainnya mengenai hierarki teori adalah sebagai berikut:.
Levels of Evolutionary Analysis dalam psikologi evolusioner.
General Evolutionary Theory:.
Teori evolusi secara umum diwakili oleh Evolution by Natural Selection (Evolusi melalui seleksi alam).
Ini adalah level tertinggi dalam hierarki dan menjadi dasar bagi teori-teori evolusioner yang lebih spesifik.
Middle-Level Evolutionary Theories:.
Ini adalah teori evolusi tingkat menengah yang menjembatani teori evolusi umum dan hipotesis evolusi spesifik.
Contoh teori di tingkat ini adalah:.
Theory of Parasite-Host Coevolution (Teori ko-evolusi parasit-inang).
Theory of Parental Investment and Sexual Selection (Teori investasi orang tua dan seleksi seksual).
Theory of Reciprocal Altruism (Teori altruisme timbal balik).
Specific Evolutionary Hypotheses:.
Setiap teori tingkat menengah menghasilkan hipotesis spesifik mengenai perilaku atau mekanisme psikologis yang mungkin berevolusi.
Contohnya:.
Hipotesis 1: Dalam spesies di mana jenis kelamin berbeda dalam investasi orang tua, jenis kelamin yang lebih banyak berinvestasi akan lebih selektif dalam memilih pasangan.
Hipotesis 2: Di mana laki-laki terkadang memberikan sumber daya untuk keturunan, perempuan akan memilih pasangan berdasarkan kemampuan dan kesediaan mereka untuk memberikan sumber daya.
Hipotesis 3: Anggota jenis kelamin yang lebih sedikit berinvestasi dalam keturunan akan lebih kompetitif untuk akses kawin dengan jenis kelamin yang lebih banyak berinvestasi.
Specific Predictions Derived from Hypotheses:.
Dari hipotesis-hipotesis ini, dibuat prediksi-prediksi spesifik yang bisa diuji.
Misalnya:.
Prediksi 1: Perempuan telah berevolusi dengan preferensi untuk pria yang memiliki status tinggi.
Prediksi 2: Perempuan menunjukkan preferensi untuk pria yang menunjukkan tanda-tanda kesediaan berinvestasi pada mereka dan anak-anak mereka.
Prediksi 3: Perempuan akan menceraikan pria yang gagal memberikan sumber daya yang diharapkan jika mereka bisa mendapatkan pasangan yang lebih baik di “pasar kawin.”.
Hal ini menunjukkan bagaimana teori evolusi diterapkan dalam psikologi evolusioner untuk mengembangkan hipotesis spesifik tentang perilaku manusia, dan bagaimana prediksi yang dapat diuji dihasilkan dari hipotesis ini.
Proposisi dalam Ilmu Sosial.
Proposisi adalah pernyataan faktual yang menghubungkan satu atau lebih variabel, yang memberikan dasar bagi pengembangan teori dan penelitian ilmiah.
Dalam ilmu sosial, ada dua jenis proposisi yang umum digunakan:.
Hipotesis: Pernyataan tentang Temuan atau Hubungan yang Diharapkan.
Hipotesis adalah pernyataan mengenai temuan atau hubungan yang diharapkan, namun belum didukung oleh bukti empiris.
Dengan kata lain, hipotesis adalah proposisi yang masih bersifat prediktif dan perlu diuji melalui penelitian.
Hipotesis merumuskan apa yang peneliti harapkan untuk ditemukan berdasarkan teori atau pengamatan sebelumnya.
Contoh hipotesis dalam ilmu sosial adalah: “Mahasiswa di kampus utara lebih mendukung aksi afirmatif daripada mahasiswa di kampus selatan.” Ini adalah pernyataan prediktif tentang hubungan antara lokasi geografis dan sikap terhadap aksi afirmatif, yang belum diuji secara empiris.
Generalisasi Empiris: Pernyataan tentang Temuan yang Sudah Diamati.
Sebaliknya, generalisasi empiris adalah pernyataan yang melaporkan temuan atau hubungan yang telah diamati.
Generalisasi empiris didasarkan pada data empiris yang dikumpulkan dari penelitian, dan berfungsi sebagai laporan tentang hubungan antara variabel yang telah diverifikasi.
Contoh generalisasi empiris adalah: “Sebagian besar mahasiswa di kampus Madison mendukung beberapa bentuk aksi afirmatif.” Ini adalah pernyataan faktual berdasarkan pengamatan atau data survei yang dikumpulkan dari mahasiswa di kampus tersebut.
Proposisi Univariat dan Bivariat.
Proposisi dalam ilmu sosial dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jumlah variabel yang terlibat: proposisi univariat dan proposisi bivariat.
Proposisi Univariat.
Proposisi univariat melibatkan hanya satu variabel.
Proposisi ini sering kali berfokus pada distribusi atau preferensi populasi terhadap satu konsep atau fenomena.
Contoh proposisi univariat adalah: “Mayoritas orang Amerika mendukung hukuman mati.” Dalam pernyataan ini, hanya ada satu variabel yang sedang diamati, yaitu dukungan terhadap hukuman mati.
Proposisi Bivariat.
Proposisi bivariat menyatakan hubungan (diharapkan atau diamati) antara dua variabel.
Proposisi ini menunjukkan bahwa perubahan pada satu variabel terkait dengan perubahan pada variabel lainnya.
Proposisi bivariat sering kali digunakan dalam hipotesis yang menghubungkan dua konsep yang berbeda.
Contoh proposisi bivariat adalah: “Voters in states that do not have the death penalty are more likely to oppose it than voters in states that do have the death penalty.” Di sini, ada dua variabel: status hukuman mati di suatu negara bagian dan sikap terhadap hukuman mati.
Proposisi ini menyatakan bahwa perbedaan dalam status hukuman mati terkait dengan perbedaan dalam sikap publik terhadapnya.
Bagaimana Teori Berkembang dan Berubah?.
Teori dalam ilmu sosial tidak statis; mereka terus berkembang seiring dengan munculnya bukti baru, tantangan baru, dan temuan empiris yang diverifikasi.
Proses pengembangan teori melibatkan beberapa langkah penting yang memungkinkan teori untuk disesuaikan atau bahkan diubah sepenuhnya berdasarkan temuan-temuan baru.
Proses Pengembangan Teori.
Pengembangan teori mengikuti proses yang melibatkan pengujian empiris dan penyesuaian berdasarkan hasil pengujian tersebut.
Ada beberapa langkah penting dalam proses ini:.
Pengembangan Teori dalam Paradigma.
Teori biasanya dikembangkan dalam kerangka paradigma yang lebih besar.
Paradigma menyediakan kerangka umum yang mencakup asumsi dasar tentang dunia sosial, masalah apa yang penting untuk dipelajari, dan metode yang dapat diterima untuk penelitian.
Teori tingkat menengah muncul dari paradigma ini dan bertujuan untuk menjelaskan aspek-aspek spesifik dari fenomena sosial.
Pengujian Empiris.
Setelah teori dikembangkan, langkah berikutnya adalah pengujian empiris melalui derivasi hipotesis dan pelaksanaan penelitian.
Hipotesis yang berasal dari teori diuji menggunakan data yang dikumpulkan melalui eksperimen, survei, atau metode penelitian lainnya.
Dalam tahap ini, hipotesis-hipotesis akan dikonfirmasi atau tidak dikonfirmasi berdasarkan hasil penelitian.
Penyesuaian Teori Berdasarkan Temuan.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, teori dapat disesuaikan.
Misalnya, jika hipotesis tertentu tidak didukung oleh bukti, peneliti dapat memperkenalkan variabel moderator yang memengaruhi hubungan antar variabel dalam teori.
Sebagai contoh, teori pencegahan dalam ilmu sosial menyatakan bahwa ancaman hukuman dapat mencegah kejahatan, tetapi bukti menunjukkan bahwa efek ini bergantung pada variabel moderator seperti persepsi individu terhadap hukuman atau lingkungan sosial di mana mereka berada.
Eksperimen Kritis untuk Mempertimbangkan Teori yang Berbeda.
Ketika ada beberapa teori dalam satu paradigma atau di antara paradigma yang berbeda, peneliti dapat melakukan “eksperimen kritis” untuk menilai teori mana yang lebih baik menjelaskan fenomena yang diamati.
Eksperimen ini dirancang untuk membandingkan dua teori secara langsung dan menguji hipotesis yang berasal dari masing-masing teori.
Replikasi dan Perluasan.
Pengembangan teori yang solid memerlukan proses replikasi dan perluasan.
Ini berarti teori yang diusulkan harus diuji kembali dalam konteks yang berbeda untuk memastikan validitas dan reliabilitasnya.
Replikasi memberikan kepastian bahwa hasil penelitian sebelumnya bukan hanya kebetulan, sementara perluasan membantu memahami apakah teori tersebut dapat diterapkan dalam kondisi yang lebih luas atau berbeda.
Contoh dari Pengembangan Teori: Eksperimen Pencegahan.
Sebagai contoh dalam pengembangan teori, teori pencegahan menyatakan bahwa ancaman hukuman dapat mencegah orang melakukan kejahatan.
Melalui eksperimen dan pengujian empiris, ditemukan bahwa pencegahan tidak selalu bekerja sesuai yang diharapkan, terutama jika pelaku kriminal tidak merasakan ancaman hukuman secara nyata atau tidak percaya bahwa mereka akan tertangkap.
Peneliti kemudian menyesuaikan teori ini dengan memasukkan variabel moderator seperti persepsi terhadap risiko hukuman.
Paradigma Pergeseran: Struktur Revolusi Ilmiah menurut Thomas Kuhn.
Dalam karyanya yang sangat berpengaruh, The Structure of Scientific Revolutions, Thomas Kuhn memperkenalkan konsep pergeseran paradigma yang secara mendasar mengubah cara kita memahami perkembangan ilmu pengetahuan.
Kuhn berpendapat bahwa ilmu pengetahuan tidak berkembang secara linear melalui akumulasi pengetahuan baru, tetapi melalui serangkaian perubahan revolusioner yang terjadi ketika teori-teori lama tidak lagi mampu menjelaskan fenomena yang diamati.
Pergeseran paradigma ini menggeser model atau kerangka kerja lama dengan teori baru yang lebih baik dalam menjelaskan fenomena tersebut.
Dalam esai ini, kita akan membahas tiga tahap penting dalam pergeseran paradigma yang dikemukakan oleh Kuhn: normal science (ilmu normal), krisis, dan suksesi paradigma baru, serta refleksi Kuhn mengenai konsep “kebenaran.”.
Tahapan Pergeseran Paradigma.
Kuhn mengidentifikasi tiga tahap utama dalam proses pergeseran paradigma: tahap normal science, tahap krisis, dan tahap suksesi paradigma baru.
Setiap tahap ini memainkan peran penting dalam mengubah cara komunitas ilmiah memahami dan menerapkan teori-teori mereka.
Tahap Normal Science.
Pada tahap normal science, ilmuwan bekerja dalam paradigma yang diterima secara luas dan menggunakan teori serta metode yang sudah mapan untuk memecahkan masalah ilmiah.
Paradigma ini menyediakan kerangka kerja atau model yang diikuti oleh komunitas ilmiah, dan masalah yang ditangani biasanya berada dalam batas-batas yang ditentukan oleh paradigma tersebut.
Selama periode ilmu normal, peneliti berfokus pada pemecahan teka-teki atau puzzle solving, yaitu menerapkan teori yang ada untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik tanpa mempertanyakan paradigma yang mendasarinya.
Sebagai contoh, dalam fisika klasik, teori Newton menjadi paradigma dominan selama berabad-abad.
Para ilmuwan menggunakan hukum-hukum Newton untuk menjelaskan berbagai fenomena fisik, dari gerak planet hingga mekanika dasar.
Selama periode ini, pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul dalam disiplin fisika dijawab dengan menggunakan prinsip-prinsip Newtonian tanpa mempertanyakan validitas paradigma itu sendiri.
Tahap Krisis.
Seiring berjalannya waktu, teori-teori dalam paradigma lama mulai mengalami masalah.
Paradigma yang ada tidak lagi dapat menjelaskan semua fenomena yang diamati, dan semakin banyak anomali muncul.
Anomali ini adalah temuan-temuan yang tidak dapat dijelaskan oleh teori yang ada dan sering kali mendorong ilmuwan untuk mempertimbangkan teori baru yang dapat menjelaskan fenomena tersebut.
Dalam tahap krisis, teori-teori baru muncul yang menawarkan penjelasan yang lebih baik daripada teori-teori lama.
Teori-teori baru ini mampu memprediksi fenomena dengan lebih akurat atau memberikan penjelasan yang lebih komprehensif tentang anomali yang tidak bisa dijelaskan oleh paradigma lama.
Namun, meskipun teori baru tampak lebih baik, itu tidak berarti secara otomatis teori baru akan diterima oleh komunitas ilmiah.
Ada beberapa alasan mengapa teori baru tidak segera menggantikan teori lama:.
Komitmen emosional dan ego: Para ilmuwan yang telah menghabiskan karier mereka untuk mendalami paradigma lama mungkin memiliki keterikatan emosional atau ego yang kuat terhadap teori yang mereka pertahankan.
Menerima teori baru berarti mengakui bahwa karier atau penelitian mereka sebelumnya mungkin didasarkan pada dasar yang salah.
Dukungan sosial, norma, dan sanksi: Komunitas ilmiah adalah lingkungan sosial yang diatur oleh norma-norma tertentu.
Ketika teori baru muncul, para pendukungnya sering menghadapi perlawanan dari ilmuwan yang telah lama berada dalam paradigma lama.
Norma-norma sosial dan sanksi dapat mempengaruhi penerimaan teori baru.
Misalnya, hasil-hasil penelitian yang mendukung teori baru dapat ditolak untuk dipublikasikan atau diabaikan oleh jurnal-jurnal ilmiah yang mapan.
Ridicule atau penolakan: Dalam beberapa kasus, para pendukung teori baru dapat dicemooh atau diabaikan oleh komunitas ilmiah.
Contohnya adalah istilah “Tolmaniacs,” yang merujuk pada pengikut teori Edward Tolman dalam ilmu perilaku.
Teori-teori Tolman awalnya ditolak oleh ilmuwan yang mendukung teori Hull, meskipun akhirnya teori Tolman terbukti lebih tepat.
Meskipun demikian, krisis ini penting dalam mengarahkan ilmuwan untuk mempertimbangkan solusi alternatif dan membuka jalan bagi perubahan paradigma.
Tahap Suksesi Paradigma Baru.
Pada akhirnya, ketika jumlah data yang mendukung teori baru semakin banyak dan model lama menjadi tidak dapat dipertahankan, teori baru menggantikan paradigma lama.
Ini disebut sebagai tahap suksesi, di mana paradigma baru akhirnya diterima oleh komunitas ilmiah dan paradigma lama ditinggalkan.
Perubahan ini tidak terjadi secara instan, tetapi secara bertahap seiring dengan terkumpulnya lebih banyak bukti yang mendukung teori baru.
Sebagai contoh, dalam kasus pergeseran dari fisika Newtonian ke fisika relativitas Einstein, perubahan paradigma ini terjadi setelah banyak bukti empiris yang mendukung relativitas umum ditemukan.
Meskipun fisika Newton bekerja dengan baik untuk fenomena-fenomena dalam skala kecil dan kecepatan rendah, relativitas Einstein lebih unggul dalam menjelaskan fenomena pada skala kosmik dan kecepatan tinggi, seperti cahaya yang membelok di sekitar benda besar.
Kuhn menekankan bahwa pergeseran paradigma adalah revolusi ilmiah yang mengubah cara pandang komunitas ilmiah terhadap dunia, dan bukan sekadar penambahan pengetahuan baru.
Teori baru bukanlah peningkatan bertahap dari teori lama, tetapi perubahan mendasar dalam cara kita memahami dunia.
Tentang “Kebenaran”.
Kuhn juga menantang gagasan bahwa ilmu pengetahuan bergerak menuju “kebenaran” absolut.
Menurutnya, proses pengembangan teori bukanlah usaha untuk menemukan kebenaran mutlak, tetapi merupakan pendekatan progresif menuju pemahaman yang lebih baik.
Dengan kata lain, tidak ada teori yang benar secara mutlak, melainkan teori-teori tersebut hanya lebih atau kurang berguna dalam menjelaskan fenomena tertentu pada waktu tertentu.
Teori-teori yang kita gunakan dalam ilmu pengetahuan adalah alat yang membantu kita memahami dunia, tetapi teori tersebut bukanlah cerminan sempurna dari realitas.
Setiap teori memiliki keterbatasan dan mungkin tidak mampu menjelaskan semua fenomena yang kita amati.
Dalam pandangan Kuhn, ilmu pengetahuan tidak bergerak menuju satu “kebenaran” yang tetap, melainkan berupaya untuk mengembangkan teori-teori yang semakin berguna dan sesuai dengan data empiris yang terus berkembang.
Sebagai contoh, teori gravitasi Newton sangat berguna dalam menjelaskan gerakan benda di Bumi dan tata surya, tetapi teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena pada skala kosmik, seperti yang dijelaskan oleh teori relativitas Einstein.
Meskipun teori Einstein lebih unggul dalam beberapa konteks, bukan berarti teori Newton sepenuhnya salah—teori tersebut masih sangat berguna dalam konteks tertentu.
“Teori memungkinkan kita untuk memahami, meramalkan, dan mengendalikan fenomena di dunia nyata dengan cara yang lebih sistematis dan terorganisasi.”