Seandainya Saya Wartawan Tempo oleh Bambang Bujono

Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku Seandainya Saya Wartawan Tempo oleh Bambang Bujono.

Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.

Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.

Selamat membaca.

Chandra Natadipurba

===

Seandainya

Saya

Wartawan

Tempo

Diterbitkan atas kerja sama

Tempo Publishing dengan Tempo Institute

Penulis: Goenawan Mohamad

Desain Sampul: Edi RM

Tata Letak: Kemas M. Ridwan

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Jakarta: Tempo Publishing, Oktober 2014

ISBN: 979-8933-07-9

(hlm.vii)

Pengantar

Jika saya katakan belajar adalah bagian dari tugas, agaknya itu lumrah bagi TEMPO: TEMPO, sebagai majalah berita mingguan, adalah semacam pipa saluran: informasi mengalir masuk lewat pita rekaman wawancara, fotografi, hasil reportase dari lapangan, hasil riset perpustakaan, data dan cerita dari pusat berita di luar negeri.

(hlm.viii)

“Apa yang saya dapat dari belajar lima tahun di universitas ternyata tidak sebanyak dibanding yang saya dapat dari bekerja dua tahun di TEMPO.“

Orang-orang di majalah TIME (yang sangat bermurah hati) terheran-heran bahwa saya sudah enam tahun memimpin majalah dan ternyata goblog dalam dua hal sepele itu.

(hlm.ix)

Bagaimana menyusun sebuah berita tentang sebuah kejadian sebagai sebuah cerita pendek.

(hlm.x)

Jiwa yang tidak memandang suci otoritas.

TEMPO mencoba menulis jujur, jelas, jernih, jenaka pun bisa.

Bukan sekedar keterampilan menulis, tetapi juga jiwa yang bebas.

(hlm.2)

Pada Mulanya adalah Feature

Apakah Feature sesungguhnya?

Artikel kreatif, kadang-kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan.

(hlm.5)

Subyektivitas

Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk menonjolkan diri senduri lewat penulisan dengan gaya “aku”.

(hlm.6)

Informatif

Dalam laporan itu, si reporter memusatkan perhatiannya untuk menangkap hubungan antara anak-anak dan binatang.

(hlm.8)

Awet

Banyak wartawan kawakan yang menyimpan daftar die feature untuk hari-hari yang miskin berita hangat.

(hlm.11)

Modal Penting dalam Menulis

Penulis feature pada hakikatnya adalah seorang yang berkisah seorang yang bertutur.

(hlm.14)

Akurat, Mahkota Profesi!

Tajuk rencana, tentu saja, merupakan tempat mengutarakan pendapat.

(hlm.15)

Wartawan yang ceroboh terhadap fakta akan segera kehabisan sumber berita yang bisa memberi informasi kepadanya.

Mengumpulkan informasi dengan tepat

Apa yang Anda tulis hari ini, dalam beberapa hari ke depan sudah menjadi “sejarah“. Dan dalam beberapa tahun ke muka sudah dijadikan rujukan oleh sejumlah orang. Kesalahan Anda dalam akurasi, dengan demikian, akan menyesatkan sejumlah orang yang menjadikan tulisan Anda sebagai rujukan. Karena itulah sering dikatakan , akurasi merupakan mahkota profesionalisme seorang wartawan.

Ketidakakuratan dalam penerbitan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian (kesembronoan) yang tidak disegaja.

(hlm.16)

Umumnya, wartawan mengambil peranan sebagai seorang pembaca kebanyakan, dan mengajukan pertanyaan sesuai dengan posisi itu.

(hlm.17)

Pengejaan dan pemakaian kata

“KATA-KATA adalah alat pokok dalam pekerjaan ini. Bila kau tidak bisa mengeja dengan tepat atau tidak bisa memakai kata-kata dengan efektif dan akurat, sebaiknya kau tidak masuk dalam percatutan surat kabar.“

Bila koran cerobih terhadap kata-kata bagaimana fakta-fakta di dalamnya bisa dipercaya?

(hlm.19)

Pemakaian buku pedoman

Pemakaian yang seragam kelihatan lebih professional.

(hlm.20)

Menangkap kesalahan

Dengan pandangan yang segar, kesalahan sering tampak lebih nyata.

(hlm.21)

Mengail, dengan Lead

Banyak pilihan Lead; sebagian untu menyentak pembaca, sebagian untuk menggelitik rasa ingin tahu pembaca, dan yang lain untuk mengaduk imajinasi pembaca.

(hlm.22)

Lead Ringkasan (Summary Lead)

Dari setiap contoh jelas, bahwa yang akan diceritakan dalam cerita itu sudah tertulis dalam lead. Pembaca tahu, setelah membaca lead.

(hlm.23)

Lead Bercerita (Narrative Lead)

Tekniknya adalah menciptakan suasana dan membiarkan pembaca menjadi tokoh utama, entah dengan cara membuat kekosongan yang kemudian secara mental akan diisi oleh pembaca, atau dengan membiarkan pembaca mengidentifikasikan diri di tengah kejadian.

(hlm.24)

Begitu pembaca mengidentifikasikan diri dengan atau menjadi tokoh ceritanya, ia pasti sudah tergaet.

(hlm.28)

Lead Menuding Langsung (Direct Address Lead)

Dengan kata lain, lead ini kurang melibatkan banyak pembaca secara pribadi.

(hlm.31)

Menulis Lead

Tapi yang pertama lebih efektif dan ringkas, sedangkan pada yang kedua, banyak kata bisa dihilangkan tanpa mengubah gambaran yang ingin disampaikan.

  • Tulislah alinea secara ringkas

Jangan lebih dari 4 baris (bukan kalimat) untuk sebuah Lead.

  • Gunakan kata-kata aktif

Lead harus mempunyai nyawa dan tenaga. Pembaca harus merasakan suatu gerakan ketika ia membaca.

Penulis Feature menaruh perhatian istimewa kepada kata kerja, terutama yang ringkas dan hidup. Kata kerja adalah busi. Ia memberikan kekuatan sehingga Lead  Anda “bergerak“.

Hindari sedapat mungkin penggunaan terlalu banyak kata bentukan, terutama kata yang mengandung lebih dari lima suku kata.

Mempertegas kata sifat (misalnya “ramping“, “ringsek”, “montok”, “mengkilat”) menambah vitalitas suatu kalimat.

(hlm.35)

Tubuh dan Ekor

Dalam “piramida terbaik”, tulisan (informasi) disusun sedemikian rupa sehingga pembaca memperoleh bagian terpentingnya segera pada awal tulisan.

(hlm.36)

Umumnya, sebuah cerita mendorong terciptanya suatu “penyelesaian”, atau klimaks.

(hlm.66)

Mencari Ide, Mencari Segi

Apalagibila menyangkut manusia. Ada yang mengatakan bahwa orang selalu tertarik pada orang.

(hlm.79)

Profil Pribadi

Tokoh-tokoh novel karya John Steinbeck, misalnya, begitu hidup, hangat, dan manusiawi.

(hlm.80)

Sedangkan pengarang James Michener bisa dengan santai, tapi efektif, menghabiskan 100 halaman untuk membentuk satir setting (latar) sebelum memperkenalkan tokoh manusianya yang pertama.

(hlm.89)

Ingin Selamat? Bikinlah “Outline“

Artinya, Anda harus menulis sebuah cerita yang panjangnya minimal delapan halaman majalah.

Umumnya laporan semacam ini dilahirkan dari sejumlah besar bahan. Berpuluh halaman hasil wawancara, reportase, dan kliping dari bagian dokumentasi telah dikumpulkan, untuk Anda baca dan Anda sunting menjadi satu cerita yang utuh dan menarik.

(hlm.90)

Outline ini memang sering disepelekan.

(hlm.93)

Urut

Televisi masuk desa di Bali, dan di sana terjadi perubahan kegiatan berkelompok kalua malam hari, hingga orang tidak lagi aktif dalam kesenian.

Artikel Terkait

The Art of Thinking Clearly oleh Rolf Dobelli

error: Content is protected !!