Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku Berpikir Ekonomis di Masa Krisis oleh Roy Sembel.
Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.
Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.
Selamat membaca.
Chandra Natadipurba
===
Berpikir Ekonomis Di masa Krisis
Oleh: Prof. Dr. Ir. Roy Sembel, MBA
Penata Letak: Ary Sugianto
Ilustrasi: Yoza Sugem Syahputra
Penerbit: Kontan Publishing
ISBN: 978-602-74200-30-8
Sekapur Sirih
(hlm. x)
Bila diteliti lebih jeli, akar permasalahan krisis adalah penerapan ilmu ekonomi secara setengah hati, keliru, atau sengaja diputarbalik untuk melindungi kepentingan segelintir orang.
Sebagai contoh, pemenang Nobel ekonomi 2015, Prof. Angus Deaton menyempurnakan karya Prof. Richard Stone (Linear Expenditure System), pemenang Nobel Ekonomi 1984 menjadi lebih fleksibel dan lebih dapat diaplikasikan (Almost Ideal Demand System).
Solusi Krisis: Teori Canggih? Pengalaman Praktis?
(hlm. xx)
“Sebab jawaban Anda 100% benar namun 100% tidak berguna.”
BAGIAN SATU
KRISIS EKONOMI DAN KEUANGAN
01. Spekulasi Dan Intervensi Di Pasar Valas
(hlm. 4)
Ada spekulan baik, ada spekulan jahat
Padahal dalam teori ekonomi, spekulan punya beberapa fungsi positif. Pertama, spekulan merupakan sumber likuiditas (kemudahan menjual dan membeli pada harga wajar) bagi pasar. Kedua, spekulan menjual bila harga dirasa terlalu mahal dan membeli bila harga terlalu murah. Aktivitas spekulan seperti itu menyebabkan harga kembali ke nilai wajarnya. Ketiga, keberadaan spekulan memungkinkan transfer risiko dari partisipan yang suka cari aman (risk-averse) kepada para spekulan yang biasanya berani menanggung risiko (risk-lover).
(hlm. 5)
Misalnya saja, akibat perbedaan inflasi antara dua negara, sering terjadi nilai fundamental suatu mata uang sebenarnya sudah relatif anjlok terhadap mata uang lain. Kurs resmi sudah tidak lagi mencerminkan nilai tukar sebenarnya. Akibatnya, terbentuk ekspektasi di pasar bebas: mata uang menjadi terlalu mahal (overvalued) akan mengalami devaluasi. Ketika para spekulan menjual mata uang ini, terjadi tekanan besar terhadap kurs mata uang tersebut.
Perang besar bank sentral versus spekulan
Bank sentral melakukan intervensi karena merasa harga pasar telah terganggu aktivitas spekulan yang menyebabkan harga pasar berbeda dari nilai fundamental.
(hlm. 6)
Kalau bank sentral benar, maka ia akan untung.
Hasil penelitian yang dilakukan Dean Taylor, yang dipublikasikan dalam Journal of Political Economy pada tahun 1982, menggunakan data pasca-Bretton Woods (dekade 1970-an) ternyata menghebohkan. Dari sembilan bank sentral yang diteliti (Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Kanada, Italia, Spanyol, Swiss, dan Prancis) ternyata semuanya rugi, kecuali bank sentral Jerman. Bank sentral Jerman rugi sekitar USD 3,4 miliar, sementara yang paling kecil adalah bank sentral Kanada dengan kerugian sebesar USD 82 juta.
Menurut Paul Krugman, akar dari masalah serangan spekulatif ini bisa dicari pada kebijakan ekonomi makro di negara yang bersangkutan. Kebijakan ekonomi makro yang menyimpang merupakan lahan subur bagi tumbuhnya bibit serangan spekulasi. Belajar dari Paul Krugman (Pemenang Nobel Ekonomi 2008), salah satu cara untuk menangkal serangan spekulatif sampai ke akar-akarnya adalah melaksanakan kebijakan ekonomi makro, meso, dan mikro secara rasional.
02. Proklamasi Kemerdekaan Rupiah
(hlm. 7)
Tepat pukul 08.00 waktu Irlandia, 11 Juli 1997, rupiah memasuki babak baru globalisasi. Kontrak berjangka (futures contract) rupiah mulai diperdagangkan di Finex cabang Dublin. Finex adalah divisi New York Cotton Exchange (NYCE) yang khusus menangani transaksi futures mata uang. Lima jam kemudian di New York, kantor pusat NYCE, kontrak rupiah juga ikut mewarnai transaksi pasar.
(hlm. 8)
Salah satu faktor yang dianggap penting dalam mempertimbangkan penyesuaian titik tengahnya adalah perbedaan laju inflasi Indonesia dan AS. Hubungan antara inflasi dan kurs mata uang dirumuskan dalam teori purchasing power parity (paritas daya beli).
03. Reaksi Berantai
(hlm. 12)
Saat krisis sub-prime mortgage AS tahun 2008, seluruh dunia terkena dampaknya. IHSG rontok dari level tertinggi di atas 2.800 pada awal 2008 ke level terendah 1.111 di bulan Oktober 2008. Kurs dolar terhadap rupiah pun menembus Rp 12.000/USD.
(hlm. 14)
Paling sedikit ada tiga potensi manfaat bantuan IMF. Pertama, efek psikologis bahwa ada yang memberi potongan dapat membantu menenteramkan pelaku ekonomi yang mulai panik. Kedua, bantuan konkret yang diberikan, misalnya dalam bentuk pinjaman siaga dengan syarat lunak, tentu saja akan sangat meningkatkan kekuatan Indonesia dalam menghadapi krisis. Ketiga, sudah menjadi rahasia umum bahwa para teknokrat sudah lama menginginkan peninjauan kembali beberapa proyek besar yang manfaat ekonomisnya sangat disangsikan.
04. Mengintip Udang Di balik Krisis
(hlm. 17)
Krisis adalah berkah terselubung.
Krisis juga mendewasakan dunia bisnis. Selama ini, banyak bisnis berekspansi memanfaatkan sumber dana dolar dari luar negeri. Hal ini terjadi karena perbedaan suku bunga dolar dan rupiah terlihat menarik. Mereka terbuai dengan perbedaan ini sehingga terpancing untuk memanfaatkannya tanpa diikuti dengan program manajemen risiko kurs.
05. Inilah Resep Investasi Terbaik Di Tahun Krisis
(hlm. 20)
Menggunakan piranti analisis ekonomi mikro sederhana, Prof Becker membuat model ekonomi tentang berbagai hal, mulai dari kriminal, kecanduan, imigrasi, emansipasi, kontrak pernikahan, perceraian, rasialisme, sampai pada waktu luang dan human capital. Kumpulan analisis ini diterbitkan dalam beberapa bukunya seperti A Treatise on the Family dan The Economics of Life.
(hlm. 21)
Untuk situasi seperti saat ini (ketersediaan waktu yang relatif banyak dan opportunity cost of time yang relatif kecil), ada satu investasi yang patut dipertimbangkan secara serius, yaitu investasi diri dalam bentuk studi lanjut.
06. Peluang Bisnis Terbaik Di Masa Sulit
(hlm. 25)
Masih ada peluang menangguk untung di masa sulit.
Jadi, kata kunci dalam bisnis ini adalah gagasan. Kalau modernisasi gelombang pertama adalah peralihan dari ekonomi industri, modernisasi gelombang terakhir saat ini adalah peralihan dari ekonomi jasa/informasi (service/information economics) ke ekonomi gagasan (idea economics). Gagasanlah yang nantinya akan menjadi sumber keunggulan bersaing.
Membutuhkan reformasi total agar sistem menjadi bersih
Dalam literatur ekonomi finansial, masalah ini terkenal sebagai Lemon Problem, dan mulai populer setelah George Akerlof (dalam artikel klasiknya di Quarterly Journal of Economics, tahun 1970, “The Market for Lemons: Qualitative Uncertainty and Market Mechanism”) memformulasikannya dalam sebuah model teoretis yang elegan.
(hlm. 26)
Dengan demikian, akhirnya yang beroperasi di pasar cuma pelaku tipe licik yang tidak memberikan nilai tambah.
Jadi, kuncinya adalah lingkungan bisnis yang bersih dan jujur.
07. Tirai Tradisi Yang Terkoyak: Kisah Ratapan Bank-Bank
(hlm. 31)
Pasar finansial: Jembatan tol investor pencari pinjaman.
Menurut Ronald Coase, pemenang Nobel Ekonomi 1991, hal ini tergantung pada perbandingan antara: (1) biaya koordinasi internal antarkomponen aktivitas dalam satu lembaga besar melalui garis perintah; dan (2) biaya koordinasi melalui mekanisme pasar antarlembaga terpisah yang masing-masing berspesialisasi dalam komponen tertentu dari aktivitas tersebut.
Robert Lucas Jr., pemenang Nobel Ekonomi 1995, pernah berkata: “There is no USD50 bill lying on the street” (tidak ada uang USD50 tergeletak begitu saja di jalanan. Kalau ada, pasti segera lenyap diambil orang). Yang beliau maksudkan, dalam dunia mekanisme pasar bersaing, kesempatan untuk memperbaiki situasi selalu menjadi rebutan orang. Karena pasar finansial sudah makin berkembang dan ada potensi besar untuk memperbaiki situasi dengan beralih kepada komando lagi, mulailah kegiatan intermediasi lewat bank (financial intermediation) diganti dengan kegiatan intermediasi melalui pasar finansial (market intermediation).
(hlm. 32)
Salah satu penghematan yang terlihat dari penggunaan jembatan tol ini adalah terhapusnya selisih besar antara suku bunga deposito dan suku bunga kredit.
(hlm. 33)
Selain digebuk oleh pasar finansial (produk pengganti yang juga menyebabkan pemasok dan pelanggan bisa melangkahi bank), bank-bank juga babak belur menghadapi kompetisi yang makin tajam di antara sesama bank akibat adanya deregulasi dan reregulasi.
08. Sekuritas Aset: Ladang Emas Atau Ancaman Bagi Bank?
(hlm. 37)
Mekanisme sekuritas beragun aset
Dari uraian di atas, ada dua inovasi utama yang paling menonjol dalam sekuritisasi aset. Pertama, risiko dikurangi melalui pengelompokan (pooling) aset/piutang dan credit enhancement. Kedua, alur kas dari aset dikemas ulang sehingga memungkinkan pendanaan yang bersifat di luar neraca (off-balance sheet).
(hlm. 39)
Biaya dan manfaat sekuritisasi aset
Gary Gorton, profesor saya di The Wharton School dan gembong peneliti sekuritisasi, pernah berkata bahwa sekuritisasi merupakan ancaman sekaligus kesempatan bagi bank. Sekuritisasi adalah ancaman yang nyata, bukan basa-basi, bila bank tidak mau mengadakan perubahan fundamental dalam strategi bisnisnya. Di sisi lain, sekuritisasi bisa menjadi ladang emas bagi bank yang mau memanfaatkan dan menjadikannya bagian integral dari strategi bisnisnya.
09. Merger Bank BUMN: Solusi Atau Ilusi
(hlm. 42)
Pertama, konsep skala ekonomis.
(hlm. 43)
Kedua adalah konsep sinergi. Artinya, ada satu kekuatan salah satu perusahaan yang bisa dimanfaatkan perusahaan lain. Misalnya, warteg A mempunyai lokasi yang bagus, sementara warteg B mempunyai menu yang terkenal enak dan pelayanan yang terkenal ramah. Penggabungan keduanya jelas mempunyai prospek yang sangat baik.
Ketiga, penggusuran tim manajemen yang tidak efisien.
(hlm. 44)
Menimbang-nimbang alasan merger bank BUMN
James E. Meade, ekonom Inggris pemenang Hadiah Nobel, pernah menulis “a company which sacrifices profit either to have an easy life or unprofitable growth makes itself liable to a takeover bid” (kalau yang dikejar cuma peningkatan ukuran tanpa memperhatikan kemampuan mencetak laba di kemudian hari, maka bisa-bisa si perusahaan malah menjadi sasaran takeover perusahaan lain…).
10. Asuransi Deposito: Solusi Atau Ekstasi?
(hlm. 46)
Masalah yang paling menonjol adalah asuransi deposito (asdep) mendorong bank mengambil risiko besar-besaran. Adanya asuransi menyebabkan deposito bank relatif bebas risiko sehingga bunga yang dibayar bank relatif rendah. Nasabah tidak merasa perlu lagi untuk memeriksa kesehatan bank. Jadi, tidak ada kontrol dari nasabah sehingga bank tidak punya dorongan untuk memperbaiki struktur risikonya.
Tanpa asuransi deposito, nasabah menjauhi bank
Untungnya, ada cara untuk mengurangi efek sampingan asdep. Pertama, penetapan premi asuransi yang disesuaikan dengan risiko bank. Makin besar risiko bank, makin tinggi premi yang harus dibayar bank tersebut. Dengan begitu, bank-bank berisiko tinggi tetap harus mengalami biaya modal yang tinggi pula. Untuk menilai risiko bank diperlukan lembaga pemeringkat yang independen. Kedua, untuk tetap memelihara kontrol dari nasabah, bisa ditentukan agar asdep tidak membayar 100% deposito nasabah bila bank bangkrut, melainkan hanya sebagian, misalnya 85%. Dengan demikian, nasabah akan tetap dirangsang untuk waspada terhadap bank-bank berisiko tinggi.
11. Bila Manajemen Diobok-Obok
(hlm. 51)
Para peneliti dari McKinsey & Co menggunakan kriteria Market Value Added (MVA) (konsep yang dikembangkan oleh G. Bennet Stewart ini kemudian memperkenalkan Economic Value Added (EVA)), produktivitas, penciptaan lapangan kerja (employment), pembayaran pajak, dan Produk Domestik Bruto (PDB). Menggunakan data dari tahun 1980 sampai 1993, mereka menemukan bahwa secara rata-rata kinerja perusahaan di AS lebih baik daripada di Jerman dan Jepang. Kinerja perusahaan yang baik ini juga diikuti dengan tingkat pengangguran yang kecil.
Berdasarkan hal ini, diambil kesimpulan bahwa secara rata-rata, tujuan tunggal memaksimumkan nilai perusahaan ternyata dalam jangka panjang berdampak baik terhadap lapangan kerja, produktivitas, dan penerimaan pajak pemerintah. Sepintas kedengarannya agak aneh bahwa bekerja demi kepentingan satu pihak bisa berdampak baik bagi pihak lain.
(hlm. 52)
Jadi, dari perspektif pemegang saham, agar bagian kuenya menjadi maksimum, maka besar kue harus dimaksimumkan.
Seperti kata Murphy’s Law, solutions breed new problems.
Nah, untuk masalah terakhir ini, perlu dirancang sistem pemantauan, insentif/kompensasi (penghargaan dan hukuman), dan kompetisi di pasar tenaga kerja, agar manajemen terdorong dan tertarik untuk bekerja keras demi kepentingan pemegang saham.
BAGIAN DUA
KRISIS MODAL, SKANDAL DAN REFORMASI
01. Radang Busang
(hlm. 55)
Namanya singkat dan berkesan mistis: Busang. Ini sebuah nama sungai di Desa Mekar Baru, Kecamatan Ancalong, Kabupaten Kutai.
(hlm. 57)
Tulah yang menakutkan bagi sang pemenang
Winner’s curse ditemukan oleh pejabat pertambangan Amerika Serikat yang melihat bahwa perusahaan yang memenangkan lelang hak pengusahaan tambang cenderung mengalami kerugian. Para pemenang ini adalah penawar tertinggi dari hak pengelolaan tambang minyak yang dilelang. Harga penawaran mereka ditetapkan berdasarkan estimasi deposit mineral dalam tambang-tambang itu dan keyakinan akan kemampuan mereka untuk mengelolanya secara efisien. Para penawar yang paling berani tentu saja mereka yang mempunyai nilai estimasi paling optimis.
Nilai estimasi mereka yang sangat optimistis mungkin saja terjadi karena sampel yang didapat saat survei lapangan secara kebetulan adalah sampel yang baik.
(hlm. 58)
Seorang penulis terkenal, Mark Twain, pernah berkata: A gold mine is a hole in the ground with a liar on top (tambang emas adalah sebuah lubang di tanah dengan seorang penipu di atasnya).
02. Reputasi dan Skandal
(hlm. 59)
Anehnya, meskipun secara individu manusia ekonomi mencari keuntungan sendiri, lewat mekanisme pasar, secara agregat terjadi koordinasi, dan kerja sama yang saling menguntungkan.
(hlm. 60)
Reputasi
Misalnya, dalam sebuah transaksi yang cuma terjadi sekali seumur hidup dan tak berdampak di masa depan. Di sini ada insentif yang amat besar bagi pihak yang terlibat untuk menipu. Sebagai contoh adalah pemilik perusahaan yang ingin menjual perusahaannya kepada publik. Dia punya insentif besar untuk mengelabui pembeli, dengan memanipulasi data dan menetapkan harga jauh lebih tinggi daripada harga yang wajar. Fenomena ini telah dikemas menjadi teori permainan sesaat tanpa kerjasama (Non-cooperative one-shot Game Theory) yang membawa pencetusnya memenangkan hadiah Nobel Ekonomi 1994, yaitu Prof. John Nash.
Ada alternatif lain untuk mengatasi intensif buruk dari si pembeli ini. Insentif buruk ini akan banyak berkurang bila si pemilik mempunyai banyak perusahaan untuk dijual di kemudian hari. Bila ia ketahuan menipu, para investor tak akan mau lagi membeli perusahaan-perusahaan yang akan dijualnya di masa depan. Jadi, kunci dari solusi untuk mengatasi masalah intensif buruk ini adalah reputasi. Reputasi yang baik memungkinkan terealisasinya potensi keuntungan di masa depan yang nilainya jauh lebih besar dari keuntungan sesaat hasil tipu menipu. Fenomena ini juga telah dirangkumkan menjadi teori permainan berulang (repeated game theory) yang menghantarkan pencetusnya (Prof. Robert Aumann dan Prof. Thomas Schelling) memenangkan Nobel Ekonomi 2005.
(hlm. 61)
Caranya adalah dengan meminjam reputasi dari pihak ketiga. Tentu saja tidak sembarang pihak ketiga bisa meminjamkan reputasinya. Pihak ketiga ini harus memenuhi beberapa persyaratan.
(hlm. 62)
Solusinya adalah dengan meminjam reputasi dari perusahaan underwriter atau penjamin emisi yang berspesialisasi mengurus perusahaan yang akan go public.
Perusahaan underwriter ini punya insentif besar untuk membangun reputasi, karena berharap memperoleh keuntungan dari jasanya membawa perusahaan-perusahaan lain go public di masa depan.
03. Penyelewengan Dan Moral
(hlm. 66)
Kontribusi dari teori ekonomi dengan informasi tak lengkap, tak seimbang, dan tak sempurna ini telah membawa tiga orang profesor (Joseph Stiglitz, Michael Spence, dan George Akerlof) memenangkan hadiah Nobel Ekonomi tahun 2001.
(hlm. 67)
Makin tertutup godaan, moral makin menjadi-jadi
Masalah terakhir ini oleh Profesor Michael Jensen—pakar Teori Principal-Agent dari Harvard dan mantan Presiden American Finance Association—disebut sebagai The Agency Cost of Free Cash Flow. Menurut penelitian beliau, organisasi yang memiliki dana menganggur (free cash flow) besar cenderung berkinerja buruk akibat penyaluran dana menganggur ke dalam aktivitas yang kurang ekonomis.
(hlm. 68)
Di Indonesia, hal seperti itu pernah dialami dalam kasus Pertamina pada pertengahan dekade 70-an dan Jamsostek pada peralihan milenium.
04. Theory of Second Best: Reformasi Setengah Hati
(hlm. 70)
Malah, situasi seperti ini sebenarnya secara implisit telah dianalisis secara formal oleh para ekonom sejak dekade 50-an lewat teori klasik yang bernama The General Theory of Second Best (Teori Umum tentang Solusi Kedua Terbaik).
Fenomena yang hanya sempat disinggung sepintas dalam disertasi pemenang Nobel Ekonomi Prof. Paul Samuelson ini ternyata menjadi ajang riset seru dan serius bagi beberapa ekonom kondang. Prof. R. G. Lipsey dan K. Lancaster memformalkan teori ini dalam bentuk problem optimasi berkendala (constrained optimization). Karya mereka dipublikasikan dalam sebuah artikel klasik di jurnal ilmiah Review of Economic Studies pada tahun 1956.
Teori ini pada intinya melihat dampak penambahan atau pengurangan kendala (constraints) terhadap solusi optimal yang ingin dicapai. Bila saat ini ada beberapa kendala yang menghalangi pencapaian suatu tujuan, dan salah satu dari kendala itu berhasil disingkirkan, apakah ini berarti bahwa tujuan ini akan lebih mudah dicapai? Sepintas jawaban logisnya tampaknya YA, namun ternyata jawaban yang tepat adalah TIDAK.
(hlm. 71)
Tidak ada jaminan bahwa dengan mengurangi satu kendala (namun tidak memperhatikan kendala lainnya), situasi yang lebih baik dapat dicapai.
Binatang bernama mismatch dan KKN
Dalam ilustrasi di atas, mungkin saja terjadi bahwa reformasi ekonomi ke arah perekonomian liberal berorientasi pasar telah dilaksanakan, namun budaya politiknya masih tradisional paternalistik dan prasarana hukumnya (produk hukum maupun enforcement-nya) tak memadai.
Seorang filsuf pernah berkata: “If something is worth doing, it is worth doing well.”
05. Awas Pencucian Uang Koruptor
(hlm. 74)
Kasus yang terkenal dengan nama Pizza Connection ini melibatkan uang sekitar USD 600 juta yang disalurkan ke bank di Swiss dan Italia. Sesuai dengan namanya, usaha pemutihan ini melibatkan ratusan restoran pizza yang tersebar luas di seantero Amerika Serikat.
(hlm. 76)
Untung rugi yang besar dalam tempo sekejap memang merupakan hal biasa dalam transaksi derivatif.
06. Reformasi Melalui Desentralisasi
(hlm. 78)
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan cacat keputusan itu. Pertama, banyak keputusan yang diambil tanpa memperhatikan keadaan di lapangan. Kedua, meminjam konsepnya Profesor Herbert Simon—guru besar di Carnegie Mellon University di Pittsburgh, dan pemenang Nobel Ekonomi 1978—pengambil keputusan berciri bounded rationality (keterbatasan kemampuan akibat keterbatasan kapasitas pengolahan informasi, keterbatasan waktu, dan lain-lain). Kalau pengambilan keputusan terlalu terpusat, beban pengambil keputusan di tingkat pusat menjadi berlebihan sehingga terpaksa mengambil keputusan tergesa-gesa tanpa pertimbangan yang matang.
(hlm. 79)
Bagaimana mencari desentralisasi yang optimal?
Agar pendulum sentralisasi-desentralisasi mencapai keseimbangan pada komposisi yang optimal diperlukan rambu-rambu. Untungnya, tentang hal ini ada buah pikiran yang siap pakai dari para peneliti masalah keputusan seperti Profesor Michael Jensen dan William Meckling. Menurut para pakar, paling sedikit ada empat konsep penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan sentralisasi-desentralisasi, yaitu: decision right (hak pengambilan keputusan), decision knowledge (pengetahuan atau informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan), decision expertise (keahlian tentang masalah yang harus diputuskan), dan principal-agent problem (masalah kesenjangan tujuan antara atasan dan bawahan).
07. Jurus Mereformasi Gurita Bisnis Konglomerat
(hlm. 82)
Kalau pasar memang efisien, kenapa tidak semua transaksi terjadi melalui pasar? Kenapa banyak transaksi dilakukan di dalam sebuah perusahaan dan diatur oleh manajer, bukan oleh mekanisme harga?
Pegangannya adalah: ekonomi biaya transaksi
Pertanyaan seperti itu menghantui pemenang Nobel Ekonomi, Ronald Coase. Setelah menggelutinya cukup lama, akhirnya Coase sampai pada titik eureka: ‘akhirnya kutemukan jawabannya’. Menurut Coase, transaksi akan terlaksana lewat pasar bila pelaksanaan lewat pasar adalah jalur yang paling efisien (biaya transaksi paling rendah). Dengan logika serupa, transaksi akan dilakukan di dalam perusahaan atau organisasi formal lain bila pelaksanaan lewat jalur ini menekan biaya transaksi serendah mungkin, atau paling efisien.
(hlm. 83)
Menurut Oliver Williamson—ekonom yang mempopulerkan ekonomi biaya transaksi, dan juga pemenang Nobel Ekonomi 2009—karakteristik transaksi yang menentukan biaya transaksi adalah asset specificity (kekhasan aset), ketidakpastian, dan frekuensi transaksi. Aset yang mempunyai tingkat kekhasan tinggi (misalnya pekerja yang dilatih khusus untuk melaksanakan suatu pekerjaan spesifik) sulit dikaryakan untuk pekerjaan atau penggunaan lain. Ketidakpastian bisa bersumber dari perilaku oportunis kedua belah pihak. Selanjutnya frekuensi transaksi akan menentukan layak-tidaknya suatu transaksi diinternalisasi perusahaan.
Sebaliknya, bila asetnya mudah dikaryakan untuk pekerjaan lain, transaksinya sangat jarang, dan tingkat ketidakpastiannya rendah, maka transaksi akan lebih efisien dilaksanakan melalui pasar.
08. Reformasi Pasar Modal Lewat Index Futures
(hlm. 86)
Konsensus pilih kasih?
Masalahnya, transaksi jual tekor ini dianaktirikan dengan cara dikenakan banyak pembatasan bahkan sampai dilarang. Akibatnya, ‘konsensus’ harga yang terjadi cenderung kurang mencerminkan pendapat investor yang bearish.
(hlm. 87)
Bahayanya, bila pendapat investor bullish ternyata salah dan mereka terpaksa berubah pikiran, maka harga-harga akan berguguran dengan kencang yang akhirnya menimbulkan panic selling dan pasar semakin terpuruk.
(hlm. 87-88)
Instrumen itu adalah index futures (perdagangan berjangka terhadap indeks). Bahasan tentang perdagangan berjangka secara umum sudah pernah saya tulis dalam artikel di Tabloid KONTAN. Melalui perdagangan index futures, investor dapat menyatakan pendapatnya baik yang bullish (dengan cara mengambil posisi long atau beli pada instrumen index futures) maupun yang bearish (dengan cara mengambil posisi short atau jual) terhadap arah pergerakan pasar secara keseluruhan. Jadi sekali pukul, mati dua nyamuk: keterbatasan short-sell dapat diatasi tanpa harus terjadi aksi panic selling terhadap saham-saham, dan investor dapat dengan mudah menyatakan pendapatnya terhadap pergerakan pasar cukup dengan membeli/menjual index futures tanpa harus membeli sekaligus sekian ratus saham perusahaan berbeda.
(hlm. 88)
Di Bursa Efek Indonesia, produk Index Futures sudah ada yaitu LQ45 Futures.
BAGIAN TIGA
SOLUSI CERDAS AKADEMIS DAN PIAWAI PRAKTIS
01. Manajemen Duit Dengan Matematika
(hlm. 92)
Kata kuncinya adalah alokasi optimal, waktu, dan ketidakpastian.
(hlm. 93)
Rahasia matematika yang banyak menghasilkan duit
Pemodelan yang lebih canggih tampak dalam formula Macaulay’s duration yaitu ukuran sensitivitas harga obligasi terhadap pergerakan tingkat suku bunga. Formula ini merupakan turunan (kalkulus) pertama dari formula harga obligasi terhadap suku bunga. Kategori penerapan berikutnya adalah model-model penilaian aset berisiko yang dipelopori Harry Markowitz dalam dekade 1950-an lewat karya seminalnya Teori Portofolio berdasarkan Nilai Tengah dan Varians (Mean-Variance Portfolio Theory).
Logika matematis dari teori portofolio kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para pakar (William Sharpe, John Lintner, dan Jan Mossin) dan diramu dengan logika ekonomi (keseimbangan pasar dan prinsip kerasionalan investor secara agregat) sehingga menghasilkan rumus pemenang hadiah Nobel: Capital Asset Pricing Model (CAPM). Formula ini mendominasi dunia investasi (akademis dan praktis) selama dekade 1970-an sampai 1990-an.
Sejalan dengan pengembangan teori asset pricing, dunia keuangan juga diwarnai dengan sebuah konsep revolusioner, yaitu teori pasar efisien yang dipelopori Paul Samuelson dan Eugene Fama. Teori ini menjelaskan dinamika harga aset, yaitu bahwa pergerakan harga aset di masa depan mengikuti proses (sub) martingale atau langkah acak (random walk).
Maksudnya, dalam pasar finansial yang efisien (artinya harga telah mencerminkan informasi), estimasi terbaik dari harga aset di masa depan adalah harganya sekarang, ditambah dengan imbal hasil yang wajar sesuai dengan risikonya. Bukti empiris dari teori ini mulai menjamur setelah dikembangkan database imbal hasil saham Chicago Center for Research in Security Price (CRSP) oleh Fisher dan Lorie pada peralihan dekade 1960-an dan 1970-an.
(hlm. 94)
Pada awal dekade 1970-an, Robert Merton, Fisher Black, dan Myron Scholes mempopulerkan penggunaan proses stokastik untuk pergerakan harga saham. Riset mereka bermuara pada penemuan rumus penilaian opsi, yaitu Black-Scholes Option Pricing Model. Untuk karya spektakuler ini mereka akhirnya mendapatkan hadiah Nobel di bidang ekonomi pada 1997. Sejak penemuan formula ini, pasar sekuritas derivatif (produk turunan dari sekuritas biasa) berkembang sangat pesat.
Model-model stokastik pergerakan harga saham memungkinkan berkembangnya model asset pricing dengan banyak faktor (tidak seperti CAPM yang hanya berdasarkan faktor tunggal: portofolio pasar) seperti Arbitrage Pricing Theory (APT) oleh Stephen Ross, dan model dinamis lintas waktu (intertemporal) seperti Consumption CAPM oleh Breeden.
02. Membedakan Investasi dan Judi
(hlm. 98)
Bila dalam permainan itu peluang untuk menang 1/20 (artinya, secara rata-rata, dari antara 20 pemain, cuma satu orang yang menang, dan peluang untuk kalah adalah 19/20), maka nilai harapan dari permainan tersebut bagi pemainnya: (1/20) x Rp 10.000 – (19/20) x Rp 1.000 = Rp 500 – Rp 950 = minus Rp 450. Artinya, bila Anda ikut main berulang-ulang, maka secara rata-rata Anda akan rugi Rp 450 per permainan. Jadi, bila itu diadakan 100 kali, pemain yang ikut terus bermain rata-rata akan rugi Rp 100 x Rp 450 = Rp 45.000.
(hlm. 99)
Dalam ilmu risiko, ada sebuah konsep bernama gambler’s ruin problem. Misalkan dalam permainan dengan nilai Rp 100 tersebut, seorang pemain punya modal awal Rp 1.000. Peluang si pemain untuk bangkrut dalam satu kali main adalah 9/10, cukup besar. Kemungkinan besar, si pemain tidak bisa merealisasi nilai harapan teoretis (Rp 100) karena sudah keburu bangkrut pada awal permainan. Jadi kerugian Rp 1.000 itu relatif cukup besar bagi si pemain tersebut.
Bagaimana dengan transaksi di bursa saham?
Dengan berbekal tiga komponen tersebut, kita bisa menganalisis transaksi di bursa saham. Dari data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG, pergerakannya merupakan indikator naik turunnya rata-rata harga saham-saham perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia) diperoleh informasi bahwa mulai dari 1984 sampai dengan 2014, IHSG menunjukkan peningkatan sebanyak 21 kali, mengalami penurunan 10 kali, dan secara rata-rata mengalami kenaikan positif.
(hlm. 100)
Kerugian terberat dialami tahun 2008, sebesar minus 50,64%. Jadi, peluang menangnya 21/31 atau sekitar 67%, nilai harapan positif, dan kerugian terberatnya pun tidak menyebabkan modal awalnya amblas. Rata-rata imbal hasil (return) tahunan IHSG selama 31 tahun tersebut adalah di atas 20%/tahun. Di AS, menurut data dari Ibbotson and Associates, investasi dalam saham-saham perusahaan yang termasuk dalam indeks Standard & Poor’s 500 memberi hasil rata-rata sekitar 11,8% per tahun. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang laju inflasi pada periode yang sama sebesar 4,3% per tahun.
03. Tulah Bagi Pemenang
(hlm. 102)
Anomali IPO dan Winner’s Curse
Salah satu anomali bursa saham yang banyak menarik perhatian peneliti di bidang investasi dan pembiayaan adalah lonjakan harga saham dari harga penawaran perdana kepada publik (Initial Public Offering atau IPO) ke harga jual hari pertama di bursa saham.
(hlm. 103)
Di Indonesia pun situasinya serupa dengan rata-rata lonjakan harga saham IPO pada periode 1990-2012 sebesar 25,7% (Ritter, et al., 2013).
Mengapa perusahaan tak menjual sahamnya lebih tinggi dari harga penawaran, sehingga lonjakan harga tak perlu terjadi?
Profesor Kevin Rock menawarkan solusi menarik. Dalam sebuah artikel di Journal of Financial Economics (1986), Rock membagi investor ke dalam dua kategori: investor yang punya akses terhadap informasi (informed investors atau investor piawai) dan investor yang tak punya akses terhadap informasi (uninformed investors atau investor lugu). Agar mudah dimengerti, Model Rock akan saya sederhanakan.
(hlm. 105)
Rock berargumen, winner’s curse seperti itulah yang membuat harga penawaran perdana ditetapkan lebih rendah dari nilai saham sebenarnya, sehingga pada saat saham IPO diperdagangkan di bursa terjadi lonjakan dari harga diskon ke harga sebenarnya. Perusahaan berani memberi potongan harga, karena manfaat jangka panjang dari IPO lebih besar dari kerugian jangka pendek akibat pemberian potongan harga itu.
(hlm. 106)
Mengalah untuk menang
Moral dari cerita di atas adalah bahwa nasihat orang-orang bijaksana, mengalah untuk menang, tampaknya memang punya justifikasi ilmiah.
04. Jatuh Bangun CAPM
(hlm. 107)
CAPM dikembangkan William F. Sharpe, seorang profesor lulusan University of California Los Angeles (UCLA) dan pengajar di Stanford University, pada 1964. Model serupa dikembangkan secara independen dalam tempo yang hampir bersamaan oleh John Lintner dan Jan Mossin antara tahun 1964-1966.
CAPM mengatakan bahwa (RA – rf), yaitu selisih antara nilai harapan imbal hasil portofolio pasar dan imbal hasil aset bebas risiko. Faktor kesebandingannya adalah βA, yaitu ukuran risiko sistematis dari aset A tersebut.
Menurut CAPM, cuma risiko sistematislah yang memengaruhi imbal hasil dari sebuah aset. Risiko lainnya bisa hilang lewat proses diversifikasi. Filosofi di balik persamaan sederhana itu sangat mendalam dan sangat mencerminkan pengertian menyeluruh si perancang rumus tersebut. Tak heran bila perancangnya, Profesor Sharpe, pada 1990 meraih hadiah Nobel Ekonomi untuk karyanya ini.
(hlm. 109)
Banyak perusahaan investasi besar, seperti Merrill Lynch, secara teratur menghitung β dari saham-saham. Tak berlebihan bila dikatakan, bagi investor profesional, tiada hari tanpa β.
Pudarnya CAPM, teoretis, empiris, maupun praktis
Roll berargumen, CAPM bukanlah teori yang baik karena tak bisa diuji secara empiris. Jika portofolio pasar merupakan portofolio efisien (mencapai imbal hasil maksimum untuk tingkat risiko yang dimiliki), maka hubungan dalam persamaan di atas merupakan tautologi matematis yang tak bisa dibantah. Jika portofolio pasar tidak efisien, CAPM tak menghasilkan prediksi apa pun. Dalam praktiknya mustahil untuk memperoleh portofolio pasar yang ideal seperti yang disyaratkan CAPM.
Hasil riset mereka tak memperlihatkan peranan signifikan dari β untuk data pasar saham di Amerika Serikat dari 1963-1990. Dengan begitu, secara praktis CAPM tak terlihat manfaatnya. Lengkaplah sudah keruntuhan CAPM, baik secara teoretis, empiris, maupun secara praktis.
(hlm. 110)
Sekalipun sudah pudar tetap tak tergantikan
Ide dasar CAPM tentang portofolio efisien, risiko sistematis, dan risiko yang bisa didiversifikasi tetap relevan untuk diketahui. Di samping itu, model-model baru sebagai alternatif dari CAPM sering bertitik tolak dari CAPM.
Penelitian-penelitian empiris tentang CAPM telah membawa kepada banyak penemuan baru tentang variabel-variabel lain yang memengaruhi kinerja saham. Tanpa pengetahuan tentang CAPM, agak sulit bagi investor untuk mengerti logika dan kesimpulan dari penelitian-penelitian ini.
Beberapa model alternatif baru bermunculan dan berusaha menggantikan tempat CAPM. Yang banyak disebut mempunyai posisi baik adalah Arbitrage Pricing Theory (teori penetapan harga berdasarkan arbitrase) oleh Stephen Ross, model-model asset pricing yang menggunakan continuous-time mathematics seperti yang dikembangkan Robert Merton, dan model-model simulasi yang memanfaatkan peningkatan eksponensial dari kinerja prosesor komputer.
05. Opsi Yang Sexy
(hlm. 112)
Sebaliknya, jika ternyata harga saham Telkom setelah tiga bulan bukannya USD 40 melainkan USD 15, Anda tidak perlu gunakan hak beli (exercise call options) Anda. Soalnya, Anda bisa beli saham lebih murah dari USD 30 per saham di pasar. Dalam kasus terakhir, Anda biarkan saja kontrak call options Anda berakhir tanpa Anda gunakan, sehingga Anda cuma rugi sebesar harga yang Anda bayar untuk beli kontrak itu (harga ini disebut sebagai premi dari opsi). Dengan demikian, kalau Anda punya call options saham Telkom, bila harga jatuh kerugian Anda terbatas sebesar premi dari opsi, sedangkan kalau harga naik potensi laba Anda tak terbatas.
(hlm. 113)
Rumus yang mengguncang dunia investasi
Opsi mempunyai banyak terminologi yang berkesan eksotik dan seksi, misalnya strategi opsi telanjang (naked strategy) dan mengangkang (straddle).
Sampai awal dekade 1970-an, pada saat analisis nilai tunai bersih (net present value) dan CAPM sudah mulai menjadi makanan sehari-hari para investor, belum ada orang yang berhasil memecahkan enigma penilaian opsi secara praktis. Padahal, ilmuwan yang berusaha memecahkan teka-teki opsi ini ada yang berkaliber Nobel, seperti Paul Samuelson. Memang sudah ada beberapa model teoretis tentang hal itu. Tapi, model-model tersebut terlalu teoretis dan memerlukan variabel input yang datanya tidak tersedia secara praktis.
(hlm. 114)
Baru pada Mei 1973 sebuah rumus yang revolusioner tentang penilaian opsi dipublikasikan di Journal of Political Economy oleh Fisher Black, seorang praktisi keuangan, dan Myron Scholes, profesor dari MIT. Pada periode yang sama, Prof. Robert Merton juga melakukan penelitian yang sama secara terpisah dan menghasilkan rumus yang sama, dan dipublikasikan di The Bell Journal of Economics and Management Science, 1973. Rumus yang terkenal dengan nama Black-Scholes-(Merton) itu sangat praktis, karena variabel input yang dibutuhkan tersedia secara umum, seperti harga dan deviasi standar imbal hasil dari saham yang bersangkutan (kalau aset dasar dari opsi itu saham) serta suku bunga; atau tersedia dalam kontrak opsi, misalnya harga patokan (strike price) dan periode jatuh tempo (time to maturity).
(hlm. 115)
Selanjutnya, Fisher Black juga menyadari bahwa rumus temuannya punya sepuluhan kelemahan, berupa asumsi yang kurang atau tidak realistis.
06. Nobel Untuk Opsi Yang Sexy
(hlm. 117)
Penawar ini adalah tangkal risiko (hedging) dengan memanfaatkan instrumen sekuritas derivatif (sekuritas yang nilainya tergantung dari nilai aset lain). Misalnya, opsi, kontrak berjangka (forward/future contract), swap, atau kombinasi beberapa instrumen.
(hlm. 119)
Terobosan berbuntut hadiah Nobel
Pertama, penggabungan opsi dan aset dasarnya dalam suatu portofolio, sehingga portofolio itu menjadi bebas risiko (riskless). Nilai opsi tergantung dari nilai aset dasarnya. Karena itu, opsi dan aset dasarnya mempunyai sumber risiko yang sama.
Akibatnya, dalam persamaan diferensial BSM tak lagi ditemukan imbal hasil harapan (expected return) dari aset dasar. Yang ada hanyalah suku bunga bebas risiko (risk-free rate). Ini sangat mempermudah penghitungan dan pencarian solusi praktis dari nilai sekuritas derivatif.
Sebelum BSM menemukan trik ini, kesulitan besar yang dihadapi para penilai sekuritas derivatif ada pada penghitungan imbal hasil harapan dari aset dasar.
(hlm. 120)
Lalu muncullah terobosan kedua: penggunaan matematika waktu kontinyu (continuous time mathematics) untuk menyederhanakan penurunan rumus.
Black adalah sarjana fisika dan doktor matematika terapan lulusan Universitas Harvard; persamaan diferensial BSM pada dasarnya adalah persamaan diferensial heat transfer (aliran panas). Kelompok praktisi keuangan berlatar belakang kuantitatif ini sering dijuluki The Rocket Scientists of the Wall Street.
07. Merger Cina-Hongkong Bisa Jadi Opsi Yang Sexy
(hlm. 123)
Kesempatan emas dan potensi risiko
Namun risiko ini sudah banyak berkurang dengan adanya perjanjian Cina-Inggris tahun 1984 yang menyebutkan bahwa Hong Kong akan tetap menikmati keindahan maupun keburukan kapitalisme selama 50 tahun setelah penyerahan. Untuk itulah Hong Kong menjadi wilayah administrasi khusus (SAR) di bawah Cina.
08. Meramal Kurs Rupiah
(hlm. 127)
Pada dasarnya manusia memang tidak suka pada ketidakpastian masa depan.
(hlm. 131)
Masa regular dan masa transisi
“I can calculate the motions of the heavenly bodies, but not the madness of people”.
09. Teori Kemelut Untuk Meraba Krisis Moneter
(hlm. 134)
Padahal, CTM adalah metode yang sudah terbukti ampuh. Pelopornya adalah matematikawan Perancis Louis Bachelier. Perhitungan ini juga dipakai oleh Robert Merton dkk untuk penilaian sekuritas derivatif seperti opsi sehingga mereka didaulat memenangkan hadiah Nobel Ekonomi tahun 1997.
Piranti ini dikembangkan lebih lanjut oleh Benoit Mandelbrot—seorang periset senior di IBM—menjadi Teori Fraktal. Mandelbrot sendiri bukan periset sembarangan. Ia adalah Profesor Matematika di Universitas Yale.
(hlm. 135)
Bisa menjelaskan situasi abnormal dunia keuangan
Masalahnya, bukti empiris menunjukkan bahwa distribusi perubahan data finansial (misalnya harga saham) menunjukkan gejolak yang jauh lebih liar dibandingkan gejolak yang dapat dimodel dengan CTM. Menurut data empiris, perubahan harga yang sangat kecil dan sangat besar memiliki proporsi yang jauh lebih besar (atau terjadi lebih sering) ketimbang yang diasumsikan oleh distribusi normal yang melandasi CTM.
(hlm. 136)
Menurut Mandelbrot, gejolak data pasar memiliki keserupaan dengan gejolak data cuaca (perhatikan kesamaan waktu datangnya bencana moneter dan bencana cuaca seperti kekeringan, asap, dan banjir besar), yaitu sama-sama memiliki simpangan besar terhadap nilai rata-ratanya.
Orang lain cukup puas dengan memahami bekerjanya pasar.
10. Voting? Semua Bisa Diatur
(hlm. 140)
Ini bukan sekadar teori ekonomi, Bung!
Menurut ahli ekonomi preferensi dari Universitas Stanford dan pemenang Nobel Ekonomi 1972, Kenneth J. Arrow, tak ada sistem sempurna untuk mengagregasi preferensi individu menjadi keinginan rakyat banyak dengan memenuhi persyaratan minimum: (1) transitivity, (2) unanimity, (3) independence of irrelevant alternatives, dan (4) non-dictatorship.
Unanimity mensyaratkan bila A lebih disukai semua pihak ketimbang B, maka dalam keputusan akhir A harus dipilih ketimbang B. Independence of irrelevant alternatives maksudnya, pilihan antara A dan B tak tergantung pada ketersediaan alternatif lain, misalnya C. Non-dictatorship berarti bahwa tak seorang individu yang selalu mendapatkan yang diinginkannya sehingga ia secara efektif memiliki kekuasaan diktator.
(hlm. 143)
Moral ceritanya, hasil akhir voting sangat bergantung pada prosedur dan urutan pengambilan keputusannya. Seperti kata mendiang Adam Malik: semua bisa diatur!
11. Saham Jigo = Opsi
(hlm. 146)
Mengapa? Mudah ditebak; nilai utang perusahaan-perusahaan ini sudah lebih tinggi dari nilai asetnya.
(hlm. 148)
Kemasannya saham, isinya opsi
Omong-omong, kalau harganya cuma jigo mungkin Anda bisa jual impas dengan cara melego kertas sertifikat sahamnya secara kiloan kepada pemulung kertas (saat itu perdagangan saham masih belum tanpa warkat atau belum scripless).
12. Manajer Reksadana: Pakar Yang Kerap Terkapar
(hlm. 150)
Profesor Fama dan para pengikutnya bersikeras bahwa pasar modal adalah sebuah mesin kompleks yang secara efisien memproses informasi untuk menetapkan harga saham.
Ada tiga jenis efisiensi dalam konsep asli EMH. Pertama, weak-form efficiency (efisiensi lemah). Efisiensi yang dimaksud di sini adalah bahwa harga saham di pasar modal sudah mencerminkan semua informasi historis pergerakan harga saham. Jadi, menurut teori ini, analisis teknikal yang berusaha memprediksi harga saham berdasar informasi harga historis adalah suatu kesia-siaan.
(hlm. 151)
Kedua, semi-strong form efficiency (efisiensi setengah kuat). Menurut konsep ini, harga saham sudah mencerminkan semua informasi yang tersedia untuk publik. Tidak ada investor yang bisa mendapat untung dengan cuma mengandalkan informasi yang tersedia untuk umum. Jadi, analisis fundamental untuk memprediksi harga saham adalah kesia-siaan belaka.
Ketiga, strong-form efficiency (efisiensi kuat). Menurut konsep ini, harga saham sudah mencerminkan semua informasi tentang perusahaan. Dengan demikian, percuma saja usaha seorang investor, baik yang punya informasi umum maupun informasi dari orang dalam, untuk memprediksi harga saham.
(hlm. 152)
Berdasarkan hasil-hasil perlombaan ini, ternyata para pakar secara rata-rata memang layak mendapat sebutan pakar. Imbal hasil dari portofolio rekomendasi dari para pakar ini lebih besar dari imbal hasil portofolio saham yang dipilih secara acak dan juga lebih besar dari imbal hasil indeks pasar (Dow Jones Industrial Average/DJIA) dalam periode yang sama.
Ternyata, sebagian besar dari reksadana mempunyai kinerja lebih buruk dari kinerja indeks pasar. Berdasarkan penelitian inilah perusahaan reksadana Vanguard, yang dipelopori John Bogle, membuat reksadana indeks.
Para pengikut Profesor Fama membanggakan hal ini sebagai salah satu bukti nyata dari kebenaran konsep EMH.
Namun, kalau tak ada yang mencari informasi, bagaimana mungkin harga saham mencerminkan informasi? Konsep EMH memang agak aneh. Agar teori itu benar, harus ada sebagian orang yang tidak percaya akan kebenarannya.
13. Kontes Kecantikan Di Bursa Saham
(hlm. 156)
Beliau menggunakan analogi kontes kecantikan untuk menerangkan perilaku investor dan harga saham. Pak Keynes sejak dulu telah punya teori bahwa harga saham tidak melulu dipengaruhi oleh fundamentalnya saja.
(hlm. 157)
Apa itu kontes kecantikan saham?
Dengan aturan seperti ini, seorang juri tak memilih calon yang menurut si juri pribadi paling cantik, melainkan memilih calon yang diramalkan oleh si juri akan dinilai cantik oleh para juri lain pada umumnya. Juri-juri lain juga akan melihat permasalahan ini dengan kacamata serupa. Akibatnya, masing-masing juri akan berusaha mengantisipasi apa yang diperkirakan oleh rata-rata juri lainnya. Alhasil, wanita tercantik menurut masing-masing individu belum tentu terpilih sebagai ratu kecantikan.
14. Salah Kaprah Suku Bunga Dan Kurs Valas
(hlm. 160)
Guru saya pernah berkata bahwa ada tiga sumber utama penyebab debat kusir dalam diskusi: salah kaprah, salah paham, dan salah motivasi. Salah kaprah adalah kalau orang yang berdebat sebenarnya tidak menguasai konsep dasar dari topik perdebatan sehingga debatnya melenceng ke sana-sini. Salah paham artinya kedua pihak sebenarnya berpendapat sama namun penyampaian pendapatnya sedemikian buruknya sehingga kedua pihak saling tak mengerti pendapat lawan bicaranya dan mengira pendapat mereka saling bertentangan. Salah motivasi terjadi bila tujuan tukar pikiran bukan untuk mencari kejelasan melainkan mencari kemenangan.
(hlm. 162)
Pertama, yang memiliki hubungan positif dengan pergerakan kurs suatu mata uang adalah suku bunga real (bukan nominal) mata uang tersebut. Kedua, pengamatan sepintas terhadap hubungan suku bunga nominal dan kurs mata uang dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru dan membingungkan.
Refleksi Penutup: Bila Pakar Kena Mismatch
(hlm. 165)
Dari sisi ekonomi finansial, penyebab krisis ini bisa diringkas ke dalam satu kata, yaitu mismatch (ketidaksepadanan). Ada beberapa mismatch yang bisa memicu krisis. Pertama, mismatch penggunaan sumber dana jangka pendek untuk membiayai proyek jangka panjang.
Contoh lainnya adalah strategi gap (borrow short, lend long) yang sengaja dijalankan bank untuk memperbesar keuntungan dari selisih bunga deposito (jangka pendek) dan bunga kredit (jangka panjang).
Kedua, mismatch penggunaan sumber dana valas (misalnya pinjaman dalam dolar AS) untuk membiayai proyek-proyek dengan sumber pendapatan dalam rupiah.
(hlm. 166)
Mismatch Non Finansial
Ketiga, mismatch antara sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan dan SDM yang tersedia.
Keempat, mismatch antara informasi yang tersedia atau dipublikasikan dan keadaan sebenarnya. Dalam bahasa kerennya hal ini disebut sebagai kesenjangan informasi (asymmetric information, incomplete/imperfect information), atau ketidaktransparanan.
Kelima, mismatch antara budaya politik yang masih tradisional paternalistik (baru belajar berdemokrasi selama sekitar 15 tahun terakhir) dan budaya ekonomi yang secara cepat menuju liberalisasi dan globalisasi.
(hlm. 167)
Dalam ilmu ekonomi, mismatch-mismatch tersebut akhirnya bermuara menjadi mismatch antara penawaran dan permintaan, baik terhadap aset riil (seperti beras, properti) maupun aset finansial (seperti saham, valas). Mismatch yang terakumulasi dan terus berlanjut memicu gejolak harga yang luar biasa yang kita alami saat ini baik di sektor riil maupun finansial/moneter.
(hlm. 168)
Lanjutan kisah malaikat di balon udara
Supaya aman, sebaiknya Anda mendarat dulu sebentar. Dengan biaya yang reasonable, saya bisa melatih membaca peta. Biayanya sudah termasuk satu set peta Jakarta dan sekitarnya.
BIBLIOGRAPHY
(hlm. 170)
Fama, Eugene, F., “Market Efficiency, Long-Term Returns, and Behavioral Finance,” Journal of Financial Economics 49, 1998, 283-306
Fama, Eugene, F., and French, R. Kenneth, “The Cross-Section of Expected Stock Returns,” Journal of Finance XLVII, No. 2, June 1992, pp. 427-65