Free Trade Zone Menuju Kawasan Ekonomi Khusus di Batam, Bintan dan Karimun oleh Ady Muzwardi

Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku “Free Trade Zone Menuju Kawasan Ekonomi Khusus di Batam, Bintan dan Karimun” karangan Ady Muzwardi.

Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.

Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.

Selamat membaca.

Chandra Natadipurba

===

FREE TRADE ZONE
MENUJU KAWASAN EKONOMI KHUSUS
DI BATAM, BINTAN DAN KARIMUN

Ady Muzwardi

Expert

Tajuk Entri Utama: Muzwardi, Ady
Edisi Pertama. Cet. Ke-1. – Yogyakarta: expert, 2017
xx + 123 hlm.; 25 cm
Bibliografi: 127 – 131
ISBN: 978-602-50193-7-1
E-ISBN: 978-602-50667-0-2

Ekonomi, Keadaan I. Judul


SAMBUTAN: BUKU PENGHAPUSAN DAHAGA
H. Obsatar Sinaga*)
Guru Besar Hubungan Internasional Fisip Universitas Padjadjaran

Meskipun penerapan Free Trade Zone merupakan keputusan politik, pada praktiknya di lapangan, implementasi kebijakan ini membawa dampak pada regulasi dan perubahan perilaku ekonomi di wilayah yang melaksanakannya. Pertumbuhan yang dinilai tidak kongruen dengan yang terjadi di wilayah economic storm belt lainnya seperti Shenzhen, membuat Batam dari kecamatan policy maker membutuhkan perubahan dari FTZ menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
(hlm.ix)

Kita selalu menilai diri kita dari apa yang kita rasa bisa kita lakukan, tapi orang lain menilai kita dari apa yang sudah kita hasilkan.


KATA PENGANTAR

Penetapan suatu wilayah menjadi FTZ tidak lepas dari proses politik. Tujuh tahun pelaksanaan FTZ sejak diresmikan tahun 2009 banyak menghasilkan hal positif bagi pertumbuhan ekonomi di Batam, Bintan, dan Karimun (BKK). Sesuai dengan Undang-Undang, kawasan FTZ berlaku selama 70 tahun sejak tanggal ditetapkan. Setelah itu menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), tetapi baru tujuh tahun sejak diresmikan, pemerintah berniat mengubah hak istimewa Batam sebagai kawasan FTZ dengan mengubahnya ke KEK.


BAB 1: KEBIJAKAN FREE TRADE ZONE
1.1 Pengertian dan Konsep Free Trade Zone (FTZ)
Di India dikenal tiga jenis umum Special Economic Zone (SEZ) meliputi:
(a) SEZ for multiproduct, yaitu SEZ yang terdiri dari sejumlah perusahaan yang tergolong dalam lebih dari satu sektor, yang di dalamnya juga terdapat kegiatan perdagangan dan pergudangan;
(b) SEZ for specific sector, yaitu SEZ bagi satu sektor tertentu saja (bisa lebih dari satu perusahaan) atau SEZ untuk berbagai pelayanan satu sektor, seperti dalam pelabuhan atau bandar udara; dan
(c) SEZ for Trade and Warehouse, yaitu SEZ yang secara khusus menyediakan pelayanan fasilitas kegiatan perdagangan bebas dan pergudangan, fasilitasnya bisa untuk kegiatan yang multi sektor maupun untuk satu sektor tertentu saja.
(hlm.5)


1.2 Perbandingan FTZ Antar Negara

  1. Filipina
    Secara umum, tugas pokok dan fungsi PEZA adalah mengelola dan mengoperasikan tempat public ecozones, yaitu: Baguio City Economic Zone, Cavite Economic Zone, Mactan Economic Zone, dan Pampanga Economic Zone (Philippine Institute for Development Studies, No. 2013-15, November 2013).
  2. China
    Free Trade Zone di China didesain mulai tahun 1980 oleh pemerintah pusat China sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ekonomi. Kebijakan FTZ di China berpengaruh pada transfer teknologi, sistem pengelolaan, dan kebijakan luar negeri.
  3. Malaysia
    Salah satu wilayah FTZ di Malaysia adalah Iskandar di Johor. Pengelolaan FTZ di Iskandar dilakukan oleh Iskandar Regional Development Authority (IRDA).
    (hlm.8)

1.3 FTZ di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK)
Sehingga Batam, Bintan, dan Karimun ditetapkan menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) yang bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai. KPBPB Batam, Bintan, dan Karimun adalah KPBPB yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas melalui UU No. 44/2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan diikuti PP No. 46, 47, dan 48 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun, dengan memperluas teritorial perdagangan bebas dari Provinsi Kepulauan Riau.
(hlm.14)


Tabel 1.3 Produk Hukum Terkait dengan Pelimpahan Wewenang ke Badan Pengusahaan BBK

NoProduk Perundangan
1Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007; PP No. 46, 47, dan 48 Tahun 2007
2Perpu No. 69 Tahun 2001
3Keputusan Menteri Perhubungan
4Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2012
(hlm.15)

Tabel 1.3 (Lanjutan)

NoProduk Perundangan
5Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/M-DAG/PER/9/2009
6Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KP. 330 Tahun 2009
7Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 72/M-Ind/Per/7/2009
8Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 18/M-Ind/Per/2/2010
9Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 146/PMK.04/2010
10Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 152/PMK.04/2010

BAB 2: DESKRIPSI FTZ BBK
2.1 KPBPB Batam

  1. Letak Geografis dan Luas Wilayah
    Posisi tersebut terbentang seluas 3.829,93 km², yang terdiri atas 1.038,84 km² daratan dan 2.791,09 km² lautan. Dengan demikian, wilayah Kota Batam didominasi lautan dengan sekitar 72,88 persen.
    (hlm.25)

Penduduk Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar terkonsentrasi di Kota Batam. Hampir 60 persen penduduk Provinsi Kepulauan Riau berada di Kota Batam.
(hlm.26)

Hingga tahun 2014, jumlah penduduk Batam mencapai 1.141.816 jiwa. Dengan luas daratan sebesar 1.038,84 km², berarti setiap kilometer perseginya, secara rata-rata dihuni oleh 1.099 jiwa penduduk.
(hlm.27)

Berdasarkan sektor usaha, sektor industri masih menjadi penopang utama bagi ketenagakerjaan Kota Batam, walaupun pada tahun 2014 jumlahnya mengalami penurunan, yaitu dari 188.446 orang menjadi 176.244 orang.
(hlm.28)

Tabel 2.5 Penduduk Menurut Sektor Usaha

SEKTOR201220132014
Industri165.729188.446176.244

  1. Investasi
    Batam merupakan kawasan investasi yang didominasi oleh aktivitas industri dari PMA-PMA yang beroperasi selama kurun waktu 39 tahun sejak tahun 1971 sehingga Batam menjadi salah satu prioritas investasi dari pemerintah, perusahaan dalam negeri, dan perusahaan asing.
    (hlm.34)

  1. Pembangunan Kawasan
    Pembangunan Batam melalui beberapa tahapan periode yaitu:
    a. Periode persiapan tahun 1971-1976. Periode ini dipimpin oleh Ibnu Sutowo.
    b. Periode Konsolidasi (Tahun 1976-1978). Periode ini dipimpin oleh J.B. Sumarlin. Periode ini dititikberatkan untuk konsolidasi dan pemeliharaan prasarana-prasarana dan aset-aset yang ada, sehubungan dengan krisis yang timbul dalam Pertamina.
    (hlm.36)
    c. Periode Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal (Tahun 1978-Maret 1998). Periode ini dipimpin oleh B.J. Habibie. Ini menunjukkan bahwa Batam memang tidak pernah dirancang sebagai daerah industri semata, dan tidak tepat disebut sebagai kawasan berikat.
    d. Di periode ini dibentuklah Kotamadya Batam melalui PP No. 34 Tahun 1983. Pada tahun 1992, wilayah kerja Otorita Batam diperluas meliputi wilayah BARELANG (Pulau Batam, Rempang, Galang dan pulau-pulau sekitarnya) dengan luas wilayah seluruhnya sekitar 715 km² (115% dari luas Singapura).
    (hlm.37)
    e. Periode Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan (Maret 1998-Juli 1998). Periode ini dipimpin oleh J.E. Habibie.
    f. Periode Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan Dengan Perhatian Lebih Besar Pada Kesejahteraan Rakyat dan Perbaikan Iklim Investasi (Juli 1998-April 2005). Periode ini dipimpin oleh Ismeth Abdullah.
    g. Periode Pengembangan Batam dengan Penekanan Pada Peningkatan Sarana dan Prasarana, Penanaman Modal serta Kualitas Lingkungan Hidup (April 2005 – sekarang). Periode ini dipimpin oleh Mustofa Widjaja.
    (hlm.40)

Dalam menunjang pelayanan pelabuhan dalam rangka AFTA 2015, Batam akan membangun Pelabuhan Kargo Tanjung Sauh dengan kapasitas 4.000.000 TEUs.
(hlm.43)

Bandar udara Hang Nadim memiliki landasan terpanjang di Indonesia dengan panjang 4.000 meter dan mampu menjadi landasan bagi pesawat Boeing 747.
(hlm.43)


  1. Manajemen FTZ
    Keberadaan pelabuhan dan kawasan perdagangan bebas Batam telah diinisiasi kembali pembukaannya melalui Perpu No. 1 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dan diperkuat dengan Undang-Undang No. 44 Tahun 2007 tentang penetapan Perpu No. 1 Tahun 2007 menjadi sebuah UU.
    (hlm.45)

Tabel 2.9 Fasilitas Bandar Udara Batam

DataSatuan UnitSudah Terlaksana (existing)Rencana Tahap Akhir (Ultimate Design)
Daya Tampung Terminal (Terminal Capacity)Penumpang/Thn (Passengers per Year)3.300.0008.300.000

b. Lembaga Pelaksanaan FTZ

  1. Dewan Kawasan Batam
    (hlm.51)
  2. Badan Pengusahaan Batam
    (hlm.56)

Bintan merupakan pulau terbesar di Provinsi Kepulauan Riau dengan posisi yang strategis dan potensi investasi yang besar, terutama di bidang pariwisata dan industri maritim.
(hlm.62)

Sejarah pembangunan Pulau Bintan diawali dengan Undang-Undang Nomor: 53 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor: 13 Tahun 2000, Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi tiga kabupaten yang terdiri dari: Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Natuna.
(hlm.63)


  1. Manajemen FTZ
    a. Landasan Hukum
    Pembentukan Kawasan Free Trade Zone Bintan dimulai ketika dikeluarkannya PP Nomor 47 Tahun 2007 yang menetapkan sebagian wilayah Kabupaten Bintan menjadi Kawasan Free Trade Zone.
    (hlm.70)

Masuknya Walikota Tanjungpinang ke dalam Dewan Kawasan Bintan disebabkan sebagian wilayah Tanjungpinang masuk ke dalam wilayah Free Trade Zone Bintan.
(hlm.81)


  1. Pertumbuhan Ekonomi
    Free Trade Zone membawa pengaruh besar terhadap pertumbuhan perekonomian Karimun dengan membandingkan laju pertumbuhan perekonomian sebelum diterapkannya Free Trade Zone dan sesudah diterapkannya Free Trade Zone.
    (hlm.89)

  1. Manajemen Free Trade Zone (FTZ)
    a. Landasan Hukum FTZ
    Pembentukan Kawasan Free Trade Zone Karimun dimulai ketika dikeluarkannya PP Nomor 48 Tahun 2007 yang menetapkan sebagian wilayah Kabupaten Karimun menjadi Kawasan Free Trade Zone.
    (hlm.98)

BAB 3: HARMONISASI REGULASI FTZ DI BBK
Dokumen PPFTZ-01 dibuat berdasarkan Pelengkap Pabean, yaitu:

  1. Invoice
  2. Packing List
  3. Bill of Lading
  4. Izin usaha dari BP Kawasan BBK
  5. API (Angka Pengenal Importir)
  6. NIK (Nomor Induk Kepabeanan)
  7. Dokumen Ketentuan Larangan Pembatasan BC 1.1 (Manifest)
    (hlm.101)
  8. Dibebaskan dari Bea Masuk
  9. Tidak dipungut PPN, PPnBM, PPh Pasal 22, dan Cukai
    (hlm.101)

Pemeriksaan fisik barang dilakukan dalam hal:
a. Barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah Pabean.
b. Barang yang berasal dari LDP.
c. Tidak dapat menunjukkan Dokumen Asal Pemasukan Kawasan Bebas.
d. Pemeriksaan secara acak.


BAB 4: HAMBATAN PENGEMBANGAN KAWASAN PTZ DI BBK
4.1 Dualisme Kewenangan di Batam

  1. Disharmoni Hubungan Antara BP Batam dan Pemko Batam
    Sebagai contoh, pelayanan yang tumpang tindih dalam kewenangan Pemko dan BP Batam menghambat pengembangan investasi serta menimbulkan kebingungan investor terhadap ketidakpastian hukum dan birokrasi, sehingga berdampak buruk pada iklim investasi.
    (hlm.110)

a. Banyak proses perizinan investasi yang dikelola BP Batam.
b. PP No. 2 Tahun 2009 menegaskan BP Batam sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pembangunan, perkembangan, dan pengelolaan Batam. BP Batam dan Pemko Batam memiliki karakteristik yang berbeda, di mana BP Batam merupakan lembaga yang berbentuk Badan Layanan Umum (BLU).
(hlm.111)

Berbeda dengan BP Batam, Pemko Batam dalam Tupoksinya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(hlm.112)

BAB 4: HAMBATAN PENGEMBANGAN KAWASAN FTZ DI BBK
4.1 Dualisme Kewenangan di Batam
c. Konflik dalam Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan yang disebabkan oleh Izin Prinsip atau fatwa planologi (penggunaan lahan) yang diterbitkan oleh Otorita, sedangkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diterbitkan oleh Pemko Batam.
d. Konflik dalam Perencanaan, Pemanfaatan, dan Pengawasan Tata Ruang.
e. Konflik dalam Penyediaan Sarana dan Prasarana Umum.
f. Konflik dalam Pengendalian Lingkungan Hidup, yang dapat terjadi karena aturan yang mewajibkan investor untuk melaksanakan analisis dampak lingkungan akibat pembangunan yang direncanakan, yang melekat pada perizinan prinsip/fatwa planologi yang diterbitkan oleh Otorita.
g. Konflik dalam Pelayanan Pertanahan. Salah satu masalah yang muncul akibat konflik ini adalah adanya dua jenis pajak tanah yang dibebankan kepada masyarakat, yaitu berupa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
h. Konflik dalam Pelayanan Administrasi Penanaman Modal.
(hlm.113)


  1. Isu Pembubaran BP Batam
    Tetapi isu pembubaran BP Batam membuat kepercayaan investor berkurang, terutama dalam kepastian hukum di Batam, karena BP Batam yang mengatur pengelolaan lahan di Batam.
    Kepastian pembubaran BP Batam masih menunggu keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian karena keputusan pembubaran BP Batam melalui Peraturan Pemerintah.
    (hlm.114)

4.2 Kelembagaan dan Pendanaan
Secara kelembagaan, BP Batam lebih kuat dibandingkan BP Bintan dan BP Karimun, karena BP Batam merupakan lembaga peralihan dari Otorita Batam, sedangkan BP Bintan dan BP Karimun merupakan lembaga yang baru dibentuk dan belum memiliki pengalaman yang banyak.
(hlm.115)


BAB 5: PELUANG DAN TANTANGAN PERUBAHAN KEBIJAKAN FTZ MENUJU KEK DI KAWASAN BBK
5.1 Latar Belakang diadopsinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

  1. Daya Saing Batam yang Menurun dan Terpuruknya Ekonomi Kepulauan Riau
    Hasil kajian Menko Perekonomian yang membandingkan Batam dengan Iskandar, di mana Iskandar didirikan akhir 2006, sudah jauh meninggalkan Batam yang sudah didirikan sejak lebih dari 40 tahun lalu. Atau, kawasan ekonomi khusus Shenzhen di Cina yang menyumbang 75% dari pendapatan wilayah Shenzhen sebesar US$ 114,5 miliar dan memiliki pendapatan per kapita US$ 13.200.
    (hlm.117)

5.2 Transisi Kelembagaan Menuju KEK
Lahirnya Keppres ini juga sekaligus mencabut Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2013 mengenai pembentukan Dewan Kawasan KPBPB Batam.
(hlm.119)


5.3 Kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
KEK secara umum adalah kawasan tertentu dengan peraturan khusus di bidang kepabeanan, perpajakan, perizinan, keimigrasian, dan ketenagakerjaan yang didukung dengan pengaturan aktivitas bisnis yang rinci dan pengaturan subzone yang efektif.
c. Dapat memiliki zoning ekonomi yang berupa FTZ, BZ, EPZ, FPZ, atau SIP, bergantung pada kebutuhan.
l. Dibatasi oleh tembok/pagar pembatas untuk memisahkan dengan wilayah pemukiman dan komersial umum.
KEK berbeda dengan FTZ, di mana FTZ dapat dikatakan sebagai hak istimewa dalam pengelolaan suatu kawasan. FTZ diberikan oleh pemerintah dalam bentuk Undang-Undang, dan pengelolaan kawasan tersebut mendapat pelimpahan wewenang.
(hlm.120)


BAB 5.2 Sistem Pengelolaan FTZ dan KEK

KawasanJenis Barang yang Bebas Pajak
FTZBahan-bahan pokok dan barang produksi
KEKBarang-barang produksi
(hlm.123)

Tabel 5.3 Perbandingan Fasilitas Perpajakan FTZ dan KEK

NoJenis Fasilitas
1Fasilitas PPh Badan
2Fasilitas Pembebasan PPh Pasal 22 Impor
3Fasilitas PPN dan PPnBM
4Fasilitas Bea Masuk dan Cukai

(hlm.125)

5.4 KEK Sebagai Solusi Terbaik
Pemko Batam memiliki kewenangan di luar KEK dan BP Batam memiliki kewenangan di wilayah KEK.

(hlm.128)

DAFTAR PUSTAKA

Muliono, Heri. (2001). Merajut Batam Masa Depan: Menyongsong Status Free Trade Zone. Jakarta: LP3ES.

Artikel Terkait

Menemukan Kembali Liberalisme oleh Ludwig von Mises #3

Jalan Menuju Perbudakan oleh Friedrich A. Hayek

Problem Domestik Bruto oleh Lorenzo Fioramonti

error: Content is protected !!