Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku Emotional Intelligence oleh Daniel Goleman.
Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.
Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.
Selamat membaca.
Chandra Natadipurba
===
EMOTIONAL INTELLIGENCE
KECERDASAN EMOSIONAL
Mengapa El Lebih Penting daripada IQ
Daniel Goleman
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Alih bahasa : T. Hermaya Perwajahan sampul : Agustinus Purwanta Perwajahan isi : Sukoco
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama : Oktober 1996 Cetakan kedelapan belas : April 2009 Cetakan kesembilan belas : Februari 2015
ISBN: 978-602-03-1288-0
TANTANGAN ARISTOTELES
Siapa pun bisa marah—marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik—bukanlah hal mudah.
Aristoteles, The Nicomachean Ethics
(hlm.xii)
MENGAPA EKSPLORASI INI PENTING
Sepuluh tahun terakhir ini, selain berita-berita buruk, juga ditandai dengan lonjakan drastis dalam kajiian ilmiah di bidang emosi. Yang paling dramastis adalah terkuaknya cara kerja otak, yang dimungkinkan oleh metode-metode terbaru seperti teknologi pemayaran otak.
(hlm.xiii)
Saya ingin mengatakan bahwa perbedaanya sering kali terletak pada kemampuan-kemampuan yang di sini disebut kecerdasan emosional, yang mencakuo pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.
Ada semakin banyak bukti bahwa sikap etik dasar dalam kehidupan berasal dari kemampuan emosional yang melandasinya.
(hlm.xiv)
Dengan cara yang sama, akar cinta sesama terletak pada empati, yaitu kemampuan membaca emosi orang lain; tanpa adanya kepekaan terhadap kebutuhan atau penderitaan orang lain, tidak akan timbul rasa kasih sayang. Apabila ada dua sikap moral yang dibutuhkan oleh zaman sekarang, sikap yang paling tepat adalah kendali diri dan kasih sayang.
(hlm.4)
BAGIAN SATU OTAK EMOSIONAL
1
APA KEGUNAAN EMOSI?
Bila dilihat dari sudut pandang ahli-ahli biologi evolusi, pengorbanan diri orangtua semacam itu menguntungkan “keberhasilan reproduksi” dalam mewariskan gen-gen seseorang kepada generasi selanjutnya. Tetapi, dari sudut pandang orangtua yang membuat keputusan berat pada saat-saat kritis, tindakan tersebut tak bisa lain kecuali cinta.
Hanya cita yang amat kuatlah—desakan untuk menyelamatkan anak tercinta—yang dapat mendorong orangtua mengalah hasrat menyelamatkan diri sendiri. Bila ditinjau dari aspek nalar, pengorbanan diri semacam itu jelas tidak rasional; bila ditinjau dari aspek perasaan, tindakan tersebut merupakan satup-satunya pilihan.
Mengapa evolusi menepatkan emosi sebagai titik pusat jiwa manusia.
(hlm.5)
Sebagimana kita ketahui dari pengalaman, apabila masalahnya menyangkut pengambilan keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama pentingnya—dan sering kali lebih penting—daripada nalar.
Kecerdasan tak berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa.
(hlm.6)
Sebagaimana dilukiskan Freud dalam Civilizations and Its Discontents, masyarakat harus memberlakukan peraturan-peraturan dengan maksud mengurangi akses-akses gejolak emosi yang terlampau bebas dari dalam diri manusia.
(hlm.7)
Dorongan Melakukan Tindakan
Kehati-hatian yang dipaksakan oleh rasa takut pada hari itu barangkali telah mmenyelamatkan nyawa saya.
Semua emosi, pada dasarnya, adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-” untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
(hlm.11)
Tetapi, pemahaman penuh empati yang menyadari bahwa bila mata seseorang berkaca-kaca berarti ia sedang sedih meskipun kata-katanya menyangkal merupakan tidak pemahaman yang sama persis dengan perilaku menyerap makna yang terkandung dalam kata-kata yang tersurat.
(hlm.13)
(Pertumbuhan otak dalam embrio manusia pada dasarnya melacak perjalanan evolusi ini.)
Dari akar yang paling primitif ini, yaitu batang otak, terbentuklah pusat emosi. Otak emosional sudah ada jauh sebelum ada otak rasional.
Akar kehidupan emosional kita yang paling kuno adalah indra penciuman, atau, lebih tepatnya, lobus olfaktori (bonggol olfaktori), yaitu sel yang menerima dan menganalisis bau. Setiap benda hidup, entah itu makanan, benda beracun, pasangan seksual, pemangsa atau mangsa, mempunyai ciri molekuler sendiri-sendiri yang dapat terbawa angin. Pada zaman primitif, bau dipercaya sebagai indra yang paling penting untuk kelangsungan hidup.
(hlm.14)
Sistem “limbik”, dari kata Latin “limbus” yang berarti “cincin”. Wilayah saraf baru ini menambahkan emosi pada repertoar otak.11 Bila kita dikuasai oleh hasrat atau amarah, sedang jatuh cinta atau mundur ketakutan, maka sistem limbik itulah yang sedang mencengkeram kita.
(hlm.15)
Tambahan baru pada otak ini memungkinkan bertambahnya nuansa-nuansa pada kehidupan emosional. Ambillah contoh cinta. Struktur limbik menghasilkan perasaan nikmat dan libido—emosi-emosi yang mendorong nafsu seksual. Tetapi, penambahan neokorteks dan sambungan-sambungannya ke sistem limbik memungkinkan adanya ikatan ibu- anak yang merupakan dasar unit keluarga dan keterlibatan jangka panjang untuk mengasuh anak sehingga memungkinkan terjadinya perkembangan manusia.
(hlm.16)
Neokorteks memungkinkan adanya kepelikan dan kerumitan kehidupan emosional, misalnya kemampuan untuk memiliki perasaan mengenai perasaan kita.
(hlm.18)
Ledakan emosional semacam itu merupakan pembajakan saraf. Bukti menunjukkan bahwa pada saat-saat tersebut, pusat dalam otak limbik mengumumkan adanya keadaan darurat, sambil menghimpun bagian- bagian lain otak untuk mendukung agendanya yang mendesak. Pemba- jakan tersebut berlangsung seketika, dan memicu reaksi atas momen penting sebelum neokorteks, bagian otak yang berpikir, memahami sepe- nuhnya apa yang sedang terjadi, misalnya memutuskan apakah tindakan itu merupakan gagasan yang baik. Ciri utama pembajakan semacam itu adalah begitu saat tersebut berlalu, mereka yang mengalaminya tidak menyadari apa yang baru saja mereka lakukan.
(hlm.19)
LETAK SEMUA NAFSU
Pada manusia, amigdala (dari kata Yunani yang berarti buah almond [buah badam]) adalah kelompok struktur yang saling terkoneksi berbentuk buah badam yang bertumpu pada batang otak, dekat alas cincin limbik.
(hlm.23)
PENJAGA EMOSI
Dalam salah satu di antara temuan-temuan paling menarik tentang emosi selama sepuluh tahun terakhir ini, LeDoux mengungkapkan bagaimana arsitektur otak memberi tempat istimewa bagi amigdala sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu membajak otak.5
(hlm.24)
Saluran yang lebih kecil dan lebih pendek ini—mirip jalan pantas saraf—memungkinkan amigdala menerima sejumlah masukan langsung dari indra-indra dan memulai suatu respons sebelum masukan-masukan itu terdata sepenuhnya oleh neokorteks.
(hlm.26)
Penelitian lain telah memperlihatkan bahwa dalam per sekian ribu detik pertama kita mencerap sesuatu, kita bukan saja secara tak sadar menangkap apa yang kita cerap, tetapi juga memutuskan apakah kita menyukainya atau tidak; “bawah sadar kognitif” melukiskan kesadaran kita terhadap tidak hanya identitas apa yang kita lihat, namun juga pendapat mengenainya.7 Emosi kita mempunyai pikirannya sendiri, pikiran yang dapat mempunyai pandangan tersendiri tanpa dipengaruhi pikiran rasional.
(hlm.27)
“Hipokampus itu penting untuk mengenali bahwa suatu wajah adalah wajah sepupu Anda. Tetapi amigdala-lah yang mengingatkan bahwa sebetulnya Anda tidak menyukainya.”
(hlm.29)
LeDoux meninjau peran amigdala dalam masa kanak-kanak untuk mendukung apa yang telah lama menjadi prinsip dasar pemikiran psikoanalisis: bahwa interaksi-interaksi tahun-tahun awal dalam kehidupan menjadi dasar serangkaian pemelajaran emosi berdasarkan kebiasaan dan gangguan yang ada dalam hubungan antara bayi dan pengasuhnya.9
Barangkali kita mempunyai perasaan kacau balau tersebut, tetapi tidak memiliki kata-kata bagi ingatan yang membentuknya.
(hlm.34)
Sakelar utama untuk mematikan emosi tertekan tampaknya adalah lobus prefrontal kiri.
(hlm.36)
Ilmuwan-ilmuwan saraf menggunakan istilah “ingatan kerja” untuk menyebut kemampuan atensi yang menyimpan fakta-fakta penting dalam pikiran untuk menyelesaikan pekerjaan atau persoalan, entah dalam bentuk ciri-ciri ideal yang dicari seseorang pada sebuah rumah ketika sedang meninjau beberapa rumah, atau unsur-unsur pemecahan masalah dalam suatu tes.
(hlm.38)
Biasanya sifat saling melengkapi antara sistem limbik dan neokorteks, amigdala dan lobus-lobus prefrontal, berarti masing-masing adalah pasangan penuh dalam kehidupan mental. Apabila pasangan-pasangan ini berinteraksi dengan baik, kecerdasan emosional akan bertambah—demikian juga kemampuan intelektual.
Kita bukan ingin menghapus emosi dan menggantikannya dengan akal, sebagaimana dikatakan Erasmus, melainkan menemukan keseimbangan cerdas antara keduanya.
(hlm.42)
BAGIAN DUA CIRI-CIRI KECERDASAN EMOSIONAL
3
KAPAN YANG PINTAR ITU BODOH
Masalahnya adalah, bagaimana mungkin seseorang yang jelas-jelas cerdas melakukan sesuatu yang sedemikian tak rasional—sesuatu yang betul-betul bodoh? Jawabannya: Kecerdasan akademis sedikit saja kaitannya dengan kehidupan emosional.
Setinggi-tingginya, IQ menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, jadi yang 80% diisi oleh kekuatan-kekuatan lain. Seorang pengamat menyatakan, “Status akhir seseorang dalam masyarakat pada umumnya ditentukan oleh faktor-faktor bukan IQ, melainkan boleh kelas sosial hingga nasib kita.”
(hlm.46)
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap—yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif—memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan atau dalam menangkap aturan-aturan tak tertulis yang menentukan keberhasilan dalam politik organisasi.
(hlm.47)
Ketelitian Judy menunjukkan bahwa ia memahami peta pergaulan yang sempurna tentang kelasnya, suatu tingkat kecermatan yang luar biasa bagi seorang anak berusia empat tahun. Ini adalah keterampilan yang, dalam kehidupannya di masa datang, barangkali memungkinkan Judy tumbuh menjadi bintang dalam setiap bidang yang menitikberatkan pada “kecakapan bergaul”, mulai dari penjualan dan manajemen hingga diplomasi.
Bahwa kecermerlangan sosial Judy ditemukan, apalagi pada tahap amat dini, adalah karena anak itu menjadi murid Taman Kanak-kanak Eliot Pearson di kampus Tufts University yang mengembangkan Project Spectrum, suatu kurikulum yang secara sengaja berupaya mengembangkan berbagai macam kecerdasan.
(hlm.48)
Kita harus mengurangi waktu kita untuk mengerutkan kepandaian anak dan lebih banyak meluangkan waktu untuk menolong mereka menemukan bakat dan kecakapan alamiah mereka dan memupuknya.
Buku Gardner yang diterbitkan tahun 1983, Frames of Mind, yang amat berpengaruh merupakan manifestasi penolakan akan pandangan IQ tadi.
(hlm.49)
Kata kunci dalam pandangan terhadap kecerdasan ini adalah majemuk (multiple) : model Gardner jauh melampaui konsep baku IQ sebagai faktor tunggal yang tak dapat diotak-atik.
Kecerdasan antarpribadi, misalnya, dipecah-pecah menjadi empat kemampuan tersendiri: kepemimpinan, kemampuan menyelesaikan konflik, dan keterampilan semacam analisis sosial yang dimiliki secara luar biasa oleh Judy yang berusia empat tahun itu.
(hlm.52)
Selama dasawarsa pertengahan abad ini, psikologi di kalangan akademis dikuasai oleh ahli-ahli perilaku yang dimotori oleh B.F. Skinner, yang merasa bahwa hanya perilakulah yang dapat ditinjau secara objektif, dari titik pandang luar, yang dapat dikaji dengan ketelitian ilmiah. Ahli-ahli perilaku ini menyatakan bahwa semua kehidupan batin, termasuk emosi, berada di luar batas-batas ilmu.
(hlm.53)
Karena tidak memiliki cita rasa liris yang dibawa oleh perasaan, Data dapat memainkan musik atau menulis pusisi dengan kehebatan teknis, tetapi tidak merasakan getara perasaan.
(hlm.54)
Dan, sehari-hari, tak ada kecerdasan yang lebih penting daripada kecerdasan antarpribadi. Apabila Anda tidak memilikinya, Anda akan memilih hal-hal yang keliru mengenai siapa yang akan Anda nikahi, pekerjaan yang akan Anda ambil, dan seterusnya. Kita harus melatih anak-anak untuk mengembangkan kecerdasan pribadi di sekolah.
(hlm.56)
Mengenali emosi diri
Mengelola emosi
Memotivasi diri sendiri
Mengenali emosi orang lain
(hlm.57)
Membina hubungan
(hlm.58)
Berbeda dengan tes-tes untuk IQ yang sudah dikenal, sampai sekarang belum ada tes tertulis tunggal yang menghasilkan “nilai kecerdasan emosional” dan barangkali tak pernah akan ada tes semacam itu.
(hlm.62)
4
KENALI DIRI ANDA
Bila kita berkata “Jangan!“ pada seorang anak yang begitu marah sehingga ia memukul teman mainnya, barangkali kita dapat menghentikan pemukulan itu, tatapi amarahnya tidak seketika lenyap.
(hlm.63)
Menurut Mayer, orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka:6
Sadar diri
Tenggelam dalam permasalahan
Pasrah
(hlm.65)
Diener menemukan bahwa kaum wanita pada umumnya lebih kuat merasakan emosi positif dan negatif daripada kaum pria.
(hlm.70)
Antonio Damasio, ahli neurologi yang dikunjungi Elliot, terkejut karena ada salah satu unsur yang hilang dari repertoar mental Elliot: meskipun tidak ada yang salah pada logika, ingatan, perhatian, atau kemampuan kognitif lainnya, Elliot praktis tidak mengetahui apa perasaannya atas hal-hal yang terjadi pada dirinya.
Pola pikir Elliot berubah menjadi seperti komputer, yaitu mampu membuat setiap langkah menurut kalkulasi keputusan, tetapi tidak sanggup menetapkan nilai bagi berbagai keungkinan. Setiap pilihan bersifat mental.
Pelajaran yang dapat ditarik dari kasus ketidakmampuan Elliot untuk mengambil keputusan adalah pentingnya peran perasaan sebagai pedoman dalam menempuh arus keputusan-kepeutusan pribadi yang terus-menerus dilakukan dalam hehidupan.
(hlm.72)
MEMAHAMI ALAM BAWAH SADAR
Sebagian besar kehidupan emosional berada dalam awal bawah sadar; perasaan-perasaan yang bergejolak dalam diri kita tidaklah senantiasa melintasi ambang kesadaran.
(hlm.73)
Ambillah contoh seseorang yang kesal karena pagi-pagi sudah bertengkar hebat, dan kemudian merasa jengkel selama berjam-jam sesudahnya, mengangap orang-orang mengejeknya walaupun sebenarnya tidak, dan mebentak-bentak semua orang tanpa alasan yang jelas.
(hlm.74)
5
BUDAK NAFSU
Pengusaaan diri, yaitu kemampuan untuk menghadapi badai emosional yang dibawa oleh Sang Nasib, dan bukannya menjadi “budak nafsu”, telah dijunjung tinggi sejak zaman Plato. Kata Yunani kuno untuk kemampuan ini ada sophrosyne, “hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan; keseimbangan dan kebijaksanaan yang terkendali”, sebagaimana diterjemahkan oleh Page DuBois, seorang pakar Bahasa Yunani.
(hlm.76)
Bagaimanapun, mengatur emosi sama dengan bekerja full time; sebagian besar dari apa yang kita kerjakan—terutama pada waktu luang adalah berupaya mengatur suasana hati.
Seni menghibur diri sendiri merupakan keterampilan hidup yang mendasar, beberapa pemikir psikoanalitis, seperti John Bowlby dan D.W. Winnicott, menganggapnya sebagai salah satu alat kejiwaan yang paling penting.
(hlm.78)
ANATOMI AMARAH
Bandingkanlah rangkaian amarah tadi dengan pola pemikiran yang lebih bersimpati terhadap si pengemudi yang menyalip Anda: “Barangkali ia tidak melihatku, atau boleh jadi ia punya alasan kuat mengapa mengemudi begitu ngawur, siapa tahu ada keadaan darurat medis.” Alur kemungkinan tersebut akan melunakkan amarah menjadi rasa kasihan, atau sekurang-kurangnya membuat pikiran jadi terbuka, sehingga menggagalkan timbulnya amarah.
Benjamin Franklin dapat me- rumuskannya dengan bagus: “Amarah itu tak pernah tanpa alasan, tetapi jarang yang alasannya benar.”
(hlm.80)
“Gelombang” Amarah
Zillman menemukan bahwa pemicu amarah yang universal adalah perasaan terancam bahaya.
(hlm.81)
Berbagai macam jenis stres menciptakan rangsangan adrenokorteks, memperendah ambang batas apa-apa yang merangsang amarah. Oleh karena itu, seseorang yang pulang kerja dalam keadaan capek amat mudah terpancing amarahnya oleh hal-hal sepele—misalnya, anak-anak terlampau ribut atau belum mandi—yang dalam keadaan-keadaan lain tidak akan cukup kuat untuk memicu pembajakan emosi.
(hlm.84)
Obat Perada Amarah
Zillmann menemukan bahwa informasi tersebut berfungsi dengan baik pada tahap-tahap amarah yang biasa-biasa; pada amarah yang sudah mencapai titik puncak, informasi tersebut tidak membuat keadaan jadi berbeda karena telah terjadi apa yang disebut- nya “kelumpuhan kognitif”—dengan kata lain, orang tidak mampu lagi berpikir jernih.
(hlm.90)
MENGATASI KECEMASAN: APA, AKU KHAWATIR?
Penderita insomnia adalah tukang khawatir kronis, dan tak henti-hentinya khawa- tir meskipun mereka sangat mengantuk. Salah satu cara yang berhasil untuk menolong mereka agar tertidur adalah menjauhkan mereka dari pikiran-pikiran yang mencemaskan, memusatkan perhatian pada perasaan-perasaan hasil metode relaksasi. Pendek kata, kekhawatiran dapat dihentikan dengan mengalihkan perhatian.
(hlm.99)
Penghilang Kesedihan
Menangis, menurut salah satu teori, merupakan cara alamiah untuk menurunkan kadar senyawa kimia otak yang memicu kesedihan. Namun, selain dapat melenyapkan kabut kesedihan, menangis juga membuat orang terobsesi akan alasan kesedihannya. Gagasan “menangis itu baik” justru menyesatkan: tangisan yang mengiringi lamunan akan menciptakan kemeranaan yang berkepanjangan.
(hlm.106)
6
KECAKAPAN UTAMA
Yang paling mengejutkan saya akan momen menakutkan itu adalah betapa otak saya jadi “macet”.
(hlm.107)
Sekarang saya memahami bahwa siksaan saya itu boleh jadi merupakan saksi kekuatan otak emosional untuk mengalahkan, bahkan melumpuhkan, otak nalar.
Bila emosi mengalahkan konsentrasi, yang dilumpuhkan adalah kemampuan mental yang oleh ilmuwan kognitif disebut “ingatan kerja”, yaitu kemampuan untuk menyimpan dalam benak semua iformasi yang relevan dengan tugas yang sedang dihadapi.
(hlm.108)
Studi-studi terhadap para atlet Olimpiade, musikus kelas dunia, dan para grand master catur menunjukkan adanya ciri yang serupa pada mereka, yaitu kemampuan memotivasi diri untuk tak henti-hentinya berlatih secara rutin.4
Memulai lebih dini memberikan keuntungan seumur hidup: para murid paling cerdas di kelas biola pada akademi musik terbaik di Berlin—pada usia awal dua puluhan-telah menghabiskan sepuluh ribu jam latihan, sementara murid-murid di ba- wahnya rata-rata menghabiskan 7.500 jam.
Tampaknya yang membuat mereka amat istimewa di tengah persaingan keras dibandingkan orang-orang lain yang berkemampuan kurang lebih sama adalah tingkat ketahanan, yang dimulai pada awal hidup mereka, untuk mampu menempuh latihan rutin yang berat selama bertahun-tahun. Ketekunan itu, terutama, bergantung pada sifat emosional—antusiasme serta kegigihan menghadapi tantangan..
(hlm.109)
Namun, pada bidang profesi utama, seperti hukum dan kedokteran-yang akhir-akhir ini banyak diserbu oleh orang-orang Asia-Amerika itu—sebagai suatu golongan, IQ mereka seolah-olah jauh lebih tinggi, setara dengan IQ 110 bagi orang Amerika keturunan Jepang dan 120 bagi keturunan Cina.6
Sanford Dorenbusch, seorang ahli sosiologi dari Stanford University yang mengamati lebih dari 10.000 murid sekolah menengah atas, menemukan bahwa orang-orang Asia-Amerika menghabiskan waktu 40% lebih banyak untuk melakukan pekerjaan rumah daripada murid-murid lainnya. “Bila sebagian besar orangtua Amerika rela menerima kelemahan anak dan memperkuat kelebihan-kelebihannya; orang-orang Asia mempunyai sikap yang berbeda. Bila Anda belum berhasil, Anda harus belajar sampai larut malam, dan apabila Anda belum berhasil juga, Anda harus bangun dan belajar pagi-pagi benar. Mereka yakin siapa pun dapat berhasil di sekolah asalkan berusaha keras.” Pendek kata, etos kerja yang bersifat tradisi yang telah mengakar diterjemahkan menjadi motivasi yang lebih Suek tinggi, semangat, dan ketekunan-suatu keunggulan emosional.
(hlm.110)
KENDALI DORONGAN HATI: TES MARSHMALLOW
Bayangkanlah Anda seorang anak usia empat tahun dan seseorang mengajukan usul berikut: apabila Anda mau menunggu sampai orang itu menyelesaikan tugasnya, Anda akan diberi dua bungkus marshmallow sebagai hadiah. Apabila Anda tidak mau menunggu, Anda hanya diberi sebungkus—tetapi Anda dapat memperolehnya saat itu juga. Ini tentunya tantangan menggiurkan bagi setiap anak umur empat tahun, sebuah mikrokosmos perjuangan abadi antara dorongan hati dan pengekangan diri, id dan ego, hasrat dan kendali diri, pemuasan dan penundaan.
Barangkali tidak ada keterampilan psikologis yang lebih penting selain melawan dorongan hati. Ini merupakan akar segala kendali diri emosinal, sebab semua emosi, sesuai dengan sifatnya, membawa pada salah satu dorongan hati untuk bertindak. Akar makna kata emosi, ingat, adalah “bergerak”. Kemampuan untuk menahan dorongan untuk bertindak itu, untuk memadamkan gerakan yang baru saja terpancing itu, pada tingkat fungsi otak sangat mungkin diterjemahkan menjadi hambatan sinyal- sinyal limbik untuk menuju korteks motor, meskipun penafsiran sema- cam itu tetap tinggal dugaan sampai sekarang.
(hlm.111)
Anak- anak yang mampu menahan godaan pada umur empat tahun merupakan remaja yang secara sosial lebih cakap: secara pribadi lebih efektif, lebih tegas, dan lebih mampu menghadapi kekecewaan hidup. Mereka tidak mudah hancur, menyerah, atau surut di bawah beban stres, atau bingung serta kalang kabut bila tertekan; mereka mencari dan siap menghadapi tantangan, bukannya menyerah sekalipun harus menemui berbagai kesulitan; mereka percaya diri dan yakin akan kemampuan mereka, dapat dipercaya dan diandalkan; dan sering mengambil inisiatif serta terjun langsung menangani proyek. Dan, lebih dari sepuluh tahun kemudian, mereka tetap mampu menunda pemuasan demi mengejar tujuan.
(hlm.112)
Kemampuan menunda dorongan hati merupakan akar segala macam upaya, mulai dari mempertahankan diet hingga mengejar gelar sarjana.
(hlm.113)
“Penundaan pemuasan yang dipaksakan kepada diri sendiri demi suatu sasaran”, barangkali merupakan inti pengaturan-diri emosional: kemampuan untuk melawan dorongan demi tercapainya sasaran, baik itu membangun suatu bisnis, menyelesaikan persamaan aljabar, maupun mengejar gelar juara liga sepak bola.
(hlm.115)
Sumber daya mental yang difokuskan pada satu tugas kognitif—yaitu kekhawatiran—hanya akan mengurangi sumber-sumber daya yang tersedia untuk memproses informasi lain.
Bacaan klasik dalam psikologi melukiskan hubungan antara kecemasan dan kinerja, termasuk mental, dalam model huruf U terbalik.
(hlm.116)
Manfaat intelektual dari tertawa lepas amat menakjubkan bila digunakan untuk membantu memecahkan permasalahan yang menuntut solusi yang kreatif. Salah satu studi menemukan bahwa orang yang baru saja menonton video lucu di televisi menjadi lebih kreatif menyelesaikan teka-teki yang sudah lama digunakan oleh para psikolog dalam tes berpikir kreatif.18
(hlm.118)
KOTAK PANDORA DAN POLLYANNA: KEKUATAN BERPIKIR POSITIF
Ia menemukan bahwa harapan merupakan harapan merupakan alat yang lebih baik untuk memprediksi nilai-nilai semester pertama ketimbang nilai SAT, suatu tes yang konon mampu meramalkan bagaimana keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi (dan sangat erat kaitannya dengan IQ).
Kisah mengenai harapan ini juga diceritakan dalam legenda terkenal mengenai Pandora. Pandora, seorang putri bangsawan di zaman Yunani Kuno, diberi hadiah berupa kotak misterius oleh para dewa yang iri akan kecantikannya. la diberitahu bahwa ia dilarang membuka hadiah itu. Tetapi pada suatu hari, karena dikuasai oleh rasa ingin tahu dan tergoda, Pandora mengangkat tutup kotak itu untuk mengintip ke dalamnya. Begitu kotak itu terbuka, lepaslah segala siksaan hebat-penyakit, keputus- asaan, penyakit gila ke dunia. Tetapi, seorang dewa yang penuh belas kasih menyuruhnya menutup kotak itu tepat pada waktunya untuk menangkap satu-satunya obat penawar yang membuat kesengsaraan hidup ini dapat ditanggulangi: harapan.
(hlm.120)
OPTIMISME : MOTIVATOR UTAMA
Optimisme, seperti harapan, berarti memiliki pengharapan yang kuat bahwa, secara umum, segala sesuatu dalam kehidupan akan beres, kendati ditimpa kemunduran dan frustrasi.
Sanggup ditolak tanpa merasa sakit hati merupakan hal esensial dalam segala bentuk penjualan, terutama untuk produk seperti asuransi, yang rasio antara “tidak” dan “ya”-nya amat mengecilkan hati.
(hlm.124)
Keadaan yang mereka lukiskan itu itu disebut flow—hanyut—oleh Mihaly Csikszentmihalyi, ahli psikologi dari Uviversity of Chicago yang telah mengumpulkan kisah-kisah puncak kerja semacam itu selama penelitiannya yang memakan waktu dua puluh tahun.26
Mampu mencapai keadaan flow merupakan puncak kecerdasan emosional; flow barangkali puncak pemanfaatan emosi demi peforma dan pemebelajaran. Dalam flow, emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga, dan selaras dengan tugas yang sedang dihadapi.
(hlm.125)
Seorang dokter bedah, misalnya, mengenang sebuah operasi berat yang selama operasi itu ia sedang dalam keadaan flow; ketika rampung melakukan operasi, ia melihat beberapa serpihan benda di lantai ruang operasi dan bertanya apa yang telah terjadi. Ia terkejut ketika diberitahu bahwa sewaktu ia sedang sibuk mengoperasi, sebagian langit-langit runtuh—ia sama sekali tidak menyadarinya.
Ada beberapa cara untuk mencapai keadaan flow. Salah satunya adalah dengan sengaja memusatkan perhatian sepenuhnya pada tugas yang sedang dihadapi; keadaan konsentrasi tinggi merupakan inti flow.
(hlm.126)
“Tampakya orang berkonsentrasi paling baik apabila tuntutan yang ditunjukkan kepada mereka sedikit lebih besar daripada biasanya, dan mereka mampu memberi lebih daripada yang biasa. Apabila tuntutan terlampau ringan, orang menjadi bosan. Apabila tuntutan terlalu berat untuk ditangani, mereka cemas. Flow terjadi dalam zona amat tipis amat tipis antara kebosanan dan kecemasan.”28
(hlm.128)
PEMELAJARAN DAN FLOW MODEL BARU DALAM PENDIDIKAN
Dalam suatu studi terhadap 200 seniman setelah 18 tahun mereka lulus dari sekolah seni, Csikzentmihalyi menemukan bahwa yang menjadi pelukis-pelukis serius adalah mereka yang semasa mahasiswa menikmati kebahagiaan melukis itu sendiri. Mereka yang termotivasi memasuki sekolah seni karena mengejar mimpi ketenaran dan kekayaan sebagian besar telah jauh melenceng dari seni setelah lulus.
(hlm.129)
Mereka yang berprestasi rendah menghabiskan sebagian besar jam-jam santai mereka dengan bergaul, bersenang-senang bersama teman dan keluarga.
Howard Gardner, ahli psikologi Harvard yang mengembangkan teori kecerdasan majemuk, menganggap flow, dan keadaan-keadaan positif yang mencirikannya, sebagai salah satu cara paling sehat untuk mengajar anak-anak, memberi motivasi mereka dari dalam diri bukannya dengan ancaman atau iming-iming.
(hlm.133)
7
AKAR EMPATI
Kemampuan berempati—yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain—ikut berperan dalam pergulatan di arena kehidupan, mulai dari penjualan dan manajemen hingga asmara dan mendidik anak, dari belas kasih hingga tindakan politik.
Emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata; emosi jauh lebih sering diungkapkan melalui isyarat.
(hlm.135)
BAGAIMANA EMPATI BERKEMBANG
Hasil-hasil studi tersebut menemukan bahwa akar empati dapat dilacak hingga masa bayi. Praktis mulai saat mereka lahir, bayi akan terganggu bila mendengar bayi lain menangis—repons yang oleh beberapa orang dianggap sebagai tanda-tanda awal empati.5
(hlm.138)
ANAK YANG TERSETALA BAIK
Bercinta barangkali merupakan tiruan yang paling mendekati dalam kehidupan orang dewasa atas penyetalaan kemesraan antara bayi dan ibu. Bercinta, tulis Stern, “melibatkan pengalaman merasakan keadaan subjektif orang lain: hasrat bersama, niat yang selaras, dan keadaan saling menguntungkan dari perangsangan yang berganti-ganti secara simultan”, yaitu pasangan yang bercinta saling menanggapi dalam kebersamaan yang menimbulkan perasaan adanya hubungan mendalam tanpa disadari. Bercinta, dalam bentuk paling buruk, tidak mengandung kebersamaan emosional apa pun.
(hlm.140)
KERUGIAN SALAH SETALA
Kerugian emosional seumur hidup akibat tiadanya penyetalaan pada masa kanak-kanak dapat berakibat parah—dan bukan sekadar bagi anak tersebut. Suatu studi terhadap para penjahat yang melakukan tindak kejahatan paling keji dan paling brutal menemukan bahwa satu-satunya ciri kehidupan kanak-kanak mereka yang membedakan mereka dari pen- jahat-penjahat lain adalah mereka hidup dari satu panti asuhan ke panti asuhan lain-riwayat hidup yang menyiratkan adanya penyia-nyiaan emosi dan kecilnya peluang mengalami proses penyetalaan.10
(hlm.142)
NEUROLOGI EMPATI
Berarti, tampaknya sejak awal otak dirancang untuk menangani ungkapan emosi tertentu—artinya, empati merupakaan fakta biologis.
(hlm.144)
Hanya apabila tubuh mereka seirama terdapat empati.
EMPATI DAN ETIKA : AKAR ALTRUISME
Sikap berempati adalah terus menerus terlibat dalam pertimbangan-pertimbangan moral, sebab dilema moral melibatkan calon korban: haruskah Anda berbohong untuk menjaga perasaan sahabat?
(hlm.146)
HIDUP TANPA EMPATI: PIKIRAN PEMERKOSA, MORAL SOSIOPAT
Suatu cacat psikologis yang pada umumnya ditemukan pada pemerkosa, pedofil, dan banyak pelaku tindak kejahatan rumah tangga: mereka tidak mampu berempati.
(hlm.155)
8
SENI SOSIAL
Mampu menangani emosi orang lain merupakan inti seni memelihara hubungan.
(hlm.156)
TUNJUKKANLAH EMOSI
Salah satu kunci kecakapan sosial adalah seberapa baik atau buruk seseorang mengungkapkan perasaannya sendiri.
(hlm.158)
KETERAMPILAN MENGUNGKAPKAN EKSPRESI DAN PENULARAN EMOSI
Daya yang diperlihatkan oleh ketenangan sekaligus keberanian para biarawan untuk mendamaikan para prajurit dalam pertempuran yang sedang panas-panasnya menjelaskan prinsip dasar kehidupan soail: emosi itu menular.
(hlm.160)
Bila dua orang melakukan interaksi, arah perpindahan suasana hati adalah dari orang yang lebih kuat dalam mengungkapkan perasaannya menuju ke orang yang lebih pasif.
(hlm.161)
DASAR-DASAR KECERDASAN SOSIAL
Pertanda kecil ini melukiskan suatu bakat untuk menjalin hubungan, suatu keterampilan emosional yang sangat penting untuk membina hubungan yang erat, entah dalam perkawinan, persahabatan, atau rekan usaha.
Mengorganisir kelompok—
Merundingkan pemecahan—
Hubungan pribadi—
(hlm.164)
Analisis sosial—
(hlm.167)
TERBENTUKNYA KETIDAKMAMPUAN SOSIAL
Kecanggungan Cecil, katanya kepada terapisnya, berasal dari masa kanak-kanak; sepanjang hidupnya ia hanya merasa nyaman secara sosial bila ia ditemani kakak laki-lakinya, yang entah bagaimana menolong membuat segala sesuatunnya menjadi mudah baginya. Tetapi, begitu ia meninggalkan rumah, ketidakcakapannya itu sangat terasa; secara sosial ia lumpuh.
(hlm.168)
Para ahli psikologi memberi istilah disemia (dari kata Yunani dys yang berarti “sulit” dan semes yang berarti “isyarat”) untuk ketidakmampuan belajar dalam wilayah pesan nonverbal; kurang lebih satu dari sepuluh anak memiliki satu atau lebih masalah dalam wilayah ini.
(hlm.170)
“KAMI MEMBENCIMU”: DI AMBANG BATAS
Ketidakcakapan sosial barangkali paling menyakitkan dan paling memberatkan apabila masalahnya menyangkut salah satu saat paling rawan dalam kehidupan seorang anak: berada di pinggir suatu kelompok yang sedang melakukan permainan yang ingin diikutinya.
(hlm.171)
Biasanya, pendatang baru sekadar melihat-lihat dulu sejenak, kemu- dian bergabung pelan-pelan pada awalnya, lalu menunjukkan keberada- annya dengan langkah yang amat hati-hati. Yang paling menentukan apa- kah seorang anak diterima atau tidak adalah kemampuannya memasuki kerangka acuan kelompok tersebut, meraba-raba jenis permainan apa yang sedang berlangsung, dan apa yang tidak berkenan bagi kelompok tersebut.
(hlm.173)
KECEMERLANGAN EMOSI : SEBUAH KASUS
“Aikido adalah seni mendamaikan. Siapa pun yang berpikiran untuk bertarung berarti telah memutuskan hubungan dengan alam. Apabila kau mencoba menguasai orang, kau sudah kalah. Kita belajar bagaimana menyelesaikan pertikaian, bukan bagaimana memulainya.”
(hlm.179)
BAGIAN TIGA
PENERAPAN KECERDASAN EMOSIONAL
9
MUSUH-MUSUH KEINTIMAN
Mencintai dan bekerja, kata Sigmund Freud kepada muridnya Erik Erikson, merupakan kemampuan kembar yang menandai matangnya kedewasaan.
Perkawinan pasangan yang baru menikah pada akhirnya berakhir dengan perceraian. Meskipun laju perceraian secara keseluruhan telah berhenti meningkat, risiko perceraian beralih ke mereka yang baru menikah.
(hlm.180)
Barangkali terobosan terbesar dalam pemahaman mengenai apa yang mempersatukan atau menghancurkan perkawinan adalah penggunaan pengukuran fisiologis yang canggih, yang memungkinkan dilakukannya pelacakan nuansa-nuansa emosi dari-saat-ke-saat hubungan suatu pasangan.
(hlm.181)
PERKAWINAN PRIA DAN PERKAWINAN WANITA: AKAR MASA KANAK-KANAK
Dinding-dinding penghalang antar keduanya diperkuat bukan hanya oleh permainan yang lebih disukai oleh masing-masing jenis, namun juga oleh takutnya anak-anak kecil kalau diejek mempunyai “pacar”.
(hlm.182)
Pada umur sepuluh tahun, persentase jumlah anak perempuan dan anak laki-laki yang secara lahiriah agresif—terdorong melakukan konfrontasi terbuka kalau marah—kurang lebih sama. Tetapi, pada umur tiga belas tahun, muncul perbedaan mencolok antara kedua jenis kelamin ini: anak perempuan menjadi lebih pintar daripada anak laki-laki dalam taktik-taktik agresif yang licik, seperti pengucilan, desas-desus jahat, dan balas dendam secara tidak langsung.
(hlm.183)
Bila anak perempuan bermain bersama-sama, mereka melakukannya dalam kelompok-kelompok kecil yang rukun, dengan penekanan pada minimalisasi permusuhan dan maksimalisasi kerja sama, sementara anak laki-laki cenderung membuat kelompok-kelompok yang lebih besar, dengan tekanan pada perasaan saling bersaing.
Oleh karena itu, laki-laki terancam bila ada apa-apa yang dapat menantang kemadiriannya, sementara perempuan lebih terancam oleh terputusnya hubungan yang mereka bina.
(hlm.185)
Sikap tidak acuh di pihak para suami barangkali sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa, bila memang demikian, kaum pria sedikit bersi- kap serba optimis tentang kondisi perkawinannya, sedangkan kaum istri peka akan adanya titik-titik yang bermasalah: dalam salah satu studi terhadap perkawinan ditemukan bahwa kaum pria mempunyai pandangan yang lebih bersemangat daripada istrinya pada hampir semua hal dalam hubungan mereka—bercinta, keuangan, hubungan dengan ipar, seberapa baik mereka saling mendengarkan, seberapa jauh kekurangan mereka mengganggu.
(hlm.187)
GARIS-GARIS KERETAKAN PERKAWINAN
Isyarat-bahaya awal bahwa suatu perkawinan berada dalam titik kritis, menurut Gottman, adalah kritik tajam. Dalam sebuah perkawinan yang sehat, suami atau istri merasa bebas menyuarakan keluhannya. Tetapi, amat sering di tengah-tengah amarah terlontar keluhan yang bersifat destruktif, berwujud serangan terhadap karakter pasangannya.
(hlm.188)
Keluhan Pamela bukan sekadar ungkapan kekesalan: keluhannya merupakan penyerangan terhadap karakter, kritik terhadap kepribadian, bukan terhadap perbuatan.
(hlm.200)
PERTENGKARAN YANG BAIK
Yang jelas-jelas tidak ditemukan pada pasangan-pasangan yang pada akhirnya bercerai adalah upaya salah satu pasangan untuk meredakan ketegangan dalam pertengkaran itu.
(hlm.207)
Berlatih
Pendek kata, obat penawar terhadap hancurnya perkawinan itu adalah perbaikan pendidika dalam kecerdasan emosional.
(hlm.209)
10
MANAJEMAN BERLANDASKAN PERASAAN
Kerja kelompok, jalur komunikasi yang terbuka, kerja sama, saling mendengarkan, dan mengutarakan pendapat dengan jujur—dasar-dasar kecerdasan sosial—sekarang ditekankan dalam pelatihan pilot, di samping keterampilan teknis.
(hlm.210)
Tetapi, hierarki yang kaku itu mula runtuh dalam tahun 1980-an di bawah tekanan ganda, yaitu globalisasi dan teknologi informasi.
(hlm.215)
Kritik yang Bijaksana
“Kesulitan utama pada tahap ini adalah recanamu membutuhkan waktu lama serta memperbesar biaya. Aku ingin kau mengolah lebih lanjut usulan itu, terutama spesifikasi rancangan untuk pengembangan perangkat lunak, untuk meninjau apakah kau dapat mencari jalan keluar agar pekerjaan yang sama bisa rampung lebih cepat.”
(hlm.216)
Harry Levinson, seorang psikoanalis yang menjadi konsultan perusahaan, memberi nasihat berikut tentang seni menyampaikan kritik, yang secara rumit dapat terjalin dengan seni memuji
Langsung pada sasaran.
(hlm.217)
Tawarkan suatu solusi
Lakukan secara tatap muka
Peka
(hlm.221)
Akar Prasangka
Sekarang, sebagai peneliti tentang konflik etnis, Volkan menunjuk kenangan masa kanak-kanak semacam itu untuk memperlihatkan bagaimana kebencian antarkelompok terus dipelihara selama bertahun-tahun, ketika generasi-generasi yang lebih muda dicekoki dengan prasangka-prasangka bersifat memusuhi semacam itu. Tingginya tingkat loyalitas secara psikologis terhadap kelompok da- pat merupakan antipati terhadap kelompok lain, terutama apabila ada riwayat panjang permusuhan antarkelompok tersebut.
Orang lebih mudah mengingat contoh-contoh yang mendukung stereotip dan cenderung meremehkan contoh-contoh yang menentangnya.
(hlm.223)
Dalam usaha ini, orang-orang yang memegang posisi kekuasaan memainkan peran penting kegagalan mereka menghukum tindakan berprasangka “mengirimkan” pesan tak terucapkan bahwa perbuatan semacan itu boleh-boleh saja.
(hlm.225)
KETANGKASAN ORGANISASI DAN IQ KELOMPOK
Di penghujung abad ini, sepertiga angkatan kerja Amerika akan diisi oleh “pekerja pintar”, orang yang produktivitasnya ditandai dengan bertambahnya nilai pada informasi—entah sebagai analis pasar, pengarang, atau pemrogram komputer.
(hlm.226)
Barangkali bentuk paling dasar dari kerja kelompok suatu organisasi adalah rapat, bagian tak terelakkan dari nasib seorang eksekutif—di ruang direksi, di telekonferensi, di kantor seseorang. Rapat—bertemunya orang-orang di ruangan yang sama—adalah contoh yang paling nyata dan sedikit agak kuno dari makna dari makna pembagian tugas.
(hlm.227)
Faktor tunggal yang paling penting untuk memaksimalkan keunggulan hasil usaha suatu kelompok adalah kadar yang dapat dicapai anggotanya untuk mampu menciptakan keadaan selaras internal, keadaan yang membuat kelompok dapat memanfaatkan bakat anggota-anggotanya secara maksimal.
(hlm.228)
Perhatikan sebuah studi terhadap orang-orang berotak cemerlang di Bell Labs, pusat penelitian ilmiah tersohor di dunia yang terletak dekar Princeton. Laboratorium tersebut diisi oleh insinyur-insinyur dan ilmu- wan-ilmuwan yang memiliki skor IQ akademis yang amat tinggi. Tetapi, di antara kelompok orang-orang pintar ini, beberapa lebih “bersinar” di- bandingkan yang lain yang memiliki hasil kerja tergolong rata-rata. Yang membedakan para bintang itu dari rekan-rekan mereka bukanlah IQ akademis, melainkan IQ emosional. Mereka lebih mampu memotivasi diri sendiri dan lebih cakap menjalankan jaringan informal mereka menjadi tim-tim sementara.
(hlm.229)
“Ketika kemampuan bawaan berkembang, bakat akademis bukanlah peramal produktivitas kerja yang baik,” tidak juga IQ.
Tetapi, setelah wawancara-wawancara mendetail, perbedaan penting tersebut muncul dalam strategi-strategi internal dan antarpribadi yang digunakan oleh para bintang tadi untuk menjalankan pekerjaan. Salah satu strategi terpenting ternyata memiliki hubungan dengan jaringan orang-orang di posisi kunci.
(hlm.230)
Orang-orang yang menonjol dalam suatu organisasi sering kali adalah orang-orang yang mempunyai hubungan-hubungan yang erat di semua jaringan, entah itu jaringan komunikasi, keahlian, atau kepercayaan.
(hlm.233)
11
PIKIRAN DAN PENGOBATAN
Di dunia orang sakit, emosilah yang menjadi raja; pikiran kita disibukkan oleh rasa takut.
Bagi pasien, setiap perjumpaan dengan perawat atau dokter berarti adanya peluang untuk memperoleh informasi yang menenangkan, rasa nyaman, dan pelipur lara—atau, apabila salah penanganan, berarti undangan untuk berputus asa.
(hlm.234)
Tetapi, melihat da dari beratus-ratus kasus, terdapat peningkatan manfaat medis secara rata. rata yang menandakan bahwa intervensi emosional layak dijadikan bagian dari standar perawatan medis untuk penyakit-penyakit berat.
Menurut sejarahnya, ilmu kedokteran dalam masyarakat modem mendefinisikan misinya dengan tujuan menyembuhkan penyakit—gangguan medis—dan mengabaikan keadaan sakit—apa-apa yang dialami si pasien karena penyakitnya.
Robert Ader, seorang ahli psikologi, menemukan bahwa sistem kekebalan tubuh, seperti halnya otak, mampu belajar.
(hlm.236)
Hingga saat Ader mengumumkan penemuannya yang mengejutkan itu, setiap ahli anatomi, dokter, dan ahli biologi yakin bahwa otak (bersama dengan perpanjangannya di seluruh tubuh melalui sistem saraf pusat) dan sistem kekebalan adalah satuan yang terpisah, satu sama lain tidak saling memengaruhi.
(hlm.238)
EMOSI BERACUN: DATA KLINIS
“Setiap ahli bedah mengetahui bahwa orang yang sangat takut, hasil operasinya akan kacau. Ia mengalami pendarahan hebat, lebih mudah terkena infeksi dan komplikasi. Dan, memakan waktu lama untuk sembuh. Jauh lebih baik apabila ia tenang.”
(hlm.240)
Mudah marah adalah alat prediksi terjadinya kematian pada usia muda yang lebih akurat daripada faktor-faktor risiko lain seperti merokok, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi.
(hlm.241)
Setiap serangan amarah menumpukkan stres tambahan bagi jantung dengan meningkatkan laju denyut jantung serta ekanan darah. Apabila ini berulang terus-menerus, hal tersebut akan bersifat merusak,” terutama karena golakan darah yang mengalir melalui arteri koroner bersama dengan detak jantung “dapat menimbulkan robekan-robekan mikro pada pembuluh tersebut, yang merupakan tempat tumbuhnya plak. Apabila jantung Anda berdenyut lebih cepat dan tekanan darah Anda lebih tinggi karena Anda biasa marah-marah, selama tiga puluh tahun hal tersebut barangkali menyebabkan timbunan plak menumpuk lebih cepat, dan dengan demikian menjurus pada penyakit arteri koroner.”11
Kaum pria yang termasuk golongan mudah terpancing amarahnya terbukti memiliki risiko meninggal karena serangan jantung lebih dari tiga kali lipat daripada kaum pria yang berperangai lebih tenang.
(hlm.245)
Setiap saat kita terpapar virus-virus semacam itu, tetapi biasanya sistem kekebalan kita mengalahkannya—kecuali bila kita sedang di bawah stres emosional yang menyebabkan gagalnya pertahanan tersebut.
(hlm.246)
Tiga atau empat hari setelah mengalami segudang peristiwa yang amat menjengkelkan, mereka sakit pilek atau terkena infeksi saluran pernapasan bagian atas.
(hlm.247)
Jadi, mudah dimengerti mengapa risiko kesehatan paling besar tampaknya condong ke orang-orang dengan pekerjaan yang banyak mengandung “tekanan”: yaitu yang menuntut kinerja tinggi namun kendali atas penyelesaian tugasnya amatlah lemah atau sama sekali tidak ada (kondisi tak menyenangkan yang menyebabkan pengemudi bus, misalnya, mengalami tingkat hipertensi yang tinggi). Contoh, dalam sebuah studi terhadap 569 pasien kanker kolorektal (komplikasi antara usus besar dan dubur) dan satu kelompok pembanding yang sesuai, pasien-pasien yang mengaku mengalami tekanan hebat di tempat kerja dalam sepuluh tahun terakhir memiliki kemungkinan terserang kanker lima setengah kali lipat dibandingkan orang-orang yang tidak mengalami ketegangan semacam itu dalam kehidupan.27
(hlm.248)
Kerugian Medis Akibat Depresi
Beberapa studi mengemukakan adanya efek depresi dalam banyak penyakit medis lainnya, terutama dalam memperburuk penyakit begitu penyakit itu terdeteksi.
(hlm.253)
Dengan Pertolongan Kecil dari Sahabat-sahabat: Nilai Medis Suatu Hubungan
Kekuatan isolasi sebagai faktor risiko kematian—dan daya sembuh dari ikatan sosial yang erat—dapat terlihat dalam studi terhadap seratus pasien yang menjalani transplantasi sumsum tulang.
(hlm.254)
Orang yang Anda lihat terus-menerus setiap hari tampaknya sangat penting bagi kesehatan Anda.
(hlm.255)
Daya Penyembuh Dukungan Emosional
Metodenya sangat sederhana: ia menyuruh orang menulis, selama lima belas hingga dua puluh menit setiap hari selama kurang lebih lima hari, tentang misalnya, “pengalaman paling traumatis dalam hidup Anda,” atau sejumlah kerisauan yang membebani mereka pada saat itu. Apa yang ditulis orang-orang itu dapat mereka simpan sendiri apabila mereka menghendakinya.
Efek akhir pengakuan ini menakjubkan: fungsi kekebalan meningkat, hari-hari kunjungan ke pusat kesehatan pada enam bulan berikutnya merosot secara signifikan, hari-hari tidak masuk kerja juga menurun, dan bahkan fungsi enzim hati pun membaik. Orang-orang yang tulisannya menunjukkan kerisauan yang paling hebat mengalami perbaikan paling besar dalam fungsi kekebalannya.
(hlm.258)
Misalnya dengan mengajarkan teknik-teknik relaksasi kepada pasien, menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien jauh-jauh hari sebelum pembedahan, dan memberitahu mereka beberapa hari sebelum pembedahan apa yang akan mereka alami selama proses pemulihan. Hasilnya: pasien-pasien pulih dari pembedahan rata-rata lebih cepat dua hingga tiga hari.
(hlm.259)
Menjadi pasien rumah sakit dapat merupakan pengalaman yang mendatangkan perasaan kesepian dan tak berdaya. Tetapi, beberapa rumah sakit mulai merancang kamar-kamar inap yang memungkinkan anggota keluarga dapat tinggal bersama pasien, memasak dan merawat mereka seperti halnya yang dilakukan di rumah—suatu langkah maju yang, ironisnya, sudah jadi hal yang lumrah di negara-negara Dunia Ketiga.
(hlm.260)
MENUJU ILMU KEDOKTERAN YANG PEDULI
Membantu orang-orang untuk pandai mengelola perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan—amarah, kecemasan, depresi, pesimisme, dan kesepian—sebagai suatu bentuk pencegahan penyakit.
(hlm.261)
Banyak pasien memperoleh manfaat besar apabila kebutuhan psikologinya terpenuhi seiring dengan terpenuhi kebutuhan murni medisnya.
(hlm.266)
BAGIAN EMPAT
KESEMPATAN EMAS
12
WADAH PENGGODOKAN KELUARGA
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi; dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita; bagaimana berpikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi; serta bagaimana membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut.
Mempunyai orangtua yang cerdas secara emosional itu sendiri merupakan keuntungan yang sangat besar bagi seorang anak.
(hlm.267)
Tiga gaya mendidik anak yang secara emosional pada umumnya tidak efisien adalah:
Sama sekali mengabaikan perasaan
(hlm.268)
Terlalu membebaskan
Menghina, tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak.
(hlm.271)
HEART START
Kesempatan pertama untuk membentuk unsur-unsur kecerdasan emosional terletak pada tahun-tahun paling awal, meskipun kemampuan ini terus terbentuk sepanjang masa sekolah.
(hlm.272)
Kesiapan seorang anak untuk masuk sekolah bergantung pada hal yang paling dasar di antara semua pengetahuan, yaitu bagaimana belajar.
Keyakinan.
Rasa ingin tahu.
Niat.
Kendali diri.
Keterkaitan.
Kecakapan berkomunikasi.
(hlm.273)
Kooperatif
(hlm.274)
Bayi yang pertama belajar bahwa orang itu dapat dipercaya untuk memperhatikan kebutuhannya dan diandalkan bantuannya, dan bahwa ia dapat bersikap efektif untuk memperoleh bantuan; bayi yang kedua menemukan bahwa sebetulnya tak ada orang yang peduli, bahwa orang lain tak dapat diandalkan, dan bahwa usaha-usahanya untuk memperoleh penghiburan akan menemui kegagalan.
(hlm.275)
Tiga atau empat tahun pertama dalam hidup merupakan periode ketika otak anak tersebut tumbuh hingga kurang lebih dua pertiga ukuran normal usia dewasa, dan berkembang kerumitannya dengan laju yang lebih cepat daripada yang pernah akan terjadi setelahnya.
(hlm.276)
BAGAIMANA MENGHASILKAN PEMBUAT ONAR
Studi-studi longitudinal (studi yang dilakukan selama bertahun-tahun).
Ada suatu petunjuk bagaimana agresivitas diturunkan dari generasi ke generasi. Dengan mengesampingkan setiap kecenderungan bawaan, para pembuat onar itu, sebagai dewasa, bertindak dengan cara sedemikian rupa sehingga kehidupan rumah tangga mereka bagaikan sekolah kekerasan.
(hlm.277)
Pada model kekerasan ini, anak-anak dididik dengan pola yang membingungkan; bila suasana hati orangtua mereka sedang jelek, mereka akan dihukum berat; bila orangtua mereka sedang senang, mereka dapat lolos dari hukuman.
(hlm.281)
13
TRAUMA DAN PEMELAJARAN ULANG EMOSI
Purdy adalah pagelaran ulang menyedihkan, yang dilakukan oleh beberapa anak yang lolos dari peristiwa malapetaka pada tanggal 17 Februari 1989 di Cleveland Elementary School, di Stockton, California. Di sekolah ini, saat anak-anak kelas satu, dua, dan tiga istirahat siang, Patrick Purdy—yang dua puluh tahun sebelumnya bersekolah di tempat ini—berdiri di pinggiran lapangan bermain dan memberondongkan peluru berukuran 7.22 mm ke arah ratusan anak yang sedang bermain. Selama tujuh menit Purdy menghamburkan peluru-peluru itu ke arah tempat bermain, kemudian mengambil sepucuk pistol dan menembak kepalanya sendiri. Ketika polisi tiba, mereka menemukan lima orang anak sekarat, 29 luka-luka.
(hlm.282)
Pada waktu itu, luka paling dalam Cleveland Elementary School bukanlah membekas di bangunanya, melainkan pada jiwa anak-anak serta guru-guru di situ, yang berusaha melanjutkan kegiatan seperti biasanya.1
(hlm.283)
Trauma itu adalah “masuknya ingatan akan tindak kekerasan yang menjadi fokus utama: pukulan akhir dengan kepala tangan, tusukan sebilah pisau, tembakan senapan. Ingatan merupakan pengalaman persepsi yang hebat—penampakan, bunyi, dan bau mesiu; jeritan atau diamnya korban secara tiba-tiba; muncratnya darah; dan sirene polisi.”
(hlm.284)
Tindak kekerasan jauh lebih berbahaya daripada bencana alam, korban, tindak kekerasan merasa bahwa mereka sengaja dipilih sebagai sasaran.
(hlm.285)
“Seandainya Anda pernah ‘merasakan’ Auschwitz dan Anda tidak mengalami mimpi buruk, Anda tidak normal.”
(hlm.287)
Ketidakberdayaan sebagai kartu as dalam memicu PTSD telah dibuktikan dalam banyak penelitian terhadap pasangan-pasangan tikus laboratorium.
(hlm.288)
Gejala-gejala utama rasa takut yang terpelajari semacam itu—termasuk jenis yang paling dahsyat yaitu PTSD—dapat dijelaskan dari perubahan-perubahan pada sirkuit limbik yang terpusat pada amigdala.
(hlm.290)
Sejumlah penelitian dengan hewan menemukan bahwa bila hewan-hewan tersebut terpapar stres ringan sewaktu masih muda, mereka menjadi jauh lebih rentan—dibandingkan dengan hewan-hewan yang tidak mendapat stres—terhadap perubahan otak yang dipicu oleh trauma di kemudian hari dalam hidup (menyiratkan adanya kebutuhan mendesak untuk mengobati anak-anak penderita PTSD).
(hlm.293)
PENDIDIKAN ULANG OTAK EMOSIONAL
Sirkuit emosi dapat dididik ulang.
Salah satu cara yang tampaknya bisa membuat penyembuhan emosional ini berlangsung secara spontan—sekurang-kurangnya pada anak-anak—adalah melalui permainan-permainan seperti Purdy. Permainan ini, yang dimainkan berulang kali, membuat anak-anak menghayati kembali sebuah trauma dengan perasaan aman, trauma dianggap sebagai permainan. Ini memungkinkan dua jalur menuju penyembuhan: di satu pihak, ingatan tadi diulangi dalam konteks kecemasan tingkat rendah, sehingga menumpulkannya dan memungkinkan suatu rangkaian tanggapan nontraumatis diasosiasikan dengannya. Jalur lain menuju penyembuhan adalah bahwa, dalam benak mereka, anak-anak secara ajaib mampu memberikan akhir yang berbeda untuk tragedi tersebut: kadang-kadang dalam memainkan Purdy, anak-anak membunuhnya, sehingga mempertebal rasa penguasaan mereka atas saat traumatis yang membuat mereka tak berdaya itu.
(hlm.295)
Salah satu cara untuk memperoleh gambar yang melekat di amigdala adalah melalui seni, karena seni itu sendiri merupakan medium alam tak sadar. Otak emosional sangat selaras dengan makna-makna simbolis dan modus yang oleh Freud disebut “proses primer”: pesan metafora, dongeng, mitos, dan seni.
(hlm.296)
Herman melihat tiga tahap: mencapai perasaan aman, mengingat detail-detail trauma dan berduka atas kehilangan yang ditimbulkannya, dan yang terakhir menata ulang kehidupan agar normal kembali.
(hlm.300)
PSIKOTERAPI SEBAGAI PELAJARAN EMOSI
Kesengsaraan yang biasa dialami di masa kanak-kanak, seperti diabaikan bertahun-tahun dan kehilangan perhatian atau kasih sayang orangtua, merasa tersisih dan kehilangan, atau penolakan sosial mungkin tak pernah mencapai nada tinggi trauma, tetapi hal-hal tersebut pasti meninggalkan jejak di otak emosional, menciptakan distorsi—dan air mata serta amarah—dalam hubungan akrab di kemudian hari dalam kehidupan.
(hlm.303)
14
TEMPERAMEN BUKANLAH SURATAN TAKDIR
Semua petunjuk emosional ini masuk ke dalam kategori temperamen, bisikan perasaan yang menandai sikap dasar kita.
(hlm.304)
Kagan beranggapan bahwa sekurang-kurangnya ada empat jenis temperamen—penakut, pemberani, periang, dan pemurung—dan masing-masing disebabkan oleh pola kegiatan otak yang berbeda-beda.
Dalam permainan bebas dengan anak lain, sejumlah anak sangat gembira dan spontan, bermain dengan anak lain tanpa sedikit pun ragu-ragu, tetapi sejumlah lain bingung dan ragu-ragu, mundur kembali, menempel pada ibu mereka, sambil diam mengamati anak lain bermain. Hampir empat tahun kemudian, ketika anak-anak yang sama ini berada di taman kanak-kanak, kelompok Kagan melakukan pengamatan lagi. Selama tahun-tahun di antaranya tak satu pun anak yang suka bergaul itu menjadi penakut, sementara dua pertiga dari anak-anak yang penakut masih tetap pendiam.
(hlm.312)
Sifat otak yang mudah sekali dibentuk pada masa kanak-kanak dapat membuat pengalaman-pengalaman selama masa tersebut mampu memengaruhi pengukiran jalur-jalur saraf secara permanen sepanjang hidup.
(hlm.313)
Dari pengamatan di rumah terhadap anak-anak yang dahulunya penakut, jelaslah bahwa orangtua, terutama ibu, memainkan peran penting dalam menentukan apakah anak yang berbakat penakut lama-kelamaan akan tumbuh menjadi lebih berani, atau tetap menarik diri dari hal-hal baru dan bingung menghadapi tantangan.
(hlm.314)
Mengapa ketegasan mengakibatkan berkurangnya rasa takut? Kagan menduga ada sesuatu yang dipelajari saat seorang bayi terus-menerus me- rangkak menuju benda yang terlihat menarik baginya (tetapi bagi ibunya benda yang berbahaya) disela dengan peringatan si ibu, “Jangan pegang!” Bayi itu tiba-tiba dipaksa menghadapi ketidakpastian ringan. Pengulangan tantangan ini beratus-ratus kali selama tahun-tahun pertama kehidupan memberi bayi tersebut latihan terus-menerus, dalam dosis-dosis kecil, untuk menghadapi hal yang tak terduga dalam kehidupan.
“Ibu-ibu yang melindungi bayi mereka yang amat reaktif dari rasa frustasi dan cemas, dengan harapan mendapatkan hasil yang baik, tampaknya akan memperkuat keraguan-keraguan si bayi dan menghasilkan akibat yang bertolak belakang.”8 Dengankata lain, strategi perlindungan itu menjadi senjata makan tuan karena menghilangkan kesempatan bagi anak-anak kecil yang ketakutan itu untuk belajar menenangkan diri menghadapi hal yang belum dikenalnya, dan dengan demikian mendapatkan sedikit penguasaan atas rasa takut mereka.
(hlm.316)
MASA KANAK-KANAK: SUATU KESEMPATAN EMAS
Otak itu terus membentuk dirinya seumur hidup, dengan pertumbuhan paling dahsyat terjadi selama masa kanak-kanak.
(hlm.317)
Bukti klasik pengaruh pengalaman terhadap pertumbuhan otak ditunjukkan oleh pemenang hadiah Nobel, Thorsten Wiesel dan Davis Hubei, keduanya ilmuwan saraf.10 Mereka memperlihatkan bahwa, pada kucing dan kera, selama beberapa bulan pertama kehidupan terdapat periode kritis bagi perkembangan sinaps yang membawa sinyal dari mata korteks visual, tempat sinyal itu ditafsirkan.
Pada manusia, periode kritis yang setara bagi penglihatan berlangsung selama enam tahun pertama dalam kehidupan.
(hlm.318)
Psikoterapi—dalam hal ini mempelajari kembali emosi secara sistematis—merupakan contoh bagaimana pengalaman mampu mengubah pola emosi dan sekaligus membentuk otak.
(hlm.319)
MASA-MASA PENTING
Di antara semua spesies, manusia membutuhkan waktu paling lama untuk mengembangkan otak menjadi benar-benar matang.
Kebiasaan pengelolaan emosi yang berulang ulang selama masa kanak-kanak dan masa remaja dengan sendirinya akan membantu mencetak jaringan sirkuit ini.
(hlm.325)
BAGIAN LIMA
KECAKAPAN EMOSIONAL
15
KERUGIAN BUTA EMOSI
Peristiwa yang betul-betul mengerikan itu dapat dibaca sebagai pertanda amat dibutuhkannya pelajaran dalam menangani emosi, menyelesaikan pertengkaran secara damai, dan bergaul secara biasa. Para pendidik, yang biasanya mencemaskan nilai buruk anak-anak dalam bidang matematika dan membaca, mulai menyadari bahwa ada kekurangan lain yang lebih mencemaskan: buta emosi.
(hlm.327)
KEMEROSOTAN EMOSI
Statistik yang mengejutkan ini mirip burung kenari yang berfungsi sebagai penjaga dalam terowongan tambang batubara. Kematian burung itu menandai terlampau sedikitnya oksigen.
(hlm.329)
Ini bukan hanya fenomena Amerika melainkan fenomena global—persaingan di seluruh dunia untuk menutunkan upah pekerja menciptakan kekuatan ekonomi yang menekan keluarga.
(hlm.332)
MENJINAKKAN KEAGRESIFAN
Anak-anak semacam itu secara emosional rawan, dalam arti mereka memiliki ambang marah yang rendah, menjadi lebih sering kesal hati karena punya lebih banyak perkara; setelah marah, pikiran mereka menjadi keruh sehingga menganggap perbuatan baik sebagai tindak permusuhan dan kemudian menggunakan kebiasaan mereka yang telah sangat mengakar, yaitu menyerang.
(hlm.335)
Perbuatan antisosial anak-anak usia lima tahun bisa merupakan penanda awal tindakan seorang remaja yang jahat.
(hlm.336)
Salah satu keterampilan utama untuk mengedalikan amarah adalah memantau perasaan—menjadi peka akan perubahan pada tubuh mereka, seperti muka menjadi merah atau otot menegang, sewaktu mereka marah, dan mengartikan perasaan itu sebagai isyarat untuk berhenti dan mempertimbangkan apa yang aka dilakukan selanjutnya, bukannya langsung menyerang.
(hlm.340)
Telah terjadi erosi besar-besaran terhadap keluarga inti—berlipat gandanya angka perceraian, makin sedikitnya waktu yang disediakan orangtua bagi anak-anak, dan meningkatnya mobilitas.
Dengan meluasnya industrialisasi setelah Perang Dunia II, dalam artian tertentu tidak ada lagi orang yang tinggal di rumah.
(hlm.344)
POLA PIKIR YANG MENIMBULKAN DEPRESI
Anak yang menganggap nilai buruk itu disebabkan oleh cacat pribadi (“Aku tolol”) lebih mudah mengalami depresi daripada anak yang menjelaskannya dengan kondisi yang dapat diubahnya (“Seandainya aku lebih serius mengerjakan PR matematika, aku akan mendapat nilai yang lebih bagus”).31
(hlm.348)
GANGGUAN MAKAN
Zaman sekarang, ahli matematika tadi akan didiagnosis menderita anoreksia nervosa, sedangkan petugas perpustakaan itu didiagnosis bulimia.
(hlm.352)
Saat-saat yang memelas, tentunya perasaan ditolak dan tak punya sahabat adalah salah satu perasaan yang diderita oleh hampir setiap orang pada saat tertentu di masa kanak-kanak atau remaja.
(hlm.368)
16
PENDIDIKAN EMOSI
Sewaktu guru menyembut nama mereka, murid-murid itu menjawab buku dengan jawaban “Ada” yang biasa berlaku di sekolah, melainkan menyembutkan angka yang menujukkan perasaan mereka; satu berarti tidak bersemangat, sepuluh berarti amat bergairah.
(hlm.369)
Bahan pelajaran Self Science adalah perasaan-perasaan kita sendiri dan perasaan yang muncul dalam setiap hubungan. Pokok bahasannya, pada dasarnya, menuntut agar guru dan murid mau memusatkan perhatian pada jalinan emosi kehidupan seorang ana—fokus yang jelas diabaikan di hampir semua sekolah di Amerika.
Benang merahnya adalah sasaran untuk meningkatkan kadar keterampilan emosional dan sosial pada anak sebagai bagian dari pendidikan reguler mereka—bukan hanya sesuatu yang diajarkan sebagai tambal sulam kepada anak yang gagal dan dicap sebagai “tukang bikin onar”, melainkan sebagai rangkaian keterampilan dan pemahaman yang perlu bagi setiap anak.
(hlm.370)
Tetapi, gerakan keterampilan emosional mengubah istilah pendidikan afektif secara terbalik—bukan menggunakan perasaan untuk mendidik, melainkan mendidik perasaan itu sendiri.
(hlm.375)
POSTMORTEM: PERTIKAIAN YANG TIDAK MENIMBULKAN PERPECAHAN
Pertengkaran hebat serta peredamannya memanfaatkan apa yang telah dipelajari anak tentang penyelesaian konflik.
Murid-murid Self-Science belajar bahwa tujuannya bukanlah menjauhi konflik sama sekali, melainkan menyelesaikan perselisihan dan kebencian sebelum berspiral menjadi perkelahian habis-habisan.
(hlm.378)
ABC-NYA KECERDASAN EMOSIONAL
Tidak ada nilai yang diberikan dalam Self Science; hidup itu sendirilah yang merupakan ujian akhirnya, tetapi, pada akhir kelas delapan, sewaktu murid hampuir meninggalkan Nueva untuk masuk sekolah menengah umum, masing-masing menjalani ujian Socrates, suatu ujian lisan dalam Self Science.
(hlm.386)
JADWAL EMOSI
Orang dewasa terlalu gampang terjebak mengharapkan anak matang sebelum usianya, karena mereka lupa bahwa tiap-tiap emosi mempunyai saat muncul yang sudah terprogram dalam pertumbuhan seorang anak. Ocehan seorang anak umur empat tahun, misalnya, bisa menimbulkan gertakan orangtua—dan kesadaran diri yang menumbuhkan kerendahan hati lazimnya belum akan muncul sampai kurang lebih usia lima tahun.
(hlm.387)
Rasa harga diri seorang anak sangat bergantung pada kemampuannya untuk berhasil di sekolah.
(hlm.397)
APAKAH KETERAMPILAN EMOSIONAL BERPENGARUH?
Akronim itu adalah Situation, Option, Consequence, Solutions (Situasi, Pilihan, Akibat, Pemecahan)—sebuah metode empat langkah: katakanlah apa situasinya dan bagaimana perasaanmu terhadap situasi itu; pikirlah pilihan-pilihanmu untuk memecahkan situasi tersebut dan apakah akibat-akibatnya yang mungkin; ambillah sebuah pemecahan dan laksanakanlah—sebuah versi dewasa metode lampu lalu lintas.
(hlm.400)
Kesadaran diri emosional
Mengelola emosi
(hlm.401)
Memanfaatkan emosi secara produktif
Empati: membaca emosi
Mebina hubungan
(hlm.403)
Batu pertama karakter adalah disiplin diri; kehidupan penuh keutamaan, seperti diamati oleh filsuf semenjak Aristoteles, didasarkan para pengendalian diri. Batu penting yang berkaitan dengan karakter adalah kemampuan memotivasi dan membimbing diri sendiri, entah dalam melakukan pekerjaan rumah, menyelesaikan suatu pekerjaan, atau bangun tidur di pagi hari.
(hlm.404)
AKHIR KATA
Senjata api menjadi penyebab nomor satu kematian di Amerika, menggeser kecelakaan mobil.
(hlm.409)
LAMPIRAN A
APAKAH EMOSI ITU?
Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi primer.
Amarah
(hlm.410)
Kesedihan
Rasa takut
Kenikmatan
Cinta
Terkejut
Jengkel
Malu
Paul Ekman dari University of California di San Francisco yang menyatakan bahwa ekspresi wajah tertentu untuk keempat emosi (takut, marah, sedih, da senang) dikenali oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia dengan budayanya masing-masing, termasuk bangsa-bangsa buta huruf yang dianggap tidak tercemar film dan televisi—sehingga menandakan adanya universalitas perasaan tersebut.
(hlm.413)
LAMPIRAN B
CIRI UTAMA PIKIRKAN EMOSIONAL
Apakah saya akan memakannya, ataukah binatang itu yang akan memakan saya? Organisme yang berhenti terlalu lama untuk merenungkan jawaban ini mustahil akan punya banyak keturunan yang menjadi pewaris gen mereka yang lambat bertindak.
(hlm.414)
Apabila emosi yang disebabkan oleh suatu peristiwa tunggal mau tak mau menguasai kita setelah peristiwa itu terlalu dan tanpa mengingat hal lain yang terjadi di sekitar kita, berarti perasaan kita bukanlah panduan yang baik dalam mengambil tindakan.
(hlm.415)
Pertama adalah Perasaan, Kedua adalah Pemikiran
“Cinta,” tulis Stendhal, “itu demam yang datang dan pergi sesuka hati.”
(hlm.416)
Realitas Simbolis yang Seperti Kanak-kanak
Logika pikiran emosional itu bersifat asosiatif menganggap bahwa unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas, atau memicu kenangan terhadap realitas itu, merupakan hal yang sama dengan realitas tersebut. Itulah sebabnya mengapa perumpamaan, kiasan, dan gambaran secara langsung ditujukan pada pikiran emosional, demikian juga karya seni—novel, film, puisi, nyanyian, teater, opera. Guru-guru spiritual yang termasyhur, seperti Buddha dan Yesus, menyentuh hati murid-murid mereka dengan berbicara dalam bahasa emosi, dengan mengajar melalui perumpamaan, fabel, dan kisah. Sesungguhnya, simbol dan upacara keagamaan tak banyak artinya dari sudut pandang rasional; simbol dan upacara tersebut diungkapkan dalam bahasa hati.
(hlm.417)
Mimpi adalah mitos pribadi; mitos adalah mimpi banyak orang.
(hlm.428)
LAMPIRAN E
KURIKULUM SELF SCIENCE
Kesadaran diri
Pengambilan keputusan pribadi
Mengelola perasaan
Menangani stres
Empati
Komunikasi
(hlm.429)
Membuka diri
Pemahaman
Menerima diri sendiri
Tanggung jawab pribadi
Ketegasan
Dinamika kelompok
Menyelesaikan konflik
(hlm.430)
LAMPIRAN F
PEMELAJARAN KETERAMPILAN SOSIAL DAN EMOSIONAL: HASIL-HASILNYA
Child Development Project
(hlm.431)
Paths
(hlm.432)
Seattle Social Development Project
(hlm.433)
Yale-New Haven Social Competence Promotion Program
(hlm.434)
Resolving Conflict Creatively Program
(hlm.435)
The Improving Social Awareness-Social Problem Solving Project
(hlm.437)
CATATAN
BAGIAN SATU: OTAK EMOSIONAL
Bab 1. Apa Kegunaan Emosi?
2. Keabadian tema cinta tanpa pamrih ini tersirat dari berapa lekatnya tema ini dalam dunia dongeng: kisah-kisah Jataka, yang merupakan cerita rakyat di sebagian besar wilayah Asia selama ribuan tahun, mengisahkan berbagai macam variasi perumpamaan pengorbanan diri semacam itu.
(hlm.472)
BAGIAN LIMA: KECAKAPAN EMOSIONAL
Bab 15: Kerugian Buta Emosi
17. Anak-anak yang memiliki ibu yang mengabaikan mereka pada usia satu tahun—dan yang mengalami proses kelahiran lebih sulit—dibandingkan dengan anak-anak lain empat kali lebih besar kemungkinannya melakukan tindak kekerasan pada umur 18 tahun.
“Siapa pun bisa marah—marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik—bukanlah hal mudah.”