Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan oleh Martin Wolf

Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan oleh Martin Wolf.

Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.

Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.

Selamat membaca.

Chandra Natadipurba

===

Globalisasi:

Jalan Menuju Kesejahteraan

Martin Wolf

Pertama kali diterbitkan dalam Bahasa Indonesia oleh Freedom Institute bekerja sama dengan Yayasan Obor Indonesia pada Maret 2007 di Jakarta.

Penerjemah: Samsudin Berlian

Pembaca naskah: Sugianto Tandra

Desain Sampul: Wien Muldian

YOI: 558.25.8.2007

ISBN: 978-979-461-643-7

(hlm.x)

Kata Pengantar

DARI KAPITALISME KE GLOBALISASI

Rizal Mallarangeng

Runtuhnya Uni Soviet hampir dua dekade silam bukan hanya berarti keruntuhan sebuah sistem pemerintahan dan terkuburnya sebuah ideologi besar. Peristiwa ini berarti juga berakhirnya sebuah perdebatan panjang dan pergulatan untuk mencari bentuk masyarakat yang ideal dan sistem ekonomi yang paling mampu menangkat kesejahteraan rakyat.

(hlm.xi)

Perdebatan yang terjadi lebih berada di dalam keluarga yang sama: bagaimana meningkatkan kinerja sistem kapitalisme agar mencapai beberapa tujuan sekaligus, seperti pertumbuhan dan kesejahteraan, pemerataan dan kebersihan lingkungan, otonomi kebudayaan lokal dan berkurangnya sikap konsumerisme dan sebagainya.

Ada elemen sejarah yang berakhir, namun ada pula yang terus berlanjut dalam bentuknya yang telah berubah, dan mungkin dengan intensitas dan kegairahan yang lebih seru lagi.

(hlm.xii)

Namun pada tingkat yang fundamental, globalisasi didorong oleh sifat yang inheren pada diri manusia untuk selalu ingin lebih tahu, lebih bebas, lebih maju serta lebih mampu berhubungan dengan manusia-manusia lainnya di tempat-tempat yang berbeda.

Bagi kaum pendukung seperti mereka, perkembangan globalisasi telah membawa manfaat yang sangat besar bagi umat manusia, bukan hanya dalam memicu pertumbuhan ekonomi, mengubah struktur produksi menjadi lebih efisien dan mengangkat taraf hidup masyarakat, tetapi juga dalam mendorong pemerataan dan membantu masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan yang menyedihkan.

(hlm.xiii)

Tidak seperti yang sering dituduhkan pada mereka, kaum pemikir liberal sebenarnya tidak menolak regulasi dan peran negara. Mereka mengakui bahwa negara memainkan peran penting, khususnya dalam menjalankan beberapa peran yang fundamental dalam bidang ekonomi, mereka mengakui ketidaksempurnaan pasar, dan karena itu dalam bidang-bidang tertentu regulasi dan peran pemerintah sangat diperlukan, khususnya dalam menjamin bahwa kompetisi antara para pelaku ekonomi berjalan dengan sehat.

(hlm.xiv)

Apalagi setelah terjadinya Krisis Moneter pada 1997-1998 yang lalu, upaya-upaya semacam itu sering dianggap sebagai sebagai langkah-langkah yang didiktekan oleh IMF dan Bank Dunia. Hal ini sungguh patut disayangkan: sementara negeri-negeri lainnya seperti Cina, India, dan Vietnam berlomba-lomba untuk memanfaatkan potensi yang ada pada globalisasi dengan semakin membuka diri dan menyesuaikan perekonomian domestik mereka, kita yang justru lebih dahulu melakukannya kini berjalan di tempat, terombang-ambing antara ada dan tiada, maju dan mundur, bergerak ke depan dan melangkah kebelakang.

Dalam satu hal, tradisi intelektual kita yang diwariskan oleh Bung Karno, Bung Hatta dan Bung Sjahrir adalah tradisi kiri dalam berbagai variannya-yang barangkali bisa disederhanakan dengan menyebut mereka sebagian kaum kiri sosial demokrat.

(hlm.xvi)

Prakata dari Penulis untuk Edisi Bahasa Indonesia

            Argumen-argumen inilah yang hendak saya sampaikan dalam buku ini: bahwa terlepas dari segala kesulitannya, globalisasi harus disambut, bukan ditakuti.

(hlm.xviii)

Kata Pengantar Mengapa Saya Menulis Buku Ini

Perdagangan bebas, salah satu berkat terbesar yang bisa diberikan pemerintah kepada rakyat, ternyata tidak popular dihampir setiap negeri.

Gagasan itu penting. Mungkin inilah pelajaran paling penting yang saya dapat dari ayah saya, almarhum Edmund Wolf. Dia pengungsi Yahudi Austria yang lari dari Hilter ke Britania sebelum Perang Dunia II. Seorang penulis naskah teater dan intelektual yang gigih, dia mengajari saya bagaimana gagasan-gagasan Nazi yang gila dan gagasan-gagasan komunis yang hampir sama gilanya telah menghancurkan, atau masih menghancurkan, kehidupan beradab di sebagian besar dunia.

(hlm.xix)

Karena ayah saya adalah seorang jujur dan penulis, dia berpikir dan menulis tentang orang bukan sebagimana mereka seharusnya tapi sebagaimana adanya.

Saya belajar bahwa gagasan-gagasan ideal pencerahan tentang kebebasan, pemerintah demokratik, dan pencarian akan kebenaran tanpa diwarnai kepentingan-kepentingan itu tidak ternilai harganya dan ternyata sangat rapuh.

(hlm.xx)

Saya teringat pada apa yang dikatakan Samuel Johnson ketika diminta membedakan keunggulan dua penyair kecil. Tidak ada gunanya menetapkan mana yang lebih unggul di antara kutu dan caplak.

(hlm.xxi)

Kedua guru lain (bersama Tibor Scitovsky dari Yale University) menerbitkan pada 1970 salah satu buku paling berpengaruh mengenai pembangunan ekonomi selama 50 tahun terakhir, Industry and Trade in Some Developing Countries. Buku brilian ini – suatu Wealth of Nations untuk zaman kita- meringkaskan suatu studi multinegeri mengenai kebijakan perdagangan dan pembangunan ekonomi, yang diatur oleh Profesor Little untuk Development Centre dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.

(hlm.xxii)

Dari sini saya menemukan konsekuensi parah dari kontrol sewa dan pertumbuhan perumahan dewan (atau umum).

Pasar mungkin bukan persyaratan satu-satunya untuk demokrasi seperti itu. Tapi ia harus ada, karena

konsentrasi kekuasaan yang inheren dalam setiap ekonomi terencana tidak cocok dengan tekanan-tekanan efektif dari bawah. Pasar juga memungkinkan orang menyatakan pilihan- pilihan pribadi mereka. Pasar adalah suatu dimensin kebebasan.

(hlm.xxvi)

Mempertahankan ekonomi dunia liberal bukan berarti membela Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, Organisasi Perdagangan Dunia, atau institusi spesifik lain. Institusi-institusi ini harus dinilai- dan direformasi atau disingkarkan- menurut keberhasilan mereka.

(hlm.xxviii)

Pasar adalah institusi paling kuat yang pernah diciptakan untuk menaikan standar penghidupan: bahkan tidak ada pesaing lain. Tapi pasar butuh negara, seperti halnya negara perlu pasar.

(hlm.xxix)

Sosialisme tidak berhasil. Komunisme dan fasisme itu kriminal, blunder. Imperialisme adalah jalan buntu. Militerisme dan nasionalisme menghancurkan peradaban Eropa.

(hlm.1)

Bagian I

Pokok Bahasan

(hlm.3)

Bab 1

“Kolektivis Milenium Baru” Naik Panggung

Siapa yang menganggap bahwa kesejahteraan orang Amerika akan lebih baik kalau ekonomi mereka dipilah-pilah di antara ke-50 negara bagian, masing-masing dengan rintangan kuat terhadap barang, jasa, modal, dan orang dari negara bagian lain?

(hlm.4)

            Lagi pula, mengapa berhenti pada 200 potong? Mengapa tidak membagi ekonomi dunia sampai 10.000 negeri, 600.000 suku bangsa, atau enam miliar manusia swasembada? Tidak ada titik tempat orang mencapai tingkat yang “tepat” untuk berswasembada atau mencapai jumlah individu kolektif yang “tepat”.

Kegagalan dunia kita bukanlah bahwa ada terlalu banyak globalisasi, tapi bahwa ada terlalu sedikit globalisasi.

(hlm.5)

            Pertikaian intelektual antara kapitalisme liberal dan penentang-penentangnya adalah tema utama buku ini. Ia tidak terlalu menaruh perhatian pada asal-usul sosial dan intelektual dari gerakan protes itu sendiri.

(hlm.6)

Seperti dikatakan almarhum Mancur Olson- teoritikus besar tentang logika aksi kolektif-hanya “organisasi luas”, yaitu, organisasi yang mewakili sebagian besar kepentingan ekonomi dalam masyarakat, yang kemungkinan akan berkampanye mendukung kebijakan yang akan meningkatkan penghasilan anggota-anggotanya saja sambil merugikan orang lain.”

(hlm.7)

Semua organisasi ini sering kali diletakkan di bawah label yang enak dipakai walaupun agak sok, “masyarakat sipil”. Tapi masyarakat sipil adalah nama bagi semua aktivitas sosial yang terletak di luar kegiatan negara. Ia seharusnya tidak boleh diserobot oleh satu bagian saja dari kelompok penekan yang terbatas. Dalam suatu analisis belum lama ini, David Henderson, sebelumnya ekonom kepala dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, menamai para aktivis ini “koletivis milenium baru”.

(hlm.9)

            Ia berarti penyerahan kekuasaan dari pemerintah demokratik yang budiman (benevolent) kepada korporasi swasta yang ganas.

            Ia menjadi sebab- dan masih menyebabkan- kemiskinan massa dan kesenjangan yang makin meningkat di dalam suatu bangsa dan antarbangsa.

            Ia menghancurkan penghidupan petani kecil.

            Ia membuat orang miskin tidak sanggup membeli obat-obatan.

            Ia juga membuat gaji riil dan standar perubahan- menurun serta meningkatkan ketidakterjaminan ekonomi di mana-mana.

            Ia menghancurkan lingkungan hidup, memusnahkan spesies, dan merusak kesejahteraan binatang.

            Ia menyebabkan, dengan cara-cara yang beragam ini, suatu perlombaan global menuju ke Nadir, di mana pajak rendah,  standar peraturan yang rendah, dan gaji rendah dipaksakan pada setiap negeri.

            Ia membiarkan pasar finansial global menimbulkan krisis-krisis yang menimbulkan biaya besar khususnya pada ekonomi-ekonomi yang kurang maju.

            Ia memuja keserakahan sebagai kekuatan motivasi perilaku manusia.

            Dan ia menghancurkan beragam budaya manusia.

(hlm.10)

Sejumlah ekonom profesional kelas atas, yang paling terkenal diantaranya ialah Peraih Nobel Joseph Stiglitz, bergabung memberikan kritik mereka. Pengkritik berpengaruh lain mengenai keuangan adalah finansir miliader dan spekulator George Soros, contoh menarik seekor masang yang berubah jadi anjing penjaga. Penentang globalisasi akademik lain ialah Dani Rodrik dari Harvard University.

Kemunculan megaterorisme

(hlm.11)

Perbandingan yang menyamakan keyakinan akan kemerdekaan dan demokrasi dengan Marxisme- ideologi para despot totaliter yang menurut suatu perhitungan, telah membunuh 100 juta jiwa- adalah perbandingan yang aneh. Lebih- lebih lagi profesor Gray terlalu  menyederhanakan masalah, Globalisasi bukanlah ideologi fanatik, tapi suatu nama bagi proses intergrasi batas lintas batas ekonomi-ekonomi pasar yang sedang bergerak menuju kebebasan pada zaman di mana biaya transportasi dan komunikasi terus turun.

(hlm.12)

Teroris-teroris yang dipimpin Osama bin Laden adalah antiliberal dari dalam hati. Ideologi mereka adalah orang yang terbaru dari ideologi totaliter dan otoriter yang menentang liberalisme selama dua abad terakhir.

(hlm.15)

BAB 2

Apa arti Globalisasi Liberal

Mengatakan “neoliberal” sama dengan mengatakan “semiliberal atau”atau Mengatakan “neoliberal” sama denga mengatakan “semili/beral” atau  “pseudoliberal”. Ini omong kosong murni. Orang mendukung kebebasan atau menolaknya, tapi orang tidak bisa semi-mendukung atau pseudo-mendukung kebebasan, seperti hanya orang tidak bisa “semihamil”, “semihidup”, atau“semimati”

(hlm.16)

Mendefinisikan globalisasi liberal

“suatu fenomena di mana agen-agen ekonomi di bagian mana pun di dunia jauh lebih terkena dampak peristiwa yang terjadi di tempat lain di dunia” daripada sebelumnya.

Pergerakkan bebas barang, jasa, buruh, dan modal, sehingga menciptakan satu pasar tunggal dalam hal masukan dan keluaran; dan perlakuan bersifat nasional terhadap investor asing (serta warga nasional yang bekerja di luar negeri) sehingga, dari segi ekonomi, tidak ada orang asing.

(hlm.18)

            Nilai dari eksperimen pikiran yang lebih ekstrem ini adalah ia memaksa kita menerima betapa pentingnya biaya transpor dan komunikasi. Walaupun biaya ini akan terus turun, ia tidak akan pernah sampai mendekati nol, kecuali untuk hal-hal yang dapat didematerialisasi secara lengkap- seperti khususnya informasi.

            Intinya ialah bahwa jarang akan selalu penting, karena kita terdiri dari tubuh fisik, karena jarang selalu penting, begitu pula ruang. Karena ruang selalu penting, begitu pula kontrol terirotorial. Karena kontrol teriritoria. Karena kontrol teritorial. Karena kontrol teritorial penting, begitu pula negara.

(hlm.23)

Bagian II

Mengapa Ekonomi Pasar Global Masuk Akal

(hlm.26)

Bab 3

Pasar, Demokrasi, dan Perdamaian

Tidak pernah ada negeri dengan suasana politik demokratis, dulu atau sekarang, yang ekonominya tidak didominasi oleh hak milik pribadi dan koordinasi pasar.

Kebebasan dan hak milik

Tapi ciri khas masyarakat bebas ialah bahwa bentuk-bentuk keterlibatan sosial adalah pilihan, bukan dipaksakan, paling tidak bagi orang dewasa. Ciri utama masyarakat semacam ini ialah aksi sukarela- kebebasan untuk memilih.

(hlm.27)

            Fondasi kukuh masyarakat liberal ialah, sebagaimana dikatakan John Locke pada abad ke-17, hak semua individu untuk memiliki dan memanfaatkan harta benda dengan bebas, dibatasi oleh hukum yang didefinisikan dengan baik. Karena itu suatu masyarakat liberal adalah suatu masyarakat komersial.

Bukanlah kebetulan bahwa masyarakat komersial memberikan nilai tinggi kepada kebebasan berpikir da bereskpresi. Seorang pedagang adalah seorang praktis yang harus melakukan penilaian rasional tentang dunia, apalagi karena risiko yang dihadapinya. Dia belajar dari pengalaman, bukan penguasa, dan menaruh kepercayaan kepada penilaiannya sendiri, bukan penilaian orang lain. Kombinasi dari kepraktisan, rasionalisme, dan kebebasan mencari tahu menjadi dasar pencapaian terbesar dunia barat- sains modern. Juga bukan kebetulan bahwa sains mencpai puncak kemekarannya di barat yang komersial.

(hlm.28)

Liberalisme berarti perubahan tanpa henti terus menerus. Sebagian besar musuh liberalisme membencinya pada dasarnya karena alasan itu.

Kalau individu harus bebas, mereka butuh perlindungan oleh- dan dari- negara. Dalam bukunya yang terakhir, terbit sesudah dia meninggal, Mancur Olson mengatakan bahwa “kita tahu bahwa suatu ekonomi akan menghasilkan pendapatan maksimum hanya jika ada tingkat investasi yang tinggi dan bahwa banyak hasil investasi jangka panjang diterima lama sesudah investasi dibuat”. Jadi mungkin satu perbedaan tunggal yang paling penting antara masyarakat yang menjadi kaya dan masyarakat yang gagal adalah kemampuan rakyatnya untuk membuat perjanjian kontrak jangka panjang. Mereka perlu tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap satu sama lain dan, lebih penting lagi, terhadap penguasa politik. Orang hanya akan membuat investasi semacam itu bila mereka yakin bahwa buah-buahnya tidak akan dimakan orang lain. Semua masyarakat yang agar kompleks punya beraneka ragam pasar untuk transaksi segera. Bazar adalah ciri yang dikembangkan masyarakat Timur Tengah, misalnya. Tapi bazar tidak membuat negeri-negeri jadi kaya. Hanya masyarakat yang agak spesial yang punya pasar dengan jaringan luas kontrak jangka panjang yang mendorong kemakmuran. Ini adalah ciri mennetukan dari apa yang disebut Karl Marx “kapitalisme”- suatu masyarakat di mana orang dapat mengandalkan dan memiliki investasi jangka panjang dengan keamanan yang memadai lewat suatu jaringan klaim abstrak di atas kertas.

Syarat bagi keyakinan semacam ini biasanya dinyatakan sebagai kebebasan di bawah hukum atau, lebih sederhana lagi, sebagai pemerintahan hukum (rule of law). Anarki dan kebebasan tidak berbatasan sama lain tapi berada pada kutub yang berlawanan. Di bawah anarki kebebasan setiap orang dibatasi oleh aktivitas predator setiap orang lain- dunia di mana kehidupan itu “jahat, biadab, dan pendek”, seperti digambarkan Thomas Hobbes dalam buku klasiknya Leviathan. Di bawah kebebasan, negara melindungi setiap orang dari predator, termasuk dari negara itu sendiri. Tapi tampaknya ini adalah kontradiksi. Jika negara berhasil mendirikan suatu monopoli kekuasaan atas suatu wilayah tertentu, untuk apa ia menerima bentuk pemerintahan hukum yang membatasi dirinya sendiri? Ini adalah pertanyaan yang diajukan partai-negara Cina pada diri sendiri sekarang ini.

(hlm.29)

Menuju negara yang rajin berbuat baik

Kompetesi regulatori

Salah satu alasan mengapa Eropa menggungguli Cina, India dan dunia Islam, yang semuanya jauh lebih maju 1.000 tahun yang lalu, adalah kompetesi di antara penguasa-penguasa atau yang sekarang disebut “kompetisi regulatori”

(hlm.31)

Kompetisi regulator masih merupakan kekuatan besar sekarang. Bahkan, itulah alasan utama bagi persebaran liberalisasi ekonomi pada 1980-an dan 1990-an. Deng Xiaoping  dipengaruhi oleh keberhasilan ekonomi Hongkong,  Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan waktu dia memutuskan untuk memperkenalkan reformasi pasar ke Cina.

Kompetisi regulatori saja belum cukup. Penguasa monarki absolut masih bisa menyita kekayaan rakyatnya atau mengemplang utangnya apabila dinastinya terancam. Kebebasan yang terjamin menuntut pemerintah-pemerintah untuk menaruh perhatian pada kesehatan jangka panjang negeri. Solusi terbaik ialah demokrasi konstitusional dengan parlemen perwakilan- pemerintah yang dapat dimintai pertanggungjawaban oleh rakyat yang diperintah.

(hlm.32)

Versi Inggris akan kebebasan dimulai dari kemerdekaan pengadilan dalam menerapkan hukum. Sistem hukum kasus Inggris (common law) itu sendiri sudah kuno, sementara sistem pengadilan juri berasal dari abad ke-12. Dari fondasi ini dan dari revolusi parlementer abad ke-17, Amerika membangun gagasan pembatasan pada semua cabang pemerintahan dengan memberikan hak kepada setiap cabang untuk mengubah atau menghapuskan kegiatan cabang yang lain yang berada dalam wilayah pertanggungjawabannya (checks and blance).

(hlm.33)

            Biasanya, walaupun tidak selalu, penguasa yang terpilih secara demokratik (kalau mereka mengerti hal ini) punya kepentingan untuk memilih institusi dan kebijakan yang akan membuat masyarakat secara keseluruhan lebih kaya daripada memilih merampas kekayaan dari minoritas. Tapi apabila kesenjangan prapajak dalam penghasilan dan kekayaan besar, hal ini mungkin tidak tepat lagi. Kalau suatu mayoritas besar berpenghasilan jauh di bawah pendapatan rata-rata, mungkin mudahlah memperoleh persetujuan mayoritas dalam suatu demokrasi berdasarkan suara terbanyak untuk menyita kekayaan atau penghasilan minoritas yang kaya. Dengan demikian demokrasi menjadi populis, seperti sudah lama terjadi di Amerika Latin. Hasil jangka panjangnya ialah pendapatan pascapajak yang lebih rendah daripada kalau suatu sistem politik yang kurang predatori diterapkan.”

            Seperti dikatakan Olson, “pembentukan suatu demokrasi dan pelaksanaan suatu pemilihan umum tidak dengan sendirinya menghasilkan kontrak yang aman atau hak milik”

(hlm.34)

Hanya apabila politik bukan perkara keselamatan pribadi, suatu demokrasi yang stabil dapat diwujudkan. Karena itu, agar demokrasi bisa berfungsi, wilayah politik harus diberi batas. Ekonomi pasar, melalui hak milik swasta, memberikan batas ini.

Lagi pula, walaupun tidak semua ekonomi pasar adalah demokrasi, semua demokrasi yang stabil punya ekonomi pasar, seperti kata Profesor Kornai

Apabila keluaran ekonomi perkapita meningkat, kehidupan suatu masyarakat menjadi bersifat “positive -sum” (jumlah pemenang lebih banyak daripada pecundang)- hidupsetiap orang menjadi lebih baik. Namun dalam suatu masyarakat statis, kehidupan sosial ialah “zero-sum” (“kalah-menang”- jumlah pemenang sama dengan jumlah pecundang): kalau ada yang menerima lebih, pasti ada orang lain yang menerima kurang.

(hlm.35)

Perbedaanya sangat besar. Dalam satu generasi, suatu masyarakat yang pendapatan per kapitanya naik, katakanlah, 1,5 persen setahun, akan punya 50 persen lebih banyak pendapatan per kapita untuk dibagi-bagikan, kalau ia mau. Besar kemungkinan bahwa kalau pegiat lingkungan hidup menerapkan suatu masyarakat pertumbuhan-nol, masyarakat itu akan dengan cepat berubah jadi otoriter (kalau pun ia tidak sudah jadi otoriter dulu untuk memaksakan pertumbuhan nol itu). Kekuasaan kemungkinan akan dipegang oleh imam-raja, pemuja Ibu Pertiwi dalam wujud Ratu Ekologi.

Reformasi moral

Hari ini, tempat tempat teratas daftar negara dengan angkatan bersenjata yang paling taat kepada kontrol sipil adalah negara demokrasi liberal yang maju. Tapi bagaimana suatu populasi yang tidak  bersenjata bisa memperoleh pelayanan dari mereka yang memegang senjata? Sebagian jawabannya terletak pada kenyataan bahwa mereka yang memegang senjata? Sebagian jawabannya terletak pada kenyataan bahwa mereka yang bersenjata dibayar dengan cukup baik, karena populasi yang tidak bersenjata cukup makmur. Jawaban berikutnya ialah bahwa ia melidungi pemerintah yang disahkan oleh persetujuan umum.

(hlm.36)

Tapi jawaban ketiga bersifat moral. Seperti dikatakan jurnalis dan penulis Kanada Jade Jacobs, simbiosis antara pemerintah dan pasar yang menjadi dasar masyarakat beradab dilengkapi oleh simbiosis antara dua budaya atau sindroma moral-budaya komersial dan budaya penjaga. Keduannya penting Bersama-sama, keduanya cukup memadai.

Pencapaian

(hlm.37)

Pendapatan negara-negara anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan rata-rata telah meningkat dari sekitar 10 persen produk domestik bruto seabad lalu menjadi rata-rata hampir 40 persen sekarang ini. Di beberapa negeri Eropa, angkanya di atas 50 persen.

Seperti akan dikatakan Leo Tolstoy, semua negeri kaya itu kaya dengan cara yang kurang lebih sama, tapi semua negeri miskin itu miskin dengan cara sendiri yang masing-masing berbeda-beda.

            Pertimbangkanlah ciri-ciri demokrasi-demokrasi liberal maju. Mereka adalah demokrasi konstitusional, tunduk kepada pemerintahan hukum; mereka menghormati hak milik pribadi dan hak orang untuk membuat kontrak; mereka melindungi kebebasan berbicara dan mencari tahu; mereka mengakui hak-hak asasi manusia; mereka punya pemerintah yang dipilih; dan mereka punya petugas pengadilan yang independen dan jujur, birokrasi rasional, dan angkatan bersenjata yang taat kepada kontrol sipil. Ini semua adalah ciri-ciri yang langka dalam masyarakat manusia, baik dalam sejarah maupun dalam kenyataan saat ini.

Hubungan internasional demokrasi liberal

Demokrasi liberal tidak hanya punya nilai-nilai yang unggul secara domestik. Ia juga adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang dengan sendirinya menghasilkan hubungan antarnegara yang harmonis dan kooperatif. Proposisi penting ini dikemukakan oleh filsuf Jerman Immanuel Kant dalam traktatnya Perpetual Peace

(hlm.38)

            Demokrasi liberal itu kondusif bagi hubungan internasional karena kemakmuran suatu bangsa tidak berasal dari ukuran wilayah atau populasi yang dikontrol, melainkan dari kombinasi pembangunan ekonomi internal dengan perdagangan internasional. Pengetahuan inilah yang menjadi intisari karya Adam Smith Wealth of Nation.

(hlm.39)

Pada 2000, misalnya, Hong Kong, dengan populasi tujuh juga dan tidak ada sumber daya alam yang layak disebut, punya GDP per kapita, berdasarkan perhitungan paritas daya beli (PPP- purchasing power parity), sebebsar $25.600, Singapura dengan empat juta orang, punya $24.900, dan Denmark, dengan lima juta, punya $27.300. bandingkan angka-angka ini dengan 1,26 miliar penduduk cina dengan GDP rata-rata per kapita $3.900, 1 miliar penduduk India dengan $2.300, 207 juta orang Indonesia $2.800, 168 juta penduduk Brazil dengan $7.300, dan 146 juta di Rusia, yang menguasai seperenam wilayah daratan di muka bumi, dengan $8.000. kekuasaan tidak mendatangkan kekayaan.

Perdagangan bruto Hong Kong (ekspor dan impor barang) pada 2000 adalah 259 persen dari GDP dalam hitungan PPP; Singapura 294 persen, dan Denmark 69 persen. Sebaliknya Cina sembilan persen, sementara India Cuma empat persen.

Raja atau tiran dari 50 juta orang  dapat membangun istana yang lebih besar daripada raja dari lima juta orang dan bisa melangkag lebih gagah di panggung dunia. Tapi seorang hamba sahaya di Rusia tidak lebih baik hidupnya hanya karena tsar-nya lebih agung.

(hlm.40)

            Ketika Thomas Friedman mengemukakan teorinya mengenai perdamaian internasional Golden Arches (Lengkungan Emas), yaitu bahwa tidak ada dua negeri yang mewakili restorang McDonald’s pernah saling berperang, dia sebetulnya sedang mendukung tesis ini- bahwa demokrasi liberal tidak saling berperang – dengan cara yang sangat kasat mata.

(hlm.41)

Antara 1909n dan 1996 jumlah organisasi antar pemerintah bertambah dari 37 menjadi 260.

Alasan kedua bagi relasi damai demokrsi-demokrasi liberal adalah asosiasi yang dibentuk lintas batas di antara warga negara biasa dan organisasi- organisasi warga negara. Seperti dikemukakan liberalis Prancis ternama awal abad ke-19 Alexis de Tocqueville, salah satu ciri paling mengesankan demokrasi Amerika waktu itu- dan sekarang pun masih- adalah jumlah asosiasi. Kini keadaan itu sudah menyebar ke seluruh dunia. Pada 1909, ada 176 organisasi ada 176 organisasi nonpemerintah internasional, pada 1996, jumlah ini telah meningkat jadi 5.472.

Tantangan kolektivis terhadap tata liberal

Itulah sebabnya liberalisme jauh lebih daripada sekadar kredo ekonomi. Ia adalah batu fondasi demokrasi di dalam negeri dan relasi damai di luar negeri. Tapi liberalisme juga rapuh, seperti terbukti menjelang akhir abad ke-19 dan hampir sepanjang abad ke-20. Ia rentan terhadap gagasan-gagasan kolektivis- nasionalisme, sosialisme, komunisme, fasisme, dan, terakhir dan terburuk, kredo yang menyatukan semua kengerian bersama-sama dalam satu paket yang menjijikan- sosialisme nasional.

            Dalam karya klasik Nation and Nationalism, filsuf Ernest Gellner berkata bahwa nasionalisme muncur karena alasan praktis, Negara modern perlu budaya tinggi bersama, karena ia menuntut adanya orang-orang trampil yang dapat saling bertukar tempat. Budaya itu biasanya (walaupun tidak selalu) berakar pada satu bahasa tunggal. Bahasa menciptakan rasa kebangsaan pada gilirannya, menciptakan tuntutan akan suatu negara sendiri.

Insan manusia itu suka berkelompok, mampu memiliki semangat melayani yang luar biasa terhadap unit sosial yang memperoleh kesetiaan mereka. Nasionalisme memanfaatkan insting ini. Ia mneawarkan kepada kita gagasan suatu keluarga luas- suatu bangsa. Paling ekstremnya, ia menjanjikan obat pereda rasa sakit individualitas dalam bentuk gado-gado harmoni kolektif.

Jadi argumen Marxis-Leninis bahwa imperialisme, militerisme, dan fasisme adalah konsekuensi alami dari demokrasi liberal atau kapitalisme dan demokrasi borjuasi adalah suatu kebohongan besar.

(hlm.43)

Karena itu imperialisme dan proteksionisme adalah nubuat yang menggenapkan diri sendiri-mereka menciptakan dunia anjing-makan-anjing yang diyakini oleh pendukung-pendukungnya sebagai alasan yang cukup untuk mengembangkan imperialisme dan proteksionisme itu.

Negara sosialis membuat negara jadi peseudo perusahaan bisnis. Bukankah lantas gampang sekali menganggap perusahan itu sebagai bisnis keluarga dari suatu bangsa? Dalam negara-negara sosialis multietnik, penguasa mencoba menciptakan peudonasionalitas- atau bahkan lebih banyak pseudonasionalitas-atau bahkan lebih banyak pseudonasionalitas daripada yang biasa diciptakan nasionalis: Uni Soviet dan Yugoslavia adalah contoh penting.

(hlm.46)

Bab 4

“Sihir” Pasar

Walaupun hatiku agak kekiri-kirian,  aku selalu tahu bahwa satu-satunya sistem ekonomi yang berfungsi ialah ekonomi pasar. Ini adalah satu-satunya ekonomi yang alami, satu-satunya yang masuk akal, satu-satunya yang menuju kemakmuran, karena ia adalah satu-satunya yang mencerinkan fitrah kehidupan itu sendiri. Esensi kehidupan adalah bineka, tak terbatas, dan misterius, dan karena itu tidak dapat dibatasi atau direncanakan, secara sepenuh-penuhnya dan dengan segala kepelbagaiannya, oleh suatu inteligensi terpusatmana pun.

Musuh-musuh globalisasi adalah penentang ekonomi pasar. Itulah initisari perdebatan ini. Tapi apa itu ekonomi pasar?

(hlm.47)

Mereka yang menduduki tingkat sosial tertinggi adalah tokoh-tokoh prajurit- pemimpin dan imam-juru tulis-birokrat. Kekuasaan yang mereka pegang adalah juga rute paling efektif menuju kekayaan. Bagi prajurit-pemimpin, dengan sendirinya kekuasaan dan kekayaan mereka yang pegang. Posisi tertingi dipegang oleh mereka yang menggabungkan kedua aspek otoritas ini di satu tangan- imam- raja, seperti kaisar-kaisar Bizantium, atau, yang lebih agung lagi, seperti para firaundi Mesir Kuno.

(hlm.49)

Pertumbuhan selama milenium pasar

Menurut sejarawan ekonomi Angus Maddison, populasi dunia naik 22 kali lipat selama milenium terakhir, tapi produk domestik bruto dunia (disesuaikan menurut paritas daya beli) naik 13 kali lebih cepat lagi.

(hlm.50)

Usia harapan hidup adalah 24 tahun di Inggris antara 1300 dan 1425. Mungkin begitulah keadannya dalam Imperium Romawi. Pada 1801-26, tingkat di Inggris telah mencapai41 tahun. Pada 1999 77 tahun. Dua atau lebih abad yang lalu, tidak ada seorang pun, bagaimana pun kaya dan berkuasanya, punya akses pada perawatan gigi, obat-obatan, atau sanitasi yang layak. Nathan Rothschild, pendiri dinasti Rothschild diInggris, meninggal pada 1836 karena bisul yang terinfeksi. Hari ini, antibiotik akan menyembuhkannya dengan gampang. Anne, Rati Inggris, melahirkan 15 anak, tidak satu pun hidup sampai usia dewasa. Bahkan pada 1990 satu dari 10 anak di Amerika Serikat mati sebelum ulang tahun pertama. Pada akhir 1990-an tingkatnya sudah turun sampai tujuh dari 1.000.

            Pertumbuhan meningkat sangat pesat setelah 1820. Tapi ada seusatu yang penting telah mulai terjadinya sebelumnya. Yang sebelumnya populasi dunia naik hampir empat kali lipat antara 1000 dan 1820. GDP dunia naik mungkin enam kali lipat. Ini berarti ada persen peningkatan pendapatan rill per kapita. Agregat ini menyembunyikan perbedaan kinerja yang sangat besar antara Eropa barat dan dunia selebihnya. Antara 1000 dan 1820, pendapatan riil perkapita di Eropa naik kira-kira tiga kali lipat. Di dunia ekonomi pasar paling berhasil di Eropa Bagian Barat, Kerajaan Serikat dan Belanda, rata-rata pendapatan per kapita kira-kira tiga kali lipat. Di dua ekonomi pasar saling berhasil di Eropa Bagian Barat, Kerajaan Serikat dan Belanda, rata-rata pendapatan per kapita kira-kira empat kali lipat di atas tahun 1000. Tapi, sebelum awal abad ke-19, penaikan standar penghidupan yang ajek hanya terjadi di Eropa bagian barat dan mulai dari abad ke-17, di koloni-koloni Britania di Amerika.

(hlm.52)

Jadi apa yang membuat ekonomi berhasil di sejumlah negeri? Jawabannya ialah bahwa di situ ada ekonomi pasar yang dinamis. Tapi apa artinya ini? Sekarang kita akan membahas pertanyaan ini.

Bagaimana ekonomi pasar yang maju berfungsi

(hlm.53)

Inilah yang disebut Ronald Reagan “sihir pasar”. Tapi “proses pasar”, demikian dinamai oleh Friedrich Hayek, bukanlah sihir. Ia jauh lebih hebat daripada sihir.

Pasar muncul di penjara dan kamp konsentrasi; muncul dalam kediktatoran komunis walaupun orang yang melakukannya, dikutuk sebagai “spekulator”, sering kali ditembak begitu saja; dan di hampir semua negeri sedang membangun pasar muncul sebagai sektor informal tempat orang berdagang di luar pengawasan peraturan konyol dan regulator korup.

(hlm.54)

            Agar suatu ekonomi pasar yang canggih bisa berfungsi, ia harus mengatasi lima masalah: pertama, informasi harus mengalir dengan mulus, membuat orang yakin tentang apa yang sedang mereka beli; kedua, tidaklah berlebihan untuk menganggap orang akan memenuhi janji mereka, bahkan walaupun janji itu baru akan dilaksanakan puluhan tahun kemudian; ketiga, kompetisi harus dipupuk; keempat, hak milik harus dilindungi; dan terakhir, efek samping yang paling buruk bagi pihak ketiga harus dikurangi.

“kepercayaan harus ada dalam masyarakat agar ia bisa jadi masyarakat kapitalis karena orang yang tidak percaya pada sesama mereka, tidak percaya kelompok lain, tidak percaya orang yang berada di temapat jauh, tidak akan bisa berdagang dengan mereka, kapitalisme akan tetap berada pada level ekonomi bazar”.

Orang yang berkecimpung dalam bisnis bisa menyediakan garansi atau menciptakan reputasi sebagai pebisnis jujur; mereka bisa berinventasi dalam suatu merk yang mengaitkan perusahaan dengan kualitas barang yang dijualnya; dan mereka bisa memperkerjakan profesional yang kurang lebih bisa dipercaya (seperti akuntan) untuk menyertifikasi kebenaran kata-kata mereka.

(hlm.55)

            Perlindungan hak milik adalah syarat yang harus ada bagi suatu ekonomi pasar yang canggih. Bahkan, dibandingkan syarat lain satu per satu, inilah yang paling penting. Orang harus berhak memiliki barang. Apa artinya kepemilikan? Pertama, artinya ialah orang berhak atas pendapatan residual, kelebihan dari apa yang harus dibayarkan kepada pihak lain- pemasok, pemiutang, pekerja, dan seterusnya. Ini memberi mereka insentif untuk memakai aset secara produktif atau, kalau mereka tidak bisa melakukannya, menjualnya kepada orang yang bisa. Kedua, pemilik juga memiliki hak kontrol residual. Bukan hanya si pemilik punya insentif untuk memanfaatkan asetnya secara produktif. Dia juga punya hak untuk itu. Dalam ekonomi modern yang canggih, hak kepemilikan seperti ini sifatnya kompleks. Dasarnya hanyalah lembar-lembar kertas dan bisa diterapkan lewat rantai agen-agen.

(hlm.56)

Ciri sentral ekonomi pasar modern

Karena itu mudah dibayangkan bahwa suatu ekonomi pasar modern sungguh amat jauh dari rimba Edouard Balladur. Pasar adalah bagian dari sistem institusional yang kompleks dan canggih yang telah berkembang selama berabad-abad berdasarkan prinsip-prinsip luas kebebasan kontrak, hak milik yang terjamin, dan negara yang menyediakan layanan. Ada empat ciri ekonomi pasar modern yang saling berkaitan yang sangat penting, khususnya dalam diskusi mengenai integrasi ekonomi global. Keempatnya ialah: korporasi; inovasi dan pertumbuhan; hak milik intelektual; serta peran dan fungsi pasar finansial.

Korporasi

Peraih Nobel Kenneth Arrow mengatakan bahwa “di antara segala inovasi, manusia, sungguh, pemakaian organisasi untuk mencapai tujuan adalah salah satu yang paling besar dan paling awal.”

(hlm.57)

Korporasi modern juga menuntut penciptaan limited liability (pembatasan tanggung jawab pemegang saham atas utang perusahaan), yang muncul pada 1856. Kalau tidak, modal sangat besar yang dibutuhkan tidak bisa terpenuhi.

Agar organisasi semacam ini bisa berfungsi, harus ada kemungkinan untuk membentuk kerekanan berdasarkan kepercayaan. Karena itu, seperti dapat diperkirakan, perusahaan besar jauh lebih banyak ada di negeri maju dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dibandingkan di negeri kurang terbangun: di Amerika Serikat, pabrik dengan 50 atau lebih karyawan mencakup 80 persen lapangan kerja manufaktur; di Indonesia, proporsinya cuma 15 persen.

(hlm.58)

            Dalam praktik, ada enam cara (yang saling berkait) untuk mengurangi risiko-risiko ini. Pertama ialah disiplin pasar: kegagalan finansial pada akhirnya akan membuat manajer kehilangan kerja, apabila pemerintah bisa dihimbau untuk tidak menolong perusahaan yang gagal. Kedua ialah pengecekan internal, dengan direktur independen, keharusan pemungutan suara oleh pemegang saham institusional, dan audit internal. Ketiga ialah regulasi swasta, misalnya persyaratan listing pada bursa saham. Keempat ialah regulasi resmi yang mencakup komposisi dewan direktur,struktur bisnis, dan persyaratan pelaporan. Kelima ialah transparensi, termasuk standar perakunan dan audit independen. Terakhir ialah, sekali lagi, nilai-nilai perilaku kejujuran dalam hubungan dengan pihak lain.

Ekonom sangat tidak nyaman dengan gagasan moralitas. Tapi tampaknya ia punya makna yang cukup jelas dalam konteks bisnis.

(hlm.59)

Inovasi

Inovasi teknologi adalah makan siang gratis dalam ekonomi pasar modern.

Tapi motivasinya bukan lagi harapan untuk memperoleh keuntungan luar biasa. Melainkan kepastian akan gagal kalau tidak ikut dalam perlombaan ini. Jadi inovasi tidak datang dari luar pasar. Ia sudah tertanam di dalam kapitalisme.

Hak milik intelektual

Mengingat peran inovasi, hak milik intelektual bukanlah ciri sampingan sistem hak milik ekonomi pasar modern, tapi ciri utama.

(hlm.60)

Pasar finansial

Ia adalah jalan darahnya, memindahkan sumber daya dari orang yang tidak membutuhkannya atau tidak dapat memanfaatkannya kepada orang yang membutuhkannya dan dapat memanfaatkannya.

(hlm.62)

Moralitas ekonomi-ekonomi pasar

Ketidaksetaraan

Semua masyarakat kompleks tidaklah setara. Dalam semua masyarakat orang (biasanya laki-laki) mengejar kekuasaan dan wewenang atas orang lain. Tapi, di antara masyarakat canggih dengan pemisahan kerja yang rumit, masyarakat dengan ekonomi pasar adalah yang paling rendah tingkat kesetaraannya, dan juga yang paling tidak menyakitkan. Bagi banyak orang ini mungkin pernyataan yang mengagetkan. Seharusnya tidak.

            Ingatlah bahwa dalam kerajaan agraris atau masyarakat feodal, raja, dan tuan tanah punya kekuasaan atas hidup dan mati.

(hlm.63)

Ketika, dengan seenaknya, Mao memutuskan untuk melancarkan Lompatan Besar ke Depan pada 1950-an, 30 juta orang mati. Ironinya ialah bahwa tirani semacam ini dibenarkan berdasarkan apa yang dianggap kengerian dari ketidaksetaraan kapitalis.

Orang kaya memang punya pengaruh yang lebih besar atas kehidupan suatu demokrasi daripada mayoritas warganya. Tapi, dibandingkan dengan kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki orang kaya pada masyarakat tradisional, kekuasaan orang kaya hari ini sangatlah sedikit. Politikus punya lebih banyak kekuasaan dan intelektual lebih banyak pengaruh daripada orang dengan buku cek yang tebal. Siapakah yang paling menentukan dalam memengaruhi jalan hidup orang Amerika sekarang, Ronald Reagan, Milton Friedman, atau Warren Buffet?

            Tidak ada orang kaya atau korporasi yang dapat mengabaikan hukum, seperti yang disadari beberapa bajingan korporasi pada 2002. Bahkan Bill Gates, orang paling kaya di dunia, tersadar dia tidak dapat mengabaikan pengecara bergaji rendah di Departemen Kehakiman ketika departemen itu memeriksa dugaan penyelewengan Monopolistik Microsoft. Beberapa abad lalu, orang paling kaya di suatu negeri Eropa dapat membentuk satu angkatan bersenjata swasta yang bisa menentang negara.

(hlm.64)

Ekonomi pasar kompetitif tidak mengakhiri ketidaksetaran dan tidak menghilangkan hasrat mengejar kekuasaan dan prestise. Tapi ia menjinakkannya.

Kebebasan, demokrasi, dan oposisi permanen

            Demokrasi liberal dengan ekonomi pasar adalah, demikian kata Joseph Schumpeter dalam buku klasiknya Capitalism, Socialism and Democracy, satu-satunya jenis masyarakat jenis masyarakat yang menciptakan oposisi mereka sendiri.

Hanya dalam suatu ekonomi pasar dapatlah buku-buku yang mengecam si kaya dan orang berkuasa dalam masyarakat diterbitkan dan dipromosikan dengan begitu berhasil. Hanya dalam ekonomi pasar bisa terjadi bahwa si kaya memberikan banyak sekali uang kepada universitas-universitas yang dengan nyaman memayungi orang-orang yang membenci orang kaya dan sistem yang membuat mereka kaya. Ekonomi pasar bukan hanya mendukung pengkritik, ia memeluk mereka.

(hlm.65)

Kapitalisme mengasuh musuh-musuhnya. Ia juga mencoba mengambil untung dari mereka. Tapi musuh-musuh itu mengambil untung juga.

Moralitas

Pasar juga menuntut, memberkahi, dan memperkuat kualitas moral yang bernilai: sikap bisa dipercaya, sikap bisa diandalkan, usaha, kesopanan, kemandirian, dan sikap mengekang diri.

Kekayaan yang diciptakan ekonomi pasar yang berhasilah yang memungkinkan berdirinya negara kesejahteraan.

(hlm.66)

Tapi sekarang kita tahu bahwa ekonomi sosialis-negara yang dianggap ramah itu adalah bencana besar lingkungan hidup. Ekonomi pasar telah terhindar dari bencana besar lingkungan hidup. Ekonomi pasar telah terhindar dari bencana ini karena paling tidak empat alasan: pertama, ia menyediakan peluang kepada pengkritik perusakan lingkungan hidup; kedua ia mengimplikasikan keterpisahan antara perusahaan dan pemerintah yang membuat regulasi independen bisa diterapkan; dan terakhir, perusahaan prihatin dengan reputasi mereka dan akan bertindak untuk melindunginya, sebagai tanggapan terhadap kampanye menentang mereka. Karena alasan-alasan ini, kelompok penekan lingkungan hidup yang efektif muncul hanya di demokrasi-demokrasi pasar.

(hlm.67)

Kesimpulan

Ekonomi pasar liberal secara moral tidak sempurna, karena ia mencerminkan selera dan keinginan orang, yang juga tidak sempurna. Ekonomi pasar lebih memuaskan keinginan mayoritas daripada selera minoritas yang lebih halus. Ia lebih menguntungkan orang yang giat daripada orang yang bijak.

            Mereka yang mengutuk imoralitas kapitalisme liberal membandingkannya dengan masyarakat orang saleh yang tidak pernah ada- dan tidak akan pernah ada- dan tidak akan pernah.

(hlm.68)

Bab 5

Wahai Tabib, Sembuhkanlah Dirimu Sendiri

Ketika saya bekerja pada Bank Dunia selama 1970-an, setiap negeri sedang membangun, bagaimana pun terbatasnya sumber daya intelektualnya, dituntut memproduksi rencana ekonomi lima-tahunan dengan meniru-niru model Stalinis. Negeri-negeri sedang membangun yang canggih, seperti India, memproduksi rencana canggih. Negeri kurang canggih memproduksi rencana kurang canggih. Tapi semua rencana ini punya satu kesamaan: semuanya fiksi.

(hlm.70)

Apa yang tidak dapat dilakukan negara: kematian perencanaan terpusat

Di masa puncak revolusi balasan antiliberal pada abad ke-20, tumbuhlah satu keyakinan yang luar biasa. Keyakinan ini adalah bahwa seluruh ekonomi nasional bukan hanya dapat- tapi harus- ditempatkan di bawah kontrol dan pengarahan terpusat. Ini adalah keyakinan yang gagal. Ini adalah contoh dari apa yang disebut Friedrich Hayek “keangkuhan fatal”- keyakinan akan umat kemampuan kita untuk merencanakan dan mengontrol masa depan umat manusia.

Seperti ditunjukkan Profesor McMillan, ada 20.000 kategori pekerjaan berbeda di Amerika Serikat. Tidak ada satu pun rencana terpusat yang bisa mengurus kompleksitas semacam itu.

(hlm.71)

            Ketiga, mustahil bagi perencana untuk mengetahui apa yang diinginkan ratusan juta orang yang berbeda.

Keempat, karena harga tidak ada hubungannya dengan biaya, tidak ada cara untuk menghitung produksi apa yang harus ditingkatkan dan produksi apa yang harus ditingkatkan dan produksi apa yang harus dikurangi.

(hlm.72)

            Terakhir, perdagangan luar negeri tidak bisa diintergrasikan ke dalam perencanaan dengan berhasil karena, per definisi, orang asing tidak bisa direncanakan , kecuali kalau si perencana mengontrol orang-orang asing itu.

Apa yang harus dilakukan negara untuk ekonomi

(hlm.73)

            Jadi peran apa yang harus dimainkan oleh negara agar ekonomi pasar bisa berfungsi? Secara luas, ia punya tiga fungsi: pertama, menyediakan barang dan jasa- yang dikenal dengan nama barang dan jasa publik- yang tidak bisa disediakan oleh pasar bagi dirinya sendiri; kedua, untuk menginternalkan eksternalitas atau mengobati kegagalan pasar; dan ketiga, untuk menolong orang-orang yang untuk alasan apa pun terpukul oleh pasar atau menjadi lebih rentan akibat pasar sampai mengalami keadaan yang tidak bisa ditolerir masyarakat.

Mulai dari kerterjaminan hak milik dari pemangsa. Ini menuntut adanya angkatan bersenjata, polisi, hakim, dan penjara. Menyusun dan menerapkan legislasi adalah fungsi sentral negara. Tapi fungsi-fungsi ini harus dipisahkan. Independensi peradilan baik dari pemerintah maupun parlemen adalah satu jalan paling penting untuk melindungi warga negara dari kegiatan predatori pemerintah.

            Karena itu syarata fundamental bagi proteksi hak milik ialah pemerintahan hukum yang tidak berpihak.

            Barang dan jasa publik kedua yang harus disediakan negara menuntut pengaturan masa kini ialah uang sehat (sound money).

(hlm.74)

            Suatu mata uang akan stabil hanya kalau pemerintah mengelola utang mereka dengan berkelanjutan atau kalau bank sentral bisa diam saja melihat pemerintah default (gagal membayar utang).

            Setelah 1930-an dan Depresi Besar, diakui umum bahwa pertanggungjawaban pemerintah untuk menyediakan uang sehat dan keuangan publik adalah bagian dari tugasnya memuluskan makroekonomi. Ini adalah perkembangan dari ekonomika John Maynard Keynes, dalam General Theory of Employment, Interest and Money, terbit 1936. Setelah bencana deflasi pada 1970-an, gagasan ini tidak laku lagi.

(hlm.75)

            Contoh penting lain tentang barang dan jasa yang berciri barang dan jasa publik adalah infrastruktur dan riset mendasar.

            Selain menyediakan barang dan jasa publik, pemerintah secara langsung mendanai atau menyediakan barang berfaedah atau merit goods. Ini adalah hal-hal yang diterima individu. Tapi masyarakat menuntur barang-barang itu disediakan sampai tingkat tertentu atau dalam tipe tertentu.

(hlm.76)

Kekacauan dengan deregulasi listrik Kalifornia, ketika harga borongan melejit setelah liberalisasi, menunjukan apa yang bisa terjadi kalau rancangan semacam itu ternayat salah. Pemerintah juga bertanggung jawab atas kebijakan yang berdampak besar pada ekonomi, misalnya struktur dan tingkat rintangan terhadap perdagangan atau investasi.

(hlm.78)

Mengefektifkan intervensi

Ada tekanan kuat terhadap pemerintah untuk “melakukan sesuatu” ketika tidak melakukan apa-apa mungkin adalah pilihan terbaik.

            Syarat pertama kebijakan efektif adalah serangkaian kualitas yang disebut kredibilitas, prediktabilitas, transparensi, dan konsistensi, sepanjang waktu dan dalam segala kegiatan.

            Contoh bagus nilai kredibilitas ialah liberalisasi perdagangan. Kalau pebisnis tahu bahwa hambatan terhadap impor akan menghilang dalam beberapa tahun mendatang, mereka akan meneyesuaikan diri dengan relatif mulus.

(hlm.80)

            Lapis kedua yang lebih mendalam ialah menganggap hak milik yang tidak lengkap suatu kegagalan pasar. Kalau kegagalan itu bisa diperbaiki, pasar seharusnya menimbulkan tanggapan yang paling bagus. Profesor McMillan memberikan contoh tentang lisensi polusi yang bisa diperdagangkan di Amerika Serikat. Dengan Clean Air Act 1990, environmental Protection Agency (EPA- Lembaga Perlindungan Lingkungan Hidup) menciptakan pasar dalam hak untuk membuat polusi yang bisa diperdagangkan. Ternayata bahwa tingkat penurunan yang diharapkan biayanya lebih kecil daripada yang diperkirakan orang. Ini terlihat dari fakta bahwa harga pasar rata-rata untuk membersihkan satu ton sulfur dioksida hanya $150. Tadinya EPA memperkirakan harganya akan sekitar lima kali lipat lebih mahal.

            Kegagalan pasar harus diatasi kalau cukup serius. Tapi ini membangkitkan poin keempat dan terakhir: remediabilitas.

Mengapa pemerintah gagal

Kita tahu ada yang tidak bisa dilakukan negara- merencanakan seluruh ekonomi. Kita tahu ada yang harus dilakukan negara- melindungi hak milik.

(hlm.82)

Amerika Serikat yang penduduknya mendekati 300 juta orang dengan latar belakang, jalan hidup, dan pengalaman yang sangat berbeda bukanlah dunia yang digambarkan Aristoteles dalam pembahasannya tentang polis atau kota Yunani Kuno. Athena yang digambarkan Pericles sudah lenyap untuk selamanya (itu pun kalau memang pernah ada dalam kenyataan).

            Jadi apa masalahnya? Salah satu masalah ialah bahwa pemerintah modern itu, seperti halnya ekonomi modern dan masyarakat modern itu sendiri, sangat rumit. Semuanya bergantung, dan dunia masa kini memang bergantung, pada pemisahan kerja yang rinci. Keputusan-keputusan yang mereka buat bersifat sangat teknis. Tidaklah mungkin bagi pengamat dari luar untuk mengamati, apalagi menilai dengan tepat, lebih dari satu proporsi kecil dari keputusan yang dibuat itu. Ini adalah pernyataan yang bisa saya katakan dengan cukup yakin, karena itulah pekerjaanku sejak 1987 di finansial Times.

            Tiga kelas orang (yang tumpang tindih) relatif memiliki informasi cukup baik: pertama, orang yang dibayar untuk itu, misalnya kolumnis surat kabar, pakar akademik dlam bidang tertentu, birokrat, dan politikus; kedua, orang yang mata pencahariannya bergantung pada keputusan politik tertentu, misalnya dokter mengenai kebijakan kesehatan, guru mengenai kebijakan pendidikan, petani mengenai kebijakan pertanian, buruh baja mengenai kebijakan perdagangan, koporasi mengenai kebijakan atas hak milik intelektual, dan seterusnya; dan terakhir,orang yang menganggap bidang kebijakan tertentu sangat menarik hati.

            Dalam pemilihan umum, orang memberikan suara untuk satu kandidat atau partai yang membuat janji yang umum mengenai sedaftar panjang perkara.

(hlm.86)

Bencana besar pemerintah buruk

Hernando de Soto, ekonom Peru, pernah mendaftarkan satu pabrik pakaian kecil di Lima sebagai eksperimen. Perlu waktu 10 bulan. Selama masa itu, ia dimintai suap 10 kali oleh pejabat pemerintah. Pada dua kesempatan, dia harus membayar suap itu, karena kalau tidak eksperimen itu akan macet. Ingatlah apa arti korupsi: penyalahgunaan posisi kepercayaan publik untuk kepentingan pribadi.

Bagaimana caranya negara yang penuh dengan korupsi seperti itu bisa menyediakan apa yang dibutuhkan pasar untuk mencapai kemakmuran? Jawabannya, tentu saja, tidak bisa.

(hlm.87)

            Korupsi terpusat akibatnya kurang merusak, kalau si penguasa cukup waras. Si penguasa tidak akan mau membiarkan tingkat “pemajakan” yang disebabkan korupsi menjadi terlalu tinggi karena akan menganggu kepentingannya. Tapi, dibawah korupsi tidak terpusat, yang berlaku adalah aji mumpung.

(hlm.90)

Kompetisi regulatori

Jadi salah satu alasan terkuat untuk ekonomi terbuka ialah bahwa ia menyebabkan ada semacam tekanan kompetitif terhadap pemerintah. Kalau orang percaya bahwa pemerintah pasti selalu baik hati, bijaksana, dan penuh perhatian, orang mungkin akan menolak tekanan itu. Tapi ironi besar pengkritik antiglobalisasi ialah bahwa sebagian besar dari mereka tidak percaya hal ini.

(hlm.92)

Bab 6

Pasar Melintas Batas

(hlm.93)

            Ketika statistikus menjumlahkan semua transaksi dengan nonpenduduk, merek menyebutnya transaksi eksternal suatu negeri. Tapi ini bukanlah transaksi suatu negeri, kecuali dalam statistik. Selain transaksi yang dibuat langsung oleh pemerintah, transaksi suatu negeri adalah penjumlahan semua transaksi individual oleh penduduknya. Lagi pula, karena motivasi bagi transaksi-transaksi ini sama saja dengan transaksi sesama penduduk, akibatnya juga kemungkinan besar bermanfaat bagi kesejahteraan mereka yang melakukan transkasi itu. Secara singkat, inilah logika integrasi ekonomi global.

(hlm.94)

Bila teknologi memungkinkan, suatu pasar yang saling memperkaya akan meliputi seluruh permukaan bumi, karena orang akan mau membeli dengan harga termurah (untuk jenis kualitas mana pun) dan menjual dengan harga tertinggi.

(hlm.95)

Ekonomika integrasi

Negeri-negeri maju biasanya tidak punya pembatasan terhadap pergerakan modal portfolio, tapi rintangan terhadap investasi langsung asing (FDI- foreign direct investment)- regulasi kepemilikan, misalnya- serta subsidi  kepada investasi dalam negeri tetap ada. Testriksi atas pergerakan buruh sangat meluas.

            Ini membuktikan bahwa liberalisasi bukanlah proposisi harus ambil semua atau tidak sama sekali.

(hlm.96)

Perdagangan

            Seperti dikatakan Douglas Irwin dari Dartmouth University, John Stuart Mill, salah satu raksasa intelektual abad ke-19, membagi manfaat perdagangan dalam tiga kategori. Keuntungan langsung, keuntungan tak langsung, dan keuntungan intelektual dan moral.

            Dalam kategori pertama adalah perolehan statik standar dari perdagangan- pemanfaatan skala ekonomi dan keunggulan komparatif. David Ricardo mengajukan gagasan keunggulan komparatif ini, mungkin yang paling cerdas dalam ekonomika. Peraih Nobel Paul Samuelson pernah ditanya untuk menyebutkan “satu proposisi dalam semua ilmu sosial yang benar sekaligus tidak remeh”. Jawabannya ialah keunggulan komparatif.

(hlm.97)

Industri yang bersaing dengan impor menyusut bukan karena bersaing dengan impor dari orang asing itu, tapi karena bersaing dengan industri ekspor di dalam negeri yang lebih mampu membayar faktor-faktor produksi itu.

Contoh klasik adalah pembukaan Jepang pada 1858, di bawah tekanan Amerika. Sebelum terbuka, harga sutra dan teh jauh lebih tinggi di dunia daripada di Jepang, sementara harga kapas dan barang wol jauh lebih rendah. Setelah terbuka, Jepang mengekspor sutra dan teh serta mengimpor kapas dan barang wol jauh lebih rendah. Setelah terbuka, Jepang mengekspor sutra dan teh serta mengimpor kapas dan barang wol. Ini diperkirakan meningkatkan pendapatan riil Jepang sampai 65 persen, belum lagi dampak produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang keikutsertaannya dalam ekonomi dunia.

(hlm.98)

            Praktis tidak mungkin membuktikan korelasi antara liberalisasi perdagangan dan pertumbuhan dengan kepastian penuh. Tapi seperti dikatakan Profesor Peter Lindert dari University of California davis dan Jeffrey Williamson dari Harvard, tidak ada satupun contoh negeri yang berhasil naik peringkat dalam standar penghidupan global sambil menjadi lebih tertutup terhadap perdagangan dan modal pada 1990-an dibandingkan 1960-an. “tidak ada,” kata mereka, “kemenangan antiglobal yang bisa dilaporkan dalam” dunia sedang membangun pascaperang. Seperti dikatakan sendiri oleh seorang pengamat India mengenai kebijakan negerinya, “dengan menekan kebebasan ekonomi selama 40 tahun, kita menghancurkan pertumbuhan dan masa depan dua generasi.”

(hlm.100)

Pergerakan modal dari negeri kaya ke negeri miskin bukan hanya sedikit, tapi juga sering terancam berbagai krisis. Pada 2000, misalnya, tabungan dolar bruto di negeri-negeri maju berpenghasilan tinggi adalah $5.600 miliar. Andaikan 10 persen saja dari tabungan bruto ini mengalir ke dunia sedang membangun, ini sudah berarti $560 miliar dolar setahun. Tapi arus netto tertinggi modal jangka panjang ke negeri-negeri sedang membangun pada 1990-an hanya $341 miliar pada 1997, persis sebelum krisis Asia. Lebih dari satu dekade lalu, peraih Nobel Robert Lucas mencatat tingkat arus modal yang rendah ini ke negeri-negeri sedang membangun, yang berlawanan dengan asumsi standar tentang di mana keuntungan paling tinggi terdapat.

(hlm.101)

            Salah satu penjelasan untuk arus modal yang rendah ke negeri-negeri sedang membangun ialah kurangnya ketrampilan manusia yang diperlukan. Penjelasan lain adalah ekonomi eksternal dalam pemakaian modal itu: orang akan lebih produktif kalau mereka bekerja dengan orang produktif lain.

(hlm.104)

Kita memang mahluk sosial: pendapatan kita bergantung pada ketrampilan orang-orang disekitar kita.

(hlm.105)

Tapi proteksi adalah kebijakan tidak langsung dan tidak efektif untuk mempromosikan bayi. Selain biaya yang dibebankan pada konsumen, ada dua efek samping negatif yang serius: pertama, ia membatasi industri itu hanya pada pasar domestik, karena proteksi, per definisi, menghasilkan keuntungan hanya dari penjualan domestik; dan kedua, ia menyediakan proteksi dari kompetitor paling kuat di dunia.

(hlm.108)

Politika integrasi – unilateralisme liberal versus internasionalisme liberal

Argumen yang sama dibuat oleh penganjur perdagangan bebas Britania, terutama Richard Cobden, pada 1840-an. Mengikuti Adam Smith dan David Ricardo, mereka berargumen bahwa demi kepentingannya sendiri suatu negeri haruslah menganut perdagangan bebas, tidak peduli apa yang dilakukan orang lain. Kalau orang lain mengikuti contoh mereka, baguslah. Kalau tidak, biarlah. Argumen ini bagus. Kemakmuran Hong Kong dan Singapura membuktikan bahwa argumen ini berlaku sekarang.

(hlm.110)

Odiseus pun melihat manfaat mengikatkan diri ke tiang kapal [agar ia bisa lolos dari nyanyian rayuan mahluk-mahluk Siren yang membawa maut bagi pelaut-pelaut yang lupa daratan bila mendengarnya-pen]. Karena itu, tujuan dari perjanjian ini adalah pembatasan terhadap kedaulatan.

(hlm.113)

Bagian III

Kenapa Terlalu Sedikit Globalisasi

(hlm.115)

Prolog

Yang patut disayangkan bukanlah bahwa ada terlalu banyak globalisasi, melainkan terlalu sedikit. Masih terlalu banyak orang yang berada di luar pasar dunia, terutama karena yurisdiksi tempat mereka tinggal gagal menciptakan buat mereka dan orang luar kondisi-kondisi yang memungkinkan keterlibatan produktif dalam ekonomi dunia.

(hlm.116)

Bab 7

Nasib Globalisasi dalam Jangka Panjang

(hlm.117)

Logika integrasi global

Pada 1500 SM, kata Wright, ada sekitar 600.000 wilayah politik otonom di planet ini (bagaimana dia menghitungnya, saya tidak tahu, tapi angka ini tampaknya benar). Hari ini, ada 193

(hlm.119)

Pemujaan pahlawan intelektual masa kini (yang sangat tidak tepat) atas Karl Polanyi oleh pengkritik ekonomi pasar global cocok sekali dengan perspektif ini, karena bukunya yang sering dikutip The Great Transformation terbitan 1944 punya tema resistansi politik terhadap idaman “utopian” ekonomi pasar liberal serta perlunya regulasi dan kontrol sosial yang jauh lebih besar.

(hlm.120)

Gagasan bahwa pernah ada komunitas-komunitas lokal kecil yang bahagia tak tersentu dunia luar, hidup dalam harmoni ekologis dan isolasi kultural, adalah angan-angan.

(hlm.121)

Sayang, yang buruk  datang bersama yang baik: di antara hal-hal yang diglobalkan oleh kaum Mongol adalah wabah pes yang memusnahkan seperempat penduduk Eurasia, yang tampaknya disebarkan oleh imperium mereka, mungkin oleh Kalaveri mereka.

(hlm.122)

Globalisasi kultural

Gereja Ktolik Roma, yang mungkin adalah lembaga budaya Eropa yang paling signifikan, muncul dari perkawinan antara agama Yahudi, filsafat Yunani, dan kekuasaan Romawi.

(hlm.125)

Globalisasi teknologis

Pertemuan antara durian runtuh dan kewiraswastaan ini terjadi hanya sekali dalam sejarah.

            Ini tidak sepenuhnya benar. Dalam jangka panjang, milik mereka yang begitu luas tidak banyak bermanfaat bagi Spanyol  atau Portugal, kecuali memberikan kesempatan kepada mereka untuk tidur nyenyak.

(hlm.128)

Bab 8

Kebangkitan, Kejatuhan, dan Kebangkitan Ekonmi Global Liberal

(hlm.129)

Pertumbuhan dan intergrasi ekonomi pada abad ke-19 dan ke-20

Sejak tahun 1820 ada tiga periode pertumbuhan cepat dalam pendapatan per kapita di dunia secara keseluruhan: 1870-1913,1950-73- yang disebut “zaman emas”- dan 1973-98. Ini juga periode pertumbuhan tercepat dalam sejarah dunia.

Namun, antara tahun 1913 dan tahun tahun 1950, ekspor tumbuh hanya 0,9 persen setahun, sementara GDP per kapita dunia juga tumbuh hanya 0,9 persen.

Juga patut dicatat bahwa ekonomi pasar liberal menghasilkan, antara tahun 1870-1913, pertumbuhan tercepat yang dikenal dunia sampai saat itu.

(hlm.130)

1950-73

4,08

2,44

8,05

3,49

2,52

2,92

2,07

2,93

(hlm.131)

Pasar dunia untuk barang, modal, dan buruh di abad ke-19 dan ke-20

“episode paling mengesankan dari integrasi ekonomi internasional yang pernah dilihat dunia sampai saat ini bukanlah paruhan kedua abad ke-20, tapi tahun-tahun antara 1870 dan Perang Dunia Pertama.”

(hlm.132)

Kesenjangan harga gandum antara Britania dan Amerika Serikat sekitar 100 persen pada awal 1800-an. Kesenjangan itu mulai mengurang dari sekitar 1840-an, sampai tingkat yang bisa diabaikan pada 1880-an dan lenyap sama sekali sesaaat sebelum Perang Dunia Pertama.

(hlm.138)

            Kedua, negeri-negeri berpenghasilan tinggi secara kolektif kini adalah pengimpor modal netto, bukan pengekspor netto, dengan defisit akun mata uang agregat pada 2001 hampir $200 miliar (karena defisit Amerika Serikat yang lebih dari $400 miliar tertutupi oleh surplus Jepang dan Eropa). Fakta bahwa tidak ada arus modal netto agregat ke negeri-negeri sedang membangun juga punya implikasi kuat terhadap distribusi investasi global.

(hlm.140)

Migrasi

            Paul Hirst dari Birkbeck College dan Grahame Thompson dari Open University  mencatat bahwa “era terbesar migrasi massa sukarela yang tercatat adalah abad sesudah tahun 1815. Sekitar 60 juta orang meninggalkan Eropa untuk pergi ke benua Amerika, Oseania, serta Afrika Selatan dan Timur. Diperkirakan 10 juta dengan sukarela bermigrasi dari Rusia ke Asia Tengah dan Siberia. Satu juga pergi dari Eropa Bagian Selatan ke Afrika Utara. Sekitar 12 juta orang Cina dan enam juta orang Jepang meninggalkan kampung halaman mereka dan beremigrasi ke Asia Timur dan Selatan. Satu setengah juta meninggalkan India menuju ke Asia Tenggara serta Afrika Selatan dan Barat”

(hlm.141)

Kontrol atas migrasi ini menciptakan distorsi ekonomi terbesar didunia- selisih dalam penghargaan terhadap tenaga kerja. Pasar untuk tenaga kerja jelas adalah yang paling tidak terintergrasi di dunia. Itulah sebabnya pengkritik globalisasi mendapatkan bahwa penghargaan terhadap tenaga kerja di negeri-negeri miskin sangat tidak adil. Tapi tampaknya tidak ada yang menyarankan jawaban yang paling kentara: migrasi bebas.

Kontrol-kontrol ini telah mengunci sebagian besar umat manusia ke dalam negara dan ekonomi gagal, dengan konsekuensi buruk yang tak terelakan bagi penghasilan mereka dan juga bagi ketidaksetaraan global.

            Pertama, dari tahun 1820 sampai tahun 1914, kesenjangan harga dalam pasar komoditas di antara benua-benua terkikis 81 persen, 72 persen dari angka ini karena transpor yang lebih murah dan 28 persen karena pengurangan tarif pra-1870.

(hlm.142)

Terakhir, antara tahun 1950 dan 2000, terkikis lagi 76 persen, sampai lebih rendah dari tahun 1914. Dari angka ini, 74 persen disebabkan liberalisasi perdagangan dan 26 persen transpor yang lebih murah.

(hlm.143)

Perubahan teknologis

Biaya pengapalan segentong gandum dari New York ke Liverpool turun separuh antara tahun 1830 dan tahun 1880 dan kemudian turun separuh lagi antara tahun 1880 dan tahun 1914.

            Kabel transatlantik pertama diletakkan pada tahun 1866. Ini, kata profeson O’Rourke, adalah “terobosan paling penting pada 200 tahun terakhir”, bagi pasar modal.

(hlm.145)

Karena kita makin kaya dan biaya barang material makin turun, kita akan lebih banyak menuntut layanan jasa seperti ini. Bahkan mungkin saja membayangkan suatu dunia di mana ada perdagangan dalam komoditas dan informasi yang lebih intensif, tapi bagian GDP dan lapangan kerja yang terpengaruh akan jauh lebih kecil daripada sekarang, karena produktivitas naik dengan cepat dalam aktivitas-aktivitas yang dapat diperdagangkan ini sehingga harga relatifnya pun terus turun. Sementara itu, makin besarlah proporsi dari pada pendapatan yang dikeluarkan untuk layanan jasa personal.

Rezim autarki Uni Soviet jatuh bukan karena secara fisik tidak mungkin mengontrol pengetahuan dan gagasan yang bergerak melintas batas, melainkan karena biaya melakukannya menjadi terlalu tinggi.

(hlm.148)

Kematian liberalisme abad ke-19 yang tidak terlalu mengherankan

            Jaminan sosial, walaupun punya faedah yang jelas, juga mengandung dan masih mengandung- biaya yang biasanya diabaikan: ia membuat sangat tidak menarik membagi manfaat kewarganegaraan dengan orang luar.

(hlm.149)

            Sementara itu, proteksi terhadap impor manufaktur adalah cara paling jelas untuk menguntungkan kelas buruh industrial.

            Tarif-tarif Bismarck pada tahun 1879, yang mendukung baik produk industri maupun pertanian, adalah saat yang menentukan: ekonomi paling dinamis dan besar di benua Eropa telah menolak liberalisme. Prancis mengikuti langkah ini dengan Meline pada tahun 1892, tarif juga naik di Swedia, Italia, dan Spanyol selama tahun 1880-an dana tahun 1890-an. Sementara itu di Amerika Serikat tarif meninggi setelah perang saudara dan tetap tinggi. Tarif itu dipertinggi lagi pada tahun 1890-an. Seperti dikatakan Harold James dari Princeton University, proteksi dapat diberikan bagi produk satu per satu.

            Mendorong peralihan ke arah nasionalisme dan proteksionisme ini adalah gagasan masa kini kelompok antiliberal: kebangkitan ideologi-ideologi kolektivis yang salah satunya ialah nasionalisme.

(hlm.151)

Pada tahun 1915, Werner Sombart, yang mulai sebagai Marxis dan berakhir sebagai Nazi,menulis bahwa perang itu “perlu untuk mencegah rasa kepahlawanan termangsa oleh kekuatan jahat, yaitu jiwa perdagangan yang sempit dan hina.”

(hlm.153)

Tarif Smoot-Hawley di Amerika Serikat, pada tahun 1930, yang menaikkan tarif rata-rata atas barang manufaktur di bangsa kreditor utama di dunia itu sampai level 48 persen (lihat tabel 8.7), membuat berang. Italia dan Prancis langsung bereaksi. Britania akhirnya meninggalkan perdagangan bebas dan standar emas, selamanya autarki dan wilayah caplokan, terutama oleh Jerman dan Jepang.

Dalam tiga tahun saja, dari tahun 1929 sampai 1932, perdagangan dunia jatuh 70 persen dalamhitungan nilai dan 25 persen dalam hitungan ril.

1931

30

21

46

Tak tersedia

48

(hlm.154)

Ekonom besar Austria Joseph Schumpeter menerbitkan karya klasiknya, Capitalism, Socialism and Democracy, pernyataan menyerah kalah yang brilian terhadap kekuatan dahsyat sosialisme, selama Perang Dunia II.

            Pada tahun 1930-an kombinasi gagasan-gagasan kolektivis, kepentingan proteksionis, pemilihan umum universal, perang, kekacauan moneter, dan depresi ekonomi telah menghancurkan asumsi, keyakinan, kebijakan, dan praktik yang menjadi dasar tata ekonomi dunia liberal

(hlm.155)

Sistem                                                  periode

-sistem ketat Bretton Woods                1958-191

(hlm.156)

            Amerika Serikat meliberalisasi ekonominya relatif cepat setelah akhir Perang Dunia II. Pembalikan sikapnya atas perdagangan sudah dimulai secara tentatif pada tahun 1934 dengan Reciprocal Trade Aggrement Act (Undang-undang perjanjian Perdagangan Resiprokal) yang mengandung perlakuan tanpa syarat bagi bangsa paling disukai (most- favoured- nation). Buahnya dipetik sesudah perang, dalam bentuk Perjanjian Umum atas Tarif dan Perdagangan (GATT- General Aggrement on Tariffs and Trade) yang dinegosiasikan pada tahun 1947, yang menajdi pasal kebijakan komersial dan Organisasi Internasional yang gugur sebelum lahir.

(hlm.157)

Tapi sebagaimana kemudian dibuktikan dengan keruntuhan imperium Soviet, pembangunan berwawasan ke dalam akhirnya kandas di pasir, karena ekonomi makin tertinggal di belakang teknologi-teknologi mutakhir, kompetisi lemah, keuntungan menurun, pertumbuhan ekspor melemahm neraca pembayaran menjadi makin lama makin rapuh, dan pemerintah-pemerintahn makin merasa sulit mengelola keuangan mereka.

(hlm.158)

Karena pengangguran tinggi, inflasi tinggi, dan pertumbuhan rendah selama tahun 1970-an bukan hanya menghancurkan keyakinan terhadap Keynesiasisme naif; ia juga menciptakan minat yang makin meningkat terhadap solusi pasar. Maka mulailah apa yang dapat disebut revolusi- balasan pasar di negeri-negeri maju.

(hlm.159)

Gagalnya Keynes: Inflasi ↑, unemployment ↑, growth↓

Padahal harusnya inflasi ↑, unemplyment ↓, growth ↑

Krisis utang awal tahun 1980-an dan stagflasi kronis juga juga mendatangkan revolusi dalam konsep kebijakan makroekonomi.

Bagian IV

Mengapa

Para Pengkritik Salah

(hlm.166)

Bab 9

Murka atas Ketidaksetaraan

(hlm.167)

Mari kita abaikan perbandingan antara aset sekelompok orang, yang terkaya, dan penghasilan sekelompok orang lain, yang miskin, yang serupa dengan perbandingan antara apel dan jeruk. (untuk memperoleh angka penghasilan permanen si kaya, nilai aset mereka harus dibagi paling tidak 20).

(hlm.168)

            Begitu pula, kita harus mengerti bahwa peningkatan ketidaksetaraan mungkin muncul dengan cara-cara yang sangat berbeda. Langsung terpikir tiga kemungkinan: peningkatan penghasilan si kaya, yang memperparah keadaan si miskin; peningkatan penghasilan si kaya, tanpa pengaruh terhadap kesejahteraan si miskin; atau peningkatan penghasilan si kaya yang, dengan berbagai cara, bermanfaat bagi simiskin, tapi secara proporsional tidak sebanyak manfaat bagi si kaya.

Biasanya orang bahkan tidak seegaliter almarhum filsuf John Rawls, yang berargumen bahwa ketidaksetaraan hanya boleh terjadi kalau ia bermanfaat bagi si miskin.

(hlm.169)

Apakah globalisasi yang menyengsarakan si miskin ataukah non- globalisasi yang melakukannya? Untuk menjawab semua pertanyaan ini, orang harus mulai dari awal, dengan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi dan globalisasi

(hlm.170)

            Belum pernah terjadi sebelumnya begitu banyak orang- atau begitu besar proporsi penduduk dunia- yang menikmati kenaikan yang begitu besar dalam standar penghidupan  mereka.

(hlm.173)

Di sini terlihat sejumlah besar negeri yang meningkatkan intergrasi mereka dengan ekonomi dunia dan menjadi lebih makmur, kadang-kadang secara dramatis.

Apa yang sama pada semua negeri yang berhasil ialah peralihan ke arah ekonomi pasar, di mana hak-hak milik pribadi, semangat usaha bebas, dan kompetisi makin lama makin mendapat tempat, menggantikan kepemilikan negara, perencanaan, dan proteksi.

(hlm.174)

            Integrasi India tidak sespektakular itu. Maka, bukan kebetulan, begitu pula pertumbuhannya.

(hlm.177)

Sumber daya alam, khususnya kekayaan mineral, tampaknya merupakan rintangan, bukan dorongan, terhadap pembangunan ekonomi. “kutukan sumber daya” ini punya banyak dimensi: sumber daya cenderung membuat politik jadi korup, mengubahnya menjadi perlombaan merampas penghasilan yang diberikan oleh sumber daya, sering kali sering menciptakan perang saudara yang melemahkan; sumber daya; sumber daya menciptakan sistem perdagangan yang tidak stabil, karena harga-harga sumber daya alam atau komoditas pertanian sangat berflutuasi; dan sumber daya menghasilkan tingkat nilai tukar rill yang tinggi, yang antara lain menghalangi pembangunan manufakturing yang kompetitif secara internasional.

(hlm.178)

Pada era pascaperang, jalur menuju pembangunan yang paling berhasil tampaknya harus melalui ekspor manufaktur padat karya, jalur yang ditempuh Cina mengikuti Hongkong, Singapura, Taiwan, dan Korea Selatan.

(hlm.181)

Pertumbuhan dan Ketidaksetaraan

Mereka berkesimpulan bahwa ketidaksetaraan di antara negeri-negeri, berdasarkan jumlah penduduk, mencapai puncaknya  pada tahun 1980, dengan nilai 0,54, tapi sudah turun sembilan persen sejak itu, menjadi 0,50, level yang tidak pernah terjadi sejak sekitar 60 tahun lalu. Penurunan ketidaksetaraan di antara negeri-negeri ini, dihitung berdasarkan jumlah populasi, persis seperti yang bisa diperkirakan.

            Alasan mengukur distribusi kekayaan di antara negeri-negeri berdasarkan populasi adalah karena yang penting itu manusia, bukan negeri.

(hlm.185)

Statistik nasional mungkin cacat, tapi paling tidak ada usaha untuk mengecek sendiri angka-angkanya, karena angka-angka itu dikumpulkan dari bukti-bukti independen atas keluaran, pendapatan,dan pengeluaran. Tidak ada pengecekan internal serupa yang dapat dilakukan terhadap survei atas penghasilan dan pembelanjaan rumahtangga.

(hlm.186)

Tapi apakah hasil studinya bisa dipertanggungjawabkan dan bermakna? Sebagian jawabannya ialah bahwa ini adalah periode yang lain dari yang lain, sehingga hasil-hasil itu memang bisa dipertanggungjawabkan tapi kurang bermakna.

Jadi analisis Milanovic kebetulan waktunya bersamaan dengan periode dalam dua dekade terakhir abad ke-20 ketika dua raksasa negeri sedang membangun itu tumbuh sangat pelan.

            Data Milanovic misalnya, menyatakan bahwa tidak ada peningkatan pendapatan perdesaan di Cina antara tahun 1988 dan tahun 1993. Statistik nasional memberikan gambaran yang sama sekali berbeda. Jadi apa yang sedang terjadi? Sebagian dari jawabannya, sebagaimana sudah disinggung diatas, adalah bahwa penghasilan dan pembelanjaan rumahtangga rata-rata naik jauh lebih lambat dalam survei penghasilan dan pengeluaran rumahtangga daripada dalam statistik nasional.

(hlm.187-188)

            Jadi bagaimana harus menjelaskan perbedaan antara pertumbuhan yang ditampilkan survei dan pertumbuhan yang tampak pada statistik nasional? Secara logis, ada tiga alternatif.

            Pertama ialah bahwa survei-survei itu betul dalam perkiraannya tentang level konsumsi dan pendapatan, yang berarti pertumbuhan ekonomi jauh lebih lambat daripada yang kita yakini di negeri-negeri sedang membangun yang penting-penting. Statistik nasional bukan perkiraan yang dapat diandalkan, tapi propaganda. Kemungkinan kedua ialah bahwa baik statistik nasional maupun survei itu benar, untuk hal yang diliputnya. Ini mungkin terjadi jika praktis semua pembelanjaan (dan pendapatan) yang tercatat lebih rendah dalam survei itu benar, untuk hal yang diliputnya. Ini mungkin terjadi jika praktis semua pembelanjaan (dan pendapatan) yang tercatat lebih rendah dalam survei dicatatkan oleh (dan mengenai) si kaya dan jika pangsa sebenarnya si kaya dalam pendapatan dan pembelanjaan dalam ekonomi juga meningkat dengan cepat. Ini akan berarti bahwa di banyak negeri sedang membangun pendapatan dan pembelanjaan menjadi makin tidak setara makin cepat dibandingkan perkiraan standar tentang ketidaksetaraan, kemungkinan ketiga ialah bahwa survei rumahtangga menjadi makin tidak bisa diandalkan sebagai cara memperkirakan peningkatan pendapatan dan pembelanjaan riil pada suatu rentang masa tertentu (walaupun hanya itulah yang kita punya kalau kita ingin memeperhitungkan perubahan distribusi pendapatan dan pembelanjaan pada rentang waktu tertentu).

Mengonversi pendapatan pula tigkat nilai tukar PPP rata-rata itu sendiri menciptakan distorsi serius karena konsumsi barang yang bisa diperdagangkan dan layanan jasa yang tidak bisa diperdagangkan bervariasi dari satu rumahtangga ke rumahtangga lain.

(hlm.189)

            Intinya ialah bahwa tampaknya benar bahwa ketidaksetaraan di antara individu-individu di seluruh dunia telah turun selama dua dekade terakhir, karena pertumbuhan yang relatif cepat dari raksasa-raksasa Asia.

(hlm.190)

Pertumbuhan dan Kemiskinan

Pertama, jumlah orang sangat miskin naik dari sekitar 900 juta pada tahun 1820 sampai mencapai puncaknya 1,3 sampai 1,4 miliar antara tahun 1960 dan tahun 1980, sebelum turun, pelan-pelan, sampai sedikit di bawah 1,3 miliar pada tahun 1992. Kedua, proporsi populasi dunia yang hidup kurang dari sedolar sehari turun dramatis, selama waktu itu, dari di atas 80 persen pada tahun 1820, ketika hidup di garis batas subsistensi adalah perkara umum, sampai sekitar duapertiga pada awal abad ke-20, sampai mendekati 50 persen pada tahun 1950, lalu 32 persen pada tahun 1980, dan, akhirnya, 24 persen pada tahun 1992.

(hlm.191)

Grafik 9.3 kemiskinan ekstrem jangka panjang (kurang dari sedolar sehari menurut PPP, pada harga tahun 1985, juta dan pangsa pasar populasi dunia)

Sumber: Francois Bourguignon dan Christian Morrison, “Inequalitu among World Citizens” (American Economic Review, Vol. 92, No.4 (september 2002), h.727-44).

(hlm.198)

Kemiskinan dan kesejahteraan manusia

pada tahun 1913, usia harapan hidup waktu lahir di Amerika Serikat 52 tahun. GDP per kapita Amerika, berdasarkan PPP, waktu itu sekitar 50 persen lebih tinggi daripada Cina pada tahun 2000, dan 150 persen lebih tinggi daripada India. Tapi pada tahun 2000 usia harapan hidup di Cina 70 tahun dan di India 63 tahun. Pada tahun 1900, Swedia tampaknya punya usia harapan hidup paling tinggi di dunia, 56 tahun. Pada tahun 2000, hanya negeri-negeri sangat miskin, sebagian besar ada di Afrika, yang usia harapan hidupnya serendah atau lebih rendah dari ini.

(hlm.199)

            Kehilangan seorang anak pastilah menyebabkan kesedihan yang paling pedih yang diderita manusia. Penurunan tingkat kematian anak dengan demikian adalah berkat yang sangat besar pada dirinya sendiri. Begitu pula peningkatan usia harapan hidup.

(hlm.201)

Tapi, seperti bisa diperkirakan, kemajuan sosial terjadi paling besar ketika penghasilan meningkat paling cepat. Masih tetap “pertumbuhan, goblok”.

Ketidaksetaraan di dalam negeri-negeri

(hlm.202)

Ketidaksetaraan di dalam negeri-negeri sedang membangun

Wilayah-wilayah (negeri-negeri) termiskin tidak diperparah oleh globalisasi. Mereka hanya gagal menjadi bagian dari globalisasi. Tantangan bagi Cina (seperti juga bagi dunia) adalah untuk meningkatkan kemampuan wilayah-wilayah tertinggal ini untuk berpartisipasi, bukan menerima bujuk rayu beberapa pengkritik untuk memisahkan diri dari ekonomi dunia (yang nyatanya sulit terjadi).

(hlm.203)

Tapi perhatikanlah bahwa, bahkan apalabila hipotesis Kuznets benar, pertumbuhan tetaplah jauh lebih baik bagi si miskin daripada stagnasi bagi semua orang.

(hlm.205)

Ketidaksetaraan di dalam negeri-negeri berpenghasilan tinggi

Tapi, bahkan kalaupun ini tidak benar, suatu teorem ekonomi yang terkenal, teorem Stolper-Samuelson, dinamai demikian menurut kedua penemuanya, berbunyi bahwa harga-harga faktor-faktor produksi, termasuk upah buruh, akan disetarakan dalam perdagangan.

(hlm.207)

Kesimpulan

            Pertama, rasio pendapatan rata-rata di negeri-negeri paling kaya terhadap pendapatan rata-rata di negeri-negeri paling miskin makin meningkat di zaman globalisasi. Tanggapan: betul.

            Kedua, kesenjangan absolut standar penghidupan antara negeri-negeri berpenghasilan tinggi sekarang dan sebagian besar negeri-negeri sedang membangun terus meningkat. Tanggapan: juga betul dan tidak mungkin tidak demikian, akibat titik berangkatnya dua dekade lalu.

Ketiga, ketidaksetaraan global di anatar individu-individu menaik. Tanggapan: salah. Ketidaksetaraan global di antara individu-individu kemungkinan besar menurun sejak tahun 1970-an.

            Keempat, jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem juga meningkat. Tanggapan: kemungkinan besar salah. Jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem mungkin sekali turun sejak tahun 1980, untuk pertama kali dalam hampir dua abad, karena pertumbuhan cepat raksasa-raksasa Asia.

            Kelima, proporsi orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem dalam populasi dunia juga meningkat. Tanggapan: salah. Proporsi populasi dunia dalam kemiskinan ekstrem sudah pasti menurun.

            Keenam, orang miskin di dunia keadaannya lebih buruk bukan hanya dalam hal penghasilan, tapi juga dalam indikator-indikator lain yang banyak jumlahnya mengenai kesejahteraan dan kapabilitas manusia, tanggapan: pasti salah. Kesejahteraan umat manusia, dikur menurut usia harapan hidup, kematian anak, melek huruf, kelaparan, kesuburan, dan jumlah buruh anak telah sangat membaik,

            Ketujuh, ketidaksetaraan penghasilan meningkat di dalam setiap negeri dan khususnya di negeri-negeri yang paling mengalami integrasi ekonomi internasional. Tanggapan: salah.

(hlm.209)

Bab 10

Trauma terhadap Perdagangan

(hlm.211)

“lawan dari globalisasi adalah lokalisasi (kota yang pejuratif)”

Ketakutan terhadap buruh papa dan mitos deindustrialisasi

            Bukti mengenai hubungan antara produktivitas dan upah sangat jelas. Stephen Golub, misalnya, menganalisis indeks biaya buruh unit (unit labour costs- biaya buruh per unit keluaran), berdasarkan PPP, yang mengaitkan biaya buruh dengan produktivitas dan perubahan dalam tingkat nilai tukar riil.

(hlm.212)

            Mengapa pekerja di negeri-negeri berpenghasilam tinggi jauh lebih produktif daripada di Cina (atau negeri-negeri sedang membangun lain)? Satu penjelasan ialah bahwa mereka punya jauh lebih banyak modal dalam  tangan mereka daripada pekerja Cina. Pada tahun 2000, formasi modal bruto Cina per orang hanya sekitar empat persen dari level di Amerika, menurut nilai tukar pasar. Lagi pula, karena pertumbuhan Cina yang cepat, tingkat investasi relatifnya bahkan lebih rendah hanya beberapa tahun lalu. Karena itu, dibandingkan negeri-negeri berpenghasilan tinggi, Cina hanya punya sangat sedikit modal untuk dipakai di sana-sini. penjelasan kedua ialah bahwa orang Amerika da Eropa rata-rata jauh lebih berpendidikan daripada orang Cina. Penjelasan ketiga ialah bahwa orang Cina tidak punya pengalaman dengan manajemen dan manufakturing modern yang canggih. Penjelasan terakhir ialah komposisi berbeda dari manufakturing Cina. Cina berspesialisasi pada manufakturing yang relatif pada karya, yang membuat nilai tambah per pekerja lebih rendah daripada di negeri berpenghasilan tinggi.

(hlm.214)

Pada waktunya, upah di Cina dan begitu juga biayanya akan meningkat, bersama produktivitasnya. Begitu hal itu terjadi, keunggulan komparatifnya juga akan berubah. Hari ini, Korea Selatan telah meninggalkan manufaktur garmen di belakang. Pada waktunya, Cina juga akan begitu.

Tapi kalau pergerakan buruh ke dalam industri modern di kontrol atau upah didorong ke atas secara prematur (seperti yang nyatanya sedang terjadi), Cina akhirnya akan terdiri dari ekonomi dualistik, dengan upah tinggi bagi sedikit orang yang relatif punya hak istimewa, tapi dengan ekonomi modern yang lebih kecil dan secara keseluruhan standar penghidupan yang lebih rendah daripada yang dapat diharapkan.

(hlm.215)

            Untuk memahami mengapa jumlah absolut karyawan dan, lebih-lebih lagi, pangsa lapangan kerja dalam manufakturing turun di negeri-negeri berpenghasilan tinggi selama dua atau tiga dekade terakhir, orang harus kembali pada sebab-sebab mendasar. Secara logis, lapangan kerja bergantung pada keluaran dan tren produktivitas. Kalau pertumbuhan produktivitas lebih tinggi daripada pertumbuhan keluaran, lapangan kerja akan menyusut. Kalau pertumbuhan produktivitas lebih tinggi dalam manufakturing daripada dalam ekonomi selebihnya, pangsa lapangan kerja dalam manufakturing akan turun, walaupun kalau level lapangan kerja tidak.

(hlm.217)

Maka, setelah 25 tahun, pangsa manufakturing dalam lapangan kerja akan menjadi 11 persen; setelah 50 tahun, delapan persen; setelah 100 tahun, empat persen. Pendek kata, manufakturing akan mengalami nasib seperti pertanian.

Dua ratus tahun lalu, bagian populasi yang berkutat dengan pertanian di negeri-negeri yang sekarang berpenghasilan tinggi kira-kira tigaperempat. Kini tinggal dua atau tiga persen dalam populasi yang juga telah meningkat berlipat-lipat. Apakah semua orang yang tidak diperlukan di ladang sekarang penagggur? Jawabannya: tentu saja tidak. Mereka melakukan berbagai pekerjaan, sebagian besar lebih menyenangkan dan kurang melelahkan dibandingkan apa yang dapat dibyangkan nenek-moyang mereka pada tahun 1800. Hal yang sama akan berlaku di masa depan.

Perdagangan bukanlah permintaan zero-sum. Ia sama-sama memperkaya.

(hlm.221)

            Jadi apa kesimpulannya? Pertama, Cina yang kompetitif tak terkalahkan adalah bunga mimpi orang demam, karena biaya riil buruh akan cenderung tetap beriring dengan produktivitasnya. Kedua, determinan utama penurunan lapangan kerja dalam manufakturing di negeri-negeri berpenghasilan tinggi, lewat peningkatan besar dalam harga-harga relatif komoditas, hanya akan berdampak kecil terhadap pendapatan riil mereka. Pendeknya, kekhawatiran terhadap deindustrialisasi dan kompetisi global dari buruh papa itu omong kosong saja.

Ketakutan terhadap kapasitas- berlebih global

Orang Amerika yang mendekati pendapatan tertinggi dunia berhasil membelanjakan, ampaknya tanpa kesulitan, praktis semua pemasukan mereka. Tapi orang disuruh membayangkan suatu dunia dengan miliaran orang miskin tidak sanggup menyerap produksi tambahan. Dunia yang kita kenal tidak bisa menderita kelebihan produksi barang. Ia hanya bisa menderita akibat daya beli yang tidak memadai.

(hlm.222)

Tapi, berlawanan dengan kekhawatiran berinvestasi Greider, keuntungan bukanlah lubang hitam. Penerima keuntungan biasanya ingin berinvestasi dan mengonsumsi, kalau bukan di sana, di tempat lain.

            Memang betul bahwa ada negeri yang cenderung menabung lebih banyak daripada berinvestasi di dalam negeri (artinya, penghasilan mereka lebih tinggi daripada pengeluaran mereka), sementara yang lain berinvestasi lebih banyak daripada menabung.

(hlm.224)

Kekhawatiran tentang eksploitasi buruh di negeri sedang membangun

Mereke berkesimpulan yang persis kebalikan dari kebenaran, yaitu bahwa orang yang bekerja dalam keadaan yang biasa dianggap orang di barat keadaan yang parah dan untuk upah yang tidak memadai berada dalam keadaan sengsara seperti itu karena pekerjaan mereka yang “eksploitatif”, bukan sebaliknya bahwa mereka berada dalam pekerjaan seperti itu karena kondisi mereka yang sengsara.

(hlm.225)

            Apa yang dapat dicapai persatuan buruh dalam konteks ini? Andaikanlah mereka berhasil menaikkan upah dan kondisi bagi sedikit pekerja yang beruntung bekerja di pabrik-pabrik modern ke level yang mendekati apa yang dianggap bagus oleh orang barat. Biaya buruh untuk perusahaan modern akan naik di atas biaya peluangnya. Pasar buruh akan menajdi dualistik, dengan pendapatan rendah untuk mayoritas dan pendapatan relatif tinggi untuk sedikit buruh yang terorganisir.

Satu-satunya hal yang akan dicapai oleh persatuan-persatuan buruh ini tidak lain hanyalah menciptakan pulau kelimpahan di tengah lautan kesengsaraan.

(hlm.226)

Karena, sekali lagi, orang barat kontemporer menghakimi negeri-negeri sedang memangun menurut standar yang mereka sendiri nikmati. Mereka memperbandingkan apa yang terjadi di negeri sedang membangun yang masih sangat miskin bukan dengan alternatif yang dinikmati penduduknya, tapi dengan diri mereka sendiri.

Anak-anak ini bekerja bukan karena orangtua mereka (kalau mereka punya orangtua) lebih jahat daripada orangtua di tempat lain, tapi karena kemiskinan mereka.

(hlm.227)

Bukti kuat menunjukan bahwa persis inilah yang terjadi di Bangladesh pada awal tahun 1990-an, sebagai reaksi atas kampanye menentang Wal-Mart membeli pakaian yang bagian-bagianya dibuat oleh anak-anak. Ribuan dipecat, banyak diantaranya terpaksa pindah ke pekerjaan yang lebih berbahaya dan berupah lebih rendah.

(hlm.229)

Ancaman terhadap lingkungan hidup

Misalnya, setelah orang menjadi makin kaya, mereka akan menuntut pemulihan kerusakan lingkungan hidup lokal. Alan Krueger dan Gene Grossman dari Priceton University mengatakan, misalnya, pada tahun 1994 bahwa ini terjadi ketika GDP per kapita suatu negeri mencapai $5.000, kira-kira tempat Republik Ceska berada saat itu.

            Sebagai tambahan, kita tahu dari pengalaman bahwa ekonomi pasar jauh kurang merusak lingkungan hidup daripada ekonomi sosialis.

Aktivitas ekonomi menciptakan limbah lingkungan hidup.

(hlm.232)

            Namun, dalam praktik, tidak ada bukti telah terjadi perlombaan ke nadir dalam regulasi lingkungan hidup. Riset menunjukan bahwa regulasi lingkungan hidup cenderung mengetat di negeri sedang membangun, antara lain karena tekanan politik.

Juga di negeri-negeri berpenghasilan tinggi, tidak ada keraguan bahwa standar lingkungan hidup berlomba ke zenit, bukan ke nadir, selama dua atau tida dekade terakhir.

(hlm.235)

Kekonyolan “lokalisasi”

Pengkritik globalisasi punya apa yang mereka anggap alternatif lebih baik, yang mereka sebut “lokalisasi”. Di bawah lokalisasi, ekonomi akan sekali lagi berada di bawah kontrol kolektif, seperti yang mereka inginkan, tapi di level lokal. “Di mana saja produksi ekonomi, buruh, dan pasar bisa bersifat lokal, hendaklah terjadi demikian, dan peraturan harus dibuat untuk mencapai hal itu”.

Usaha memfragmentasi pasar ini–dari global menjadi lokal–menimbulkan tiga pertanyaan: pertama ialah mengapa ada orang yang mengangap itu gagasan yang masuk akal; kedua ialah bagaimana, dalam praktik, hal itu dapat dilaksanakan; dan ketiga ialah mengapa ada orang menganggap bahwa konsekuensinya terhadap keterjaminan ekonomi, kemakmuran, lingkungan hidup, dan pembangunan itu bagus.

(hlm.236)

Orang-orang yang mengusulkan gagasan ini adalah, seperti dikatakan David Hederson, “kolektivis milenium baru”. Gagasan-gagasan ini menarik bagi aktivis yang ingin mengaruh kehidupan ekonomi di bawah kontrol poliktik

(hlm.237)

Pertanian subsistensi adalah salah satu dari strategi umat manusia yang paling berisiko, karena kelaparan hanya sejauh satu kali gagal panen.

Kebolehan membeli pangan di mana saja di dunia adalah posisi paling aman bagi siapa saja. Itulah sebabnya perdagangan meningkatkan keterjaminan. Tanya saja orang Korea Utara akan seberapa lebih terjamin mereka kalau tuan-tuan mereka tidak mempraktikan “swasembada”, tapi membolehkan mereka mengekspor manufaktur untuk membeli pangan, seperti yang dilakukan tetangga mereka di selatan. Tapi tentu saja mereka tidak bisa ditanya. Seperti halnya semua ekonomi yang sepenuhnya tertutup, ekonomi mereka adalah tirani.

Tapi keyakinan bahwa ekonomi “lokal” secara intristik kurang merusak lingkungan hidup sama sekali salah, seperti telah di bahas di seksi sebelum ini. Lihat saja contoh “Lompatan Jauh Ke Depan” di Cina pada tahun 1950-an dan tahun 1960-an – suatu proyek lokalisasi klasik, di mana setiap desa didorong untuk memproduksi besi. Hasilnya adalah kelaparan massal, kehancuran, lingkungan hidup, dan sangat sedikit besi yang bisa dipakai. Sebenernya, itu adalah suatu demonstrasi yang sangat kena mengenai kegoblokan lokalisasi sebagai cara menggabungkan proteksi lingkungan hidup dengan swasembada lokal. Memang benar bahwa kalau kegiatan ekonomi dikurangi sampai level yang cukup rendah, lingkungan hidup mungkin akan tertolong. Pada level yang cukup rendah, orang akan mati kelaparan. Tapi “miskinkanlah dirimu untuk menyelamatkan lingkungan hidup” bukanlah slogan yang bisa laku.

(hlm.240)

Pada tahun 1961, suatu komite yang diketui James Meade, yang kemudian meraih hadiah Nobel untuk ekonomika, menilai bahwa masa depan ekonomi pulau kecil pemproduksi gula itu tidak punya harapan. Ternyata dia salah sama sekali. Saya merasa terhormat sebagai seorang ekonom muda di Bank Dunia, pada misi pertama saya, pada tahun 1971, bisa menyaksikan  tahap-tahap awal Zona pemproses Ekspor yang akan membuktikan kesalahannya. Karena Mauritius menjadi makmur dengan memanfaatkan peluang untuk ekspor barang-barang padat karya, mula-mula pakaian. Ketika itu penduduknya sekitar 700.000 orang yang relatif hidup dalam kemiskinan. Hari ini populasinya satu juta dengan GDP per kapita mendekati $10.000 menurut PPP. Antara tahun 1975 dan tahun 2001, Mauritius mencapai peningkatan GDP per kapita 4,7 persen – peningkatan kumulatif sebesar 230 persen. Kehidupan orang Mautirius telah berubah. Hal itu – dan kisah-kisah seperti – akan berakhir bila usaha untuk lokalisasi diterapkan sepenuhnya.

Memang, pendukung lokalisasi mungkin akan berdalih bahwa suatu negeri kecil seperti Mauritius harus bergabung dalam semacam kesepakatan regional. Tapi dengan siapa? Tetangga terdekatnya di Afrika juga tidak sanggup memproduksi produk canggih yang dibutuhkannya kalau rakyatnya mau mempertahankan apa yang sekarang akan kita anggap suatu kehidupan yang cukup beradab.

(hlm.241)

Tapi sebaliknya di mana bisa ditemukan ekonomi swasembada lokal yang sangat demokratik dan cukup makmur? Secara politis, swasembada selalu menjadi tujuan para tiran, karena itu akan meningkatkan kontrol mereka atas rakyat mereka. Secara ekonomis, swasembada gagal memproduksi kemakmuran di mana pun.

(hlm.242)

            Dr. Chang, mungkin terpengaruh oleh pengalaman mengesankan negerinya sendiri, Korea Selatan, berargumen bahwa “kebijakan industrial, perdagangan, dan teknologi” yang aktif itu “penting untuk menyosialisasikan risiko-risiko yang berhubungan dengan pembangunan industri bayi”.

(hlm.244)

            Benar bahwa ekonomi yang berhasil berinvestasi untuk mempromosikan industri dengan bermacam cara, dan masih terus melakukanya sampai sekarang. Tapi orang harus menghindar dari kesalahan post hoc. Propter hoc – karena satu peristiwa mendahului peristiwa lain, ia juga menjadi penyebabnya. Walaupun ada langkah intervensionis yang berhasil baik, banyak yang tidak. Bahkan faedah substitusi impor pada abad ke-19 disangkal. Lagi pula, dari instrumen-instrumen promosi industrial, level tinggi proteksi industri bayi, termasuk pelarangan total impor saingan, khususnya kalu tanpa insentif untuk ekspor (atau persyaratan ekspor) yang menutupi kelemahanya, sangatlah tidak efisien: mereka menciptakan bias pasar dalam negeri yang sangat kuat, sehingga membebani ekspor kompetitif dan membatasi manfaatnya hanya pada produsen yang menunjukan produknya pada pasar dalam negeri yang tidak kompetitif dan sangat kecil. Akibatnya, mereka cenderung menciptakan fenomena yang sudah sangat dikenal dan menyedihkan: anak-anak abadi. Seperti dikatakan Bank Dunia, “biasanya perusahaan yang lama diproteksi tidak menjadi makin efisien dan nyatanya tidak selamat dalam lingkungan yang lebih kompetitif”. Bank Dunia menunjuk pada industri perkakas mesin India, yang lama diproteksi dengan tarif 100 persen. Ketika tarif itu diliberalisasi, produsen Taiwan merebut sepertiga pasar. Sejak itu, pihak India menyerang balik, tapi kompetitor yang berhasil adalah pendatang baru, bukan perusahaan lama yang gendut-gendut.

(hlm.245)

Pertama, pandangan bahwa level investasi per se amat sangat penting dapat dibantah dengan kuat. William Easterly, misalnya, dalam analisinya yang sangat baik  tentang berbagai kegagalan pembangunan, mengamati bahwa “baik Nigeria maupun Hong Kong meningkatkan saham modal fisik mereka per pekerja lebih dari 250 persen selama jangka waktu tahun 1960 sampai tahun 1985. Hasil investasi massif ini berbeda: keluaran per pekerja Nigeria meningkat 12 persen dari tahun 1960 ke 1985, sementara Hong Kong naik 328 persen.” Rodrik menunjukan dia menyadari hal ini ketika mencatat bahwa kalau investasi adalah intisari permasalahan, “ekonomi-ekonomi terencana terpusat akan menunjukan kinerja terbaik di dunia dalam jangka panjang. Pada akhirnya, hasil investasi sangat berarti penting juga”.

            Kedua, kesimpulan Rodrik mengenai manfaat relatif strategi substitusi impor dapat digugat dalam beberapa aspek.

(hlm.246)

            Terakhir, kemampuan superior ekonomi-ekonomi Asia Timur yang berorientasi ekspor untuk menyesuaikan diri dengan guncangan eksternal tidak terlepas dari strategi berorientasi ekspor mereka.

(hlm.248)

Perangkat untuk pengekspor komoditas

Contohnya, konsumsi kopi stagnan di negeri-negeri konsumen penting selama dekade terakhir, sementara produksi kopi bertambah. Menurut Bank Dunia, produksi kopi naik dari 96 juta kantong pada tahun 1997-8 menjadi 122,6 juta pada 2002-3. Tidak perlu genius untuk memperkirakan konsekuensinnya. Perubahan penawaran yang relatif kecil- panen buruk satu produsen besar, misalnya- menciptakan perubahan harga yang besar. Sementara itu, permintaan untuk bahan mentah dipengaruhi secara negatif oleh pola pertumbuhan yang berubah dan inovasi yang terus berlanjut. Pertumbuhan teknologi tinggi dan jasa tidak membutuhkan bahan mentah tradisional dan kabel serat optik berdampak sangat buruk pada permintaan terhadap lembaga, seperti halnya plastik merusak permintaan terhadap aluminium.

(hlm.250)

Dua perusahaan- Nestle dan Philip Morris- mengontrol separuh pangsa psar untuk kopi sangrai dan instan misalnya.

Ancaman dan peluang Organisasi Perdagangan Dunia

            Bahwa WTO adalah institusi yang sangat berbeda dengan GATT dua atau tiga dekade lalu itu jelas. Pertama, kini WTO punya keanggotaan yang makin aktif dari hampir semua negeri di dunia. Segera ia akan jadi universal. Kedua, dengan tambahan pertanian, jasa, investasi yang berkaitan dengan perdagangan (TRIM- trade-related investment) dan hak milik intelektual yang berkaitan dengan perdagangan (TRIP- trade-related intellectual property), selama masa Putaran Uruguay, sistem itu mencakup hampir semua jenis perdagangan. Ketiga, sementara liberalisasi terus maju, WTO makin memengaruhi apa yang kita pikir murni keputusan regulatori domestik. Contoh-contoh “integrasi mendalam” seperti ini adalah kesepakatan Putaran Uruguaay mengenai standar saniter dan fitosaniter, yang menyertai liberalisasi pertanian, dan mengenai rintangan teknis terhadap perdagangan. Keempat WTO adalah upaya tunggal dengan partisipasi universal dalam semua kegiatannya. Semua anggota, termasuk negeri-negeri sedang membangun, dipaksa membuat komitmen termasuk komitmen yang memberatkan. Kelima, sistem penyelesaian-pertikaian (dispute- settlement system) menjadi makin kuat dan sekaligus makin legalistik dibandingkan sebelumnya.

(hlm.253)

WTO hanyalah sekretariat kecil (dengan anggaran sekitar $80 juta) yang melayani suatu struktur kesepakatan antarpemerintah. Ia bukanlah pemerintah.

Pada umumnya, dua macam kepentingan cenderung berpengaruh besar dalam badan-badan legislatif seperti itu, yang merugikan kepentingan publik pada umumnya: kepentingan produsen terkonsentrasi (lobi produsen); dan kelompok-kelompk dengan komitmen emosional kuat terhadap tujuan kebijakan tertentu (khususnya organisasi nonpemerintah).

(hlm.254)

            Tapi bagaimana “kehendak orang diseluruh planet” dapat didefinisikan dan diketahui, kecuali sebagai ekspresi dari pemerintah-pemerintah yang terpilih? Pastilah tidak ada alsan untuk emnerima bahwa sekumpulan ornop, yang didominasi oleh lembaga-lembaga yang relatif bersumber daya tinggi dari negeri-negeri berpenghasilan tinggi, mewakili “kehendak orang diseluruh planet”.

(hlm.255)

Tampaknya ini pengaturan yang cukup masuk akal mengingat realitas dunia di mana barang dan jasa publik diseakan oleh sekumpulan pemerintah. Lagi pula, apa alternatifnya? Satu orang satu suara akan memberikan India dan Cina hampir 40 persen suara.

            Jadi kesimpulan saya ialah bahwa tuntutan bagi demokrasi popular di dalam WTO salah tempat.

(hlm.257)

Kemunafikan si kaya

            Tarid rata-rata di negeri berpenghasilan tinggi sekitar tiga persen. Tapi tarif rata-rata atas komoditas pertanian hampir dua kali lipat tarif manufaktur. Hambatan tarif atas produk padat karya dinaikkan melampaui puncak tarif (tarif yang melampaui 15 persen).

(hlm.259)

Di antara rintangan utama terhadap negeri sedang membangun ialah standar produk. Suatu studi Bank Dunia, yang dikutip Oxfam, menunjukan bahwa implementasi standar Uni Eropa untuk melindungi konsumen terhadap aflatoxin (karsinogen yang muncul secara alami) akan menambah ongkos pada pengekspor kacang-kacangan, biji-bijian, dan buah-buahan kering Afrika $670 juta setahun, tanpa meningkatkan manfaat kesehatan yang berarti.

(hlm.263)

            Liberalisasi perdagangan global menawarkan peluang besar kepada negeri sedang membangun untuk memperluas perdagangan dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Studi oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa penghasilan dunia pada 2015 akan $355 miliar setahun lebih banyak dengan liberalisasi perdagangan barang dagangan (dalam dolar tahun 1997). Negeri membangun akan memperoleh $184 miliar setahun.

Bab 11

Gentar terhadap Korporasi

(hlm.267,268)

Nah inilah lima proposisi tentang peran kontemporer korporasi.        

Pertama, korporasi lebih berkuasa dari sebagaian besar negeri.          

Kedua, merk memberi perusahaan kontrol atas konsumen.    

Ketiga, investasi langsung asing memiskinkan negeri penerima, khususnya yang miskin, dan pekerja mereka.

Keempat, investasi langsung asing juga memiskinkan pekerja negeri pengekspor modal.

Terakhir, korporasi mengontrol negara, karena itu merongrong demokrasi.

Korporasi lebih berkuasa daripada negeri-negeri

Pertanyaanya sekarang tentu saja apakah ini benar, dan kalau begitu, apakah penting.

Kedua periset itu melakukan apa yang dianggap ekonom kesalahan mendasar yang membuat orang tertawa: mereka mencampuradukkan penjualan bruto dengan GDP. Seperti ditunjukkan Paul de Grauwe dari Universitas Leuven dan Filip Camerman dari Senat Belgia dalam tulisan balasanya yang kuat, kalau metode mereka diterapkan pada GDP orang akan memperoleh angka yang jauh lebih besae daripada angka yang tepat. Tapi orang juga akan menghitung dua, tiga, atau empat kali.

Apa yang dilakukan pencatat statistik adalah menjumlahkan nilai tambah setiap perusahaan, yaitu perbedaan antara nilai penjualannya dan biaya masukan yang dibeli dari luar perusahaan (sehingga menyerakan nilai yang distribusikan pada orang dan modal yang dipakai setiap perusahaan). Penjualan baja menaikkan nilai tambah Bethlehem Steel, karena ia memang membuat baja. Tapi biaya baja dikurangi dari penjualan Bridgestone, karena itu termasuk biaya bisnisnya, yaitu membuat ban.

Suatu analisis kemudian oleh UNCTAD menyimpulkan bahwa, pada tahun 2000, hanya 29 dari 100 ekonomi terbesar di dunia adalah korporasi. Sekali lagi, hanya dua di antaranya berada di 50 teratas: Exxon Mobil, ke-45, dan General Motors, ke-47.

(hlm.269)

            Bahkan, betulkah bahwa, seperti dikatakan Naomi Klein, korporasi menikmati peningkatan “astronomis” kekayaan? Jawabannya, tidak. Antara tahun 1990 dan tahun 2000, pangsa 100 korporasi teratas dalan GDP gblobal memang naik sedikit, dari 3,5 persen menjadi 4,3 persen. Tapi pangsa 10 teratas, 20 teratas,  dan 50 teratas- perusahaan-perusahaan yang amat sangat menjadi 0,9 persen, dari 1,8 persen menjadi 1,5 persen dan dari 2,9 menjadi 2,8 persen.

            Klaim bahwa perusahaan itu lebih besar dan lebih berkuasa daripada negeri-negeri bukan hanya salah secara faktual. Lebih penting lagi, itu adalah salah paham. Karena bersembunyi di balik klaim ini adalah kesalahan akibat sikap keras kepala: penolakan untuk membedakan kekuasaann dari kebebasan.

(hlm.270)

Perusahaan berbeda dengan negeri karena mereka mencapai keberhasilan dengan memperoleh dari pelanggan mereka apa yang harus mereka bayarkan kepada pemasok mereka (termasuk pekerja dan kreditor mereka). Kecuali kalau mereka punya posisi monopoli yang kuat, mereka tidak bisa memaksa pelanggan membeli dari mereka. Mereka hanya bisa membujuk-bujuk. Sumber daya yang mereka kontrol adalah hasil pilihan bebas yang dibuat di pasar. Negeri-negeri- atau lebih tepat pemerintah negeri-negeri- berbeda. Mereka punya kontrol pemaksa atas wilayah. Bahkan negara paling lemah bisa memaksa orang melakukan hal-hal yang sebagian besar lebih suka tidak melakukannya: membayar pajak, misalnya, atau melakukan wajib militer.

Apa yang didemonstrasikan keruntuhan Enron ialah bahwa perusahaan dapat menipu investor, regulator, akuntan, dan pemasoknya, tapi ia tidak bisa menipu pasar. Pilihannya hanya ia mampu memperoleh lebih banyak uang dari pelanggannya daripada yang ia bayarkan kepada pemasok, staf, dan kreditornya, atau ia akan lenyap.

(hlm.271)

Tapi Stalin dan Mao membunuh puluhan juta orang dan tetap mati dalam kekuasaan.

Kesenjangan antara kekuasaan negara dan perusahaan luar bisa besarnya.

Perusahaan India Timur (East India Company) punya angkatan darat dan laut yang ia pakai untuk menaklukan satu anak benua. Tapi ia bisa berbuat begitu hanya karena suatu negara menganugerahinya monopoli efektif atas suatu perdagangan yang sangat menguntungkan. Sekarang tidak ada negara yang akan memberikan kekuasaan seperti itu kepada perusahaan.

Satu petunjuk akan kekuatan pasar ialah konsentrasi pasar.

            (hlm.273)

Apa yang kita lihat dalam pandangan bahwa perusahaan lebih berkuasa daripada negeri adalah angka-angka tidak relevan, pernyataan tren yang salah, dan, paling buruk, kerangka analisis yang sangat menyesatkan.

Mereka berdalih bahwa negeri-negeri berpenghasilan tinggi sekarang kaya karena mereka punya kekuasaan besar. Ini juga terbalik. Mereka punya kuasa besar karena mereka kaya. Denmark, Hong Kong, Swedia, Singapura, dan Swiss kaya. Brazil, Cina, India, Indonesia, dan Nigeria miskin. Bukan kekuasaan, tapi pembangunan ekonomi internal, yang membuat kelompok pertama kaya.

(hlm.274)

“Tirani” merk

Secara analitis, bukunya No Logo tidak menambahkan apa-apa pada perdebatan tentang globalisasi. Tapi secara psikologis buku itu brilian. Kleiin berhasil mengaitkan rasa ketidakberdayaan personal dan rasa bersalah orang muda barat kaya dengan kesengsaraan orang miskin dunia. Benang yang mengaitkan keduanya, katanya, adalah korporasi jahat, yang memperudak baik pelanggan maupun pemasok mereka.

(hlm.275)

            Gagasan Klein tentang kekuatan merk bukan hal baru. Itu adalah inkarnasi modern gagasan Vance Packard tentang kekuatan iklan, yang muncul dalam buku klasiknya The Hidden Persuaders, terbit pada tahun 1957.

Tuduhan ini- bahwa korporasi menguasai pelanggan-adalah contoh lain penipuan bahwa kebebasan adalah perbudakan. Tapi kita bebas membuat pilihan. Menolak hal ini merendahkan diri kita sendiri. Justru karena kita bebas korporasi terpaksa membujuk kita. Karena itu logo ada bukan karena korporasi kuat, tapi karena mereka sangat lemah.

Kalau kebebasan adaah perbudakan, maka perbudakan bisa dianggap kebebasan. Atau, seperti dikatakan Jean-Jacques Rousseau dan buah-buah intelektualnya, sebaris panjang tiran komunis, orang harus dipaksa untuk bebas. Argumen Klein adalah reinkarnasi modern yang pucat dari suatu kejahatan kuno.

(hlm.276)

Yang penting adalah apa yang menyenangkan pelanggan , karena, sebagai pebisnis yang baik, para manajer tahu bahwa pelanggan selalu benar. Mereka tidak mengontrol pelanggan mereka. Mereka dikontrol pelanggan. Itulah sebbanya pemerasan oleh aktivis mendatangkan hasil. Yang mencolok ialah bukan betapa kuat perusahaan itu, tapi betapa lemah. Dihadapi protes sejumlah kecil aktivis Greenpeace dan beberapa preman, khususnya di Jerman, pemerintah Britania dan Shell melepaskan rencana yang sangat masuk akal untuk membuang platform minyak Brent Spar di laut dibandingkan remcana yang lebih mahal dan lebih tidak ramah lingkungan berupa pembuangan di darat. Ini bukan kisah sikap arogan tapi sikap mengalah,bukan cerita kekuatan tapi cerita kerentanana.

(hlm.277)

Verizon memiliki lisensi untuk memasok operasi sistem telepon genggam. Ini, bukan merk, adalah aset paling berharga yang dimilikinya.

Korporasi transnasional mengeksploitasi negeri dan pekerja miskin

(hlm.278)

            Jawaban “ya” adalah bahwa memang adalah tugas perusahaan mana pun untuk mencari peluang mengubah seuatu yang murah menjadi sesuatu yang lebih mahal. Dengan kata lain, ia menambahkan nilai.

(hlm.281)

Pada tahun 2001, menurut UNCTAD, total saham investasi langsung masuk (inward direct investment) $6.846 miliar. Dari jumlah ini, 66 persen berlokasi di negeri maju dan 32 persen di negeri sedang membangun. Uni Eropa secara keseluruhan memiliki 39 persen dari saham dunia dan Amerika Serikat 19 persen. Jepang, seperti dikneal luas, sangat ,mencolok karena pangsanya yang kecil dari investasi masuk global, 0,7 persen. Di dunia sedang membangun, pangsa terbesar adalah Asia. 19 persen. Di asika, Hong Kong punya 6,6 persen dari total dunia, Cina 5,8 persen dan Singapura 1,5 persen. Amerika Latin dan Karibea berisi 10 persen saham dunia. Pangsa Afrika sub-Sahara hanya 1,7 persen. Negeri-negeri paling tidak terbangun- negeri-negeri paling miskin di dunia- menarik hanya 0,6 persen dari total saham investasi masuk.

(hlm.283)

FDI tidak pergi ke negeri-negeri paling miskin dan paling tidak berperaturan di dunia, tapi ke negeri paling kaya dan paling berperaturan. Di antara negeri-negeri sedang membangun, arus terbesar menuju ke negeri-negeri yang ekonominya paling dinamis, bukan ke negeri paling miskin dan paling stagnan. Kekecualian besar adalah arus untuk mengembangkan sumber daya alam, yang harus pergi ke mana sumber daya itu ada, bagaimana pun buruknya negeri itu diperintah. Tidak ada bukti bahwa FDI mempermiskin penerimanya, walaupun bisa terjadi demikian dalam konteks kebijakan buruk (atau dala konteks kutukan sumber daya alam, dibahas di Bab 9).

(hlm.284-285)

            Suatu studi menyeluruh mengenai manufakturing di Indonesia, berdasarkan analisis pada hampir 20.000 pabrik, menyimpulkan bahwa upah rata-rata di pabrik milik asing 50 persen lebih tinggi daripada pabrik domestik swasta. Kompensasi total kira-kira 60 persen lebih tinggi. Evaluasi ekonometrik yang lebih rincin akan sebab-sebab premium upah itu, yang memperhitungkan level pendidikan pekerja, ukuran pabrik, lokasi, dan intensitas modal dan energi, mengurangi premium, tapi tidak menghilangkannya setelah memperhitungkan faktor-faktor ini (ada di antaranya yang berkaitan dengan kepemilikan asing), premium menjadi 12 persen untuk pekerja “kerah biru” dan kira-kira 22 persen untuk pekerja “kerah putih”. Studi ini menemukan bukan hanya bahwa upah lebih tinggi di pabrik-pabrik milik asing, tapi bahwa kehadiran mereka meningkatkan upah di pabrik domestik juga. Pastilah ini terjadi karena peningkatan permintaan terhadap pasar buruh, persebaran teknologi, pelatihan tenaga kerja dan manajer dan seterusnya. Jadi investasi masuk meningkatkan upah. Inilah yang akan diharapkan oleh orang waras. Bukan ini yang dikatakan para pengkritik.

(hlm.286-287)

            Ada pengkritik yang berdalih bahwa bukti eksploitasi adalah fakta bahwa pekerja di negeri sedang membangun tidak mampu membeli barang yang mereka buat. Gugatan ini cacat. Orang bekerja bukan untuk membeli apa yang dia buat, tapi apa yang dia butuhkan. Seorang pekerja Amerika di garis perakitan Boeing 747 tidak dapat membeli apa yang dia buat. Juga seorang pekerja Jerman pada garis produksi Mercedes Benz tidak dapat membeli limusin Kelas S. Satu argumen yang sangat dekat dengan ini menunjuk pada pangsa kecil dari biaya buruh langsung dalam produk final. Sekali lagi, lantas mengapa? Unsur biaya buruh dalam satu per liter bensin juga kecil sekali. Pertanyaan nya ialah apakah perusahaan yang membuat produk itu memperoleh keuntungan luar biasa. Bahwa mereka harus mengeluarkan jumlah sangat besar untuk pemasaran dan distribusi tidaklah mengherankan.

(hlm.288)

Memang, tidak diragukan lagi, menurut standar negeri-negeri berpenghasilan tinggi, mereka punya pekerjaan susah dengan upah sangat rendah. Tapi itu tetap pekerjaan. Itu sendiri revolusioner di banyak negeri. Pertimbangkan Bangladesh, misalnya. Sebelum ada industri pakaian, tradisi lokal melarang perempuan bekerja di pabrik. Kini 95 persen dari 1,4 juta pekerja dalam manufaktur pakaian adalah perempuan, sementara 70 persen dari semua perempuan dalam lapangan kerja sektor formal bekerja dalam industri ini. Perempuan Bangladesh, seperti halnya pekerja perempuan lain di Asia dan Amerika Latin, menunjukan bahwa pekerjaan pabrik menawarkan otonomi, status, dan harga diri.

Untuk pengunjung barat pekerjaan seperti itu tampaknya sangat buruk. Tapi sebagian alternatifnya- ketergantungan total sebagai ibu rumahtangga atau anak perempuan yang tidak dikehendaki, prostitusi, buruh tani, atau peminta-minta-lebih buruk.

(hlm.289)

Merasa marah atas kemiskinan adalah hal yang sama sekali dapat dibenarkan; menutup jalur keluar dari kemiskinan sebagai reaksi dari kemarahan itu tidak dapat dibenarkan.

(hlm.291)

Jadi apakah EPZ cara yang baik untuk menarik investasi masuk dalam industri padat karya berorientasi ekspor? Ini adalah pertanyaan kompleks. Sebagian jawabannya ialah bahwa EPZ terbukti adalah alat yang bagus untuk pembangunan di banyak negeri- Klein bisa, misalnya, menambahkan Mauritius ke daftarnya.

Untuk maju, EPZ butuh akses pada infrastruktur bagus, buruh terdidik, dan kemampuan memperoleh masukan lokal dengan harga kompetitif. Untuk alasan-alasan ini, menaruh EPZ di wilayah terpencil, dengan harapan menciptakan pertumbuhan lapangan kerja yang cepat, biasanya gagal.

(hlm.292)

Investasi langsung asing tidak dimaksudkan untuk mengeksploitasi orang miskin. Sebaliknya,ia tertuju sebagian besar kepada mereka yang kaya dan berhasil. Apabila ia sampai ke negeri miskin, ada bukti tak terbantahkan bahwa ia menguntungkan pekerja yang dibayar lebih banyak dan diperlakukan lebih baik oleh pemberi kerja asing. Fakta bahwa upah yang dibayarkan investor lebih rendah di negeri sedang membangun dibandingkan negeri kaya adalah tanggapanyang sangat masuk akal terhadap kondisi lokal.

(hlm.293)

Investasi korporasi di luar negeri memiskinkan pekerja

Delapan puluh persen saham investasi Amerika di luar negeri pada tahun 1997 ada di negeri berpenghasilan tinggi lain. Sebagian besar investasi di luar negeri tidak secara khusus padat karya, justru karena alasan ini. Memang benar bahwa investasi di negeri sedang membangun relatif padat karya. Tapi itu masih tidak berarti pekerjaan menghilang. Ini antara lain karena, hal yang logis saja, tidak ada kaitan antara perubahan mikroekonomi ini dan lapangan kerja secara keseluruhan.

(hlm.295)

Korporasi mendominasi politik

Banyak pengkritik membayangkan demokrasi sebagai sistem yang memungkinkan suatu badan aktif yang terdiri dari warga seragam yang mencapai keputusan kolektif dalam segala hal yang berkaitan dengan mereka, lewat pembahasan, dan, ujung-ujungnya, pemengutan suara.ini adalah demokrasi polis Yunani atau rapat kota.

(hlm.296)

Tapi pemerintahan oleh Green peace atau persatuan buruh secara inheren tidak lebih demokratik daripada pemerintahan oleh Shell atau Konfederasi Industri Britania. Greenpeace punya imperatif organisasinya sendiri: ia harus menarik perhatian dan memobilisasi dukungan. Kalau ini berarti melebih-lebihkan, misrepresentasi, atau jelas-jelas menipu, seperti halnya kasus platform Brent Spar, biarlah begitu. Karena itu dalam praktik peralihan yang diinginkan adalah dari plutokrasi ke demagogi, satu lagi kategori Aristotelian yang membahayakan.

Alih-alih pembahasan dengan cakupan luas di antara warga yang tahu masalah, kita sekarang punya pemilihan umum secara berkala (dengan pemilih makin menyusut) yang menghiasi pergulatan antara negara regulatori intervensionis di satu pihak dan segerombolan kelompok kepentingan khusus yang terorganisir rapi di pihak lain. Apakah ini gambaran yang bagus? Tidak. Apakah mudah diperbaiki? Tidak.

            Kristus mungkin berhasil mengusir penukar uang dari Bait Allah. Tapi tidak ada orang yang akan mengusir kepentingan khsusu dari politika demokratik kontemporer.

(hlm.297-298)

Kebijakan kompetisi, baik di Amerika Serikat maupun Uni Eropa, terus-menerus memangkas ambisi perusahaan-perusahaan kuat. Lihat saja, misalnya, keputusan Uni Eropa untuk mencegah General Electric membeli Honeywell pada tahun 2001.

Banyak monopolis korporasi mapan menentang kompetisi lebih besar, apalagi yang datang dari luar. Pemanufaktur mobil Eropa, misalnya, menentang pembukaan pasar mereka bagi Jepang. Produsen baja dan tekstil cenderung menjadi proteksionis kuat. Banyak korporasi menentang  privatisasi. Saya ingat suatu makan siang dengan almarhum Arnold Weinstock persis sebelum privatisasi British Telecom. Perusahaannnya, GEC, adalah pemasok peralatan kepada pemasok monopoli layanan telekomunikasi Kerajaan Serikat. Itu keadaan nyaman, monopoli dengan keuntungan pasti di atas biaya (cost-plus monopoly). Dia tahu bahwa privatisasi dan liberlisasi  akan mengakhiri posisi ini. Dia menolak gagasan privatisasi sebagai tidak praktis dan teoritis.

Ekonomi liberal itu kompetitif, dinamis, dan kejam, persis apa yang dibenci oleh perusahaan mapan. Korporasi akan lebih senang dengan monopoli dan kartel. Bukan korporasi yang mendorong liberalisasi dan privatisasi, tapi pemerintah (dan, di belakang mereka, intelektual) yang yakin bahwa ini demi kepentingan negeri mereka. Tapi perusahaan menyesuaikan diri. Mereka harus begitu.

(hlm.299)

Kesimpulan

Gagasan bahwa kebijakan ekonomi liberal selama dua dekade terakhir atau lebih, atau struktur dan peraturan WTO kontemporer, adalah hasil perkongkolan kepentingan korporasi yang tidak kenal lelas jelas salah.

(hlm.300)

Bab 12

Negara yang Mengenaskan

(hlm.301)

            Pertama, integrasi ekonomi internasional menggerogoti kapasitas negara berdaulat untuk memilih struktur perpajakan dan regulatori mereka.

(hlm.302)

            Kedua, integrasi pasar modal telah menghancurkan kapasitas pemerintah-pemerintah untuk menyelenggarakan kebijakan fiskal dan moneter yang mereka perlakuan untuk mengejar ketersediaan lapangan kerja untuk semua orang.

            Terhadap ini saya akan menambahkan satu proposisi lagi, dari sisi berlawanan, bahwa globalisasi membuat negara bukan hanya impoten tapi tidak diperluka lagi.

Globalisasi sebagai pilihan

            Pertama, negara-negara membuka ekonomi mereka terhadap perdagangan dan pergerakan modal serta (sampai kadar tertentu) buruh karena ini demi  kepentingan warga mereka.

(hlm.303)

            Kedua, tekonologi menentukan sektor mana yang paling terkena dampak pembukaan.

            Ketiga, seperti telah saya catat di Bab 6, pilihan antara pembukaan dan penutupan bukanlah pilihan semua atau tidak sama sekali.

(hlm.305)

Bukti mengenai pajak

Tabel 12. Pengeluaran pemerintah secara umum (sebagai pangsa dari GDP, persen)

Negeri              1937                1937                1960                1980                1996

Swedia                         10,4                 16,5                 31,0                 60,1                 64,2

(hlm.306)

            Ini, untuk mengatakannya dengan halus, sangat jauh dari menjadi negara “penjaga malam” atau negara minimum. Bukan hanya pembelanjaan pemerintah sangat besar, tapi hanya proporsi kecil dipakai untuk pertahanan, peradilan, infrastruktur, dan fungsi-fungsi klasik lain dari negara liberal. Menurut satu buku penting tentang pertumbuhan jangka panjang peran pemerintah di negeri-negeri berpenghasilan tinggi, oleh Vito Tanzi (ketika itu bekerja di Dana Moneter Internasional) dan Ludger Schuknecht (staf Bank Sentral Eropa), pada tahun 1995 pembelanjaan pemerintah untuk subsidi dan transfer bervariasi antara 13,1 persen dari GDP di Amerika Serikat dan 35,9 persen di Belanda. Di negeri-negeri berpembelanjaan tinggi, subsidi dan transfer mencakup lebih dari separuh total pembelanjaan. Misalnya, pembelanjaan Swedia untuk transfer dan subsidi, pendidikan dan kesehatan melampaui 50 persen dari GDP dan hampir 80 persen total pembelanjaan pemerintah.

(hlm.307)

Tabel 12.2 Penerimaan pajak pemerintah secara umum (sebagai pangsa dari GDP, persen)

Negeri              1965    1980    1990    2000    peningkatan 1965-2000

Swedia             35,0     47,5     53,6     54,2     19,2

(hlm.308)

Pemajakan pendapatan korporasi, sebagai pangsa GDP, tampak di Tabel 12.3. di seluruh wilayah OECD secara keseluruhan, ia naik dari 2,2 persen GDP pada tahun 1965 menjadi 2,4 persen pada tahun 1980, 2,7 persen pada tahun 1990, dan 3,6 persen pada tahun 2000.

(hlm.309)

Adakah tanda-tanda bahwa negeri-negeri berpajak tinggi, dalam arti tertentu, tidak kompetitif? Dalam papernya, de Grauwe mengambil sebagai indikator daya saing peringkat dari World Competitiveness Report tahunan, yang diterbitkan Internasional Institute for Management Development (IMD) di Lausanne, dan mengaitkannya dengan rasio pembelanjaan jaminan sosial dalam GDP. Dia menemukan sedikit korelasi positif: makin tinggi pembelanjaan jaminan sosial, makin kompetitif negeri itu. Tidak sulit

(hlm.310)

Tabel 12.4 Pajak atas penghasilan personal (sebagai pangsa dari GDP, persen)

Negeri                          1965    1980    1990    2000    peningkatan

Rata-rata tak                7,0       10,5     10,7     10,0     3,0

Tertimbang negeri-negeri OECD

mengerti mengapa korelasi positif ini ada: sistem jaminan sosial yang murah hati meningkatkan rasa keterjaminan orang dan membuat mereka lebih berani menerima perubahan.

            Tentangan terhadap prosedur de Grauwe ialah bahwa indeks IMD sifatnya suka-suka. Bisakah kita mendapatkan indikator yang lebih langsung mengenai daya saing? Jawabannya ya. Kalau gagasan daya saing yang diacu oleh Gray dan lain-lain yang berpikir seperti dia memang ada, pastilah indikator-indikatornya berbda daripada kinerja ekonomi keseluruhan, yaitu, maksud kami, pertumbuhan, produktivitas, lapangan kerja, dan seterusnya.

(hlm.311)

            Cara yang tidak terlalu buta huruf secara ekonomis untuk mengukur “daya saing”ialah melalui arus modal dan buruh.

(hlm.313)

            Kesimpulannya ialah bahwa ketiadaan daya saing tidak bisa ditemukan di negeri-negeri berpajak tinggi ini. Terutama penting ialah penemuan bahwa mereka tidak menderita kurang darah modal atau orang terampil. Karena kaya dan stabil, dengan layanan sosial istimewa, mereka adalah pengimpor netto orang-orang. Walaupun rata-rata imigran kurang terampil dibandingkan populasi lokal, di antara mereka terdapat proporsi orang-orang berpendidikan tinggi yang jumlahnya cukup besar. Walaupun manusia terampil kontinental memang beremigrasi, sementara atau bahkan secara permanen, untuk mendapat pendidikan atau pekerjaan di Kerajaan Serikat dan Amerika Serikat, arus keluar netto orang-orang seperti itu kecil saja dibandingkan dengan pasokan (yang terus bertambah).

(hlm.314)

Relevansi keunggulan komperatif yang terus berlaku

Tapi untuk memahami mengaoa dijabarkan di atas, dan pindah teori yang menjadi dasarnya. Gray yakin bahwa teori keunggulan komparatif tidak berlaku bilamana modal, sampai kadar yang menentukan, bersifat mobil. Dia salah.

(hlm.315)

Alih-alih menjadi kurang relevan, keunggulan komparatif tidak perah serelevan sekarang.

            Perbedaaan-perbedaan dalam sumber sumber daya alam sudah merupakan bukti cukup. Tapi sebagian besar perbedaan paling penting adalah juga sumber kekayaan dan kemiskinan paling utama: kumpulan perilaku, nilai-nilai, dan pengetahuan eksplisit yang terdapat di dalam suatu populasi yang terhimpun sepanjang sejarah- dengan kata lain, modal sosial dan manusia suatu negeri. Pekerja negeri kaya bisa memperoleh penghasilan yang lebih besar daripada yang tersedia untuk buruh tidak terampil di negeri-negeri miskin hanya karena mereka punya lebih banyak modal yang tersedia untuk mereka.

(hlm.316)

Kontribusi modal fisik dan manusia tidak dapat diidentifikasikan terpisah-pisah, karena bahkan kemampuan untuk memanfaatkan modal fisik dengan cara yang menguntungkan juga terwujud di dalam populasi. Itulah sebabnya, setelah perang Dunia II, ekonomi Jerman Barat dapat bangkit kembali begitu dramatis (dalam lingkungan kebijakan berorientasi pasar yang tepat). Investasi fisik yang menguntungkan dipacu oleh pengetahuan keterampilan yang terdapat di dalam rakyat suatu negeri. Kalau populasi Iran, dalam semalam, menggantingkan populasi Jerman, berapa lama ia akan tetap berada di antara negeri-negeri paling kaya di dunia?

Walaupun begitu, pembangunan tidak melompat. Di antara proses yang paling makan waktu ialah menciptakan populasi yang dapat menyesuaikan diri- dan mahir- dalam mengelola suatu ekonomi canggih berteknologi tinggi.

Populasi manusia, dalam keadaan normal, secara geografis menetap. Tapi yang berjangkar bukan hanya populasi manusia; walaupun ada segala hiperbola tentang globalisasi, begitu juga sebagian besar modal. Pada umumya, orang akan mengivestasikan tabungan mereka di tempat mereka percaya akan paling aman.

(hlm.317)

Kemudian mereka mau menaruh uang mereka di negeri-negeri relatif miskin yang menawarkan kaitang paling atraktif antara risikon dan perolehan.

Bahkan, kalau kita melihat negeri sedang membangun yang berhasil mengumpulkan modal fisik dengan cepat, kita temukan bahwa ini selalu diciptakan secara internal. Hari ini, misalnya, Cina mengivestasikan hampir 40 persen GDP. Semua ini dibiayai secara domestik. Arus masuk investasi langsung asing punya arti lebih sebagai cara mempercepat transfer pengetahuan keterampilan dan dengan demikian mempercepat derap pembangunan.

(hlm.318)

Bayangkan dunia di mana tidak ada pembatasan legal atas mobilitas manusia atau modal. Tapi bayangkan juga bahwa ada banyak barang, termasuk barang dan jasa publik, yang hanya bisa dikonsumsi di tempat orang tinggal. Ini adalah dunia pemerintah-pemerintah lokal.

(hlm.319)

            Jadi, apa yang saya katakan? Jawabannya ialah bahwa sebagian besar sumber daya yang membedakan kaya dan miskin bersifat imobil. Ini bukan hanya karena ada hambatan legal atas mobilitas manusia, tapi karena orang di negeri berpenghasilan tinggi, karena mereka puas dengan kumpulan kenyamanan yang dapat mereka konsumsi.

Mengenai (i)relevansi daya saing

Bersenjatakan analisis ini, kita akan mulai mengerti mengapa peringatan Gray tentang ketiadaan daya saing suatu ekonomi yang berpajak dan beregulasi tinggi adalah omong kosong.

(hlm.321)

            Adi pertanyaannya adalah apakah gagasan daya saing negeri-negeri, di bawah globalisasi, ada relevansinya. Jawabannya, memang ada, tapi dengan cara yang sangat berbeda daripada yang popular dikira orang. Dua makna sah dapat diindentifikasi: perubahan dalam kondisi perdagangan (terms of trade)- relasi antara harga ekspor dan impor (sudah dibahas singkat di Bab 10); dan kinerja ekonomi keseluruhan. Keduanya punya arti yang tidak sama dengan makna sebagaimana yang dikira mereka yang khawatir tentang daya saing.

(hlm.325)

Rayap fiskal

Pemajakan atas pendapatan dan pengeluaran buruh adalah tiang universal sistem fiskal. Tapi bahkan pajak Skandinavia yang selangit tidak memaksa orang berbondong-bondong meninggalkannya.

(hlm.329)

Pembiayaan defisit

Pertama, pemerintah sama sekali tidak budiman. Sebagian besar pemerintah negeri berpenghasilan tinggi menciptakan inflasi masiif, berpuncak pada tahun 1970-an, yang menghancurkan kekayaan semua orang yang cukup bodoh yang cukup bodoh untuk percaya pada janji-janji mereka.

Kedua, kebijakan makroekonomi memang sudah rentan terhadap reaksi bermusuhan sektor swasta terhadap kesalahan pemerintah seperti itu, lepas dari ada tidaknya globalisasi. Bahkan dalam suatu ekonomi tertutup, tingkat bunga nominal jangka panjang akan naik kalau pemerintah dengan ajek mengejar kebijakan inflasioner, antara lain untuk mengompensasi inflasi dan juga untuk menjamin terhadap risiko inflasi.

(hlm.330)

Pajak inflasi adalah bentuk pemajakan yang paling tertutup dan tersamar. Itu adalah pelanggaran kepercayaan. Itu tidak konsisten dengan prinsip demokratik pundamental bahwa pajak harus ditentukan dalam parlemen. Itu mendistribusikan uang secara sewenang-wenang dari kreditor ke peminjam, orang tua ke orang mudah, orang yang tidak paham masalah finansial ke mereka yang ahli, dan dari mereka yang percaya kepada pemerintah ke mereka yang mencurigainya.

(hlm.333)

Globalisasi tidak membuat negara mubazir

Pertama, kemampuan suatu masyarakat untuk memetik manfaat dari peluang yang ditawarkan integrasi ekonomi internasional bergantung pada kualitas barang dan jasa publik, seperti proteksi hak milik, keamanan personal, layanan pegawai negeri yang tidak korup, dan pendidikan.

            Kedua, negara biasannya mendefinisikan identitas manusia.

            Ketiga, segala bentuk pemerintahan internasional bergantung pada kemampuan negara-negara individual untuk menyediakan dan menjamin ketertiban.

Tulang punggung tata internasional adalah negara teritorial, dengan monopoli kekuasaan koersif di dalam yuridiksinya. Ruang siber tidak secara mendasar mengubah hal ini, karena ekonomi-ekonomi ujung-ujungnya berkaitan dengan – dan diselenggarakan untuk – manusia, yang punya keberadaan fisik dan, konsekuensinya, lokasi fisik. Karena negara-negara adalah yurisdiksi teritorial, mereka adalah tulang punggung tata global.

            Implikasnya ialah bahwa, seperti halnya globalisasi tidak membuat negara jadi impoten, ia juga tidak membuatnya mubazir. Sebaliknya, agar orang bisa berhasil mengeksploitasi peluang yang disediakan oleh intergrasi internasional, mereka memerlukan negara, di kedua ujung transaksi mereka. Itulah sebabnya negara gagal, negara kacau, negara lemah, dan negara korup adalah negara-negara yang dihindari- mereka adalah lubang hitam dalam sistem ekonomi global.

(hlm.334)

Globalisasi sebagai peluang tantangan

Gagasan bahwa negeri-negeri bersaing langsung satu sama lain, seperti perusahaan, itu omong kosong. Omong kosong karena sumber paling penting kekayaan dan keunggulan komparatif, yaitu manusia, sangat imobil.

(hlm.335)

Bab 13

Ngeri terhadap Keuangan

(hlm.337)

            Krisis-krisis finansial bukanlah hal jarang selama dekade-dekade globalisasi. Bank Dunia memperkirakan bahwa ada 112 krisis perbankan sistemik di 93 negeri antara akhir tahun 1970-an dan akhir abad ke-20.

            Tapi krisis finansial tahun 1997 dan tahun 1998 adalah kejadian yang mengubah sejarah, karea tiga alasan. Pertama, krisis itu nyaris sama sekali tidak terduga.

            Kedua, akibatnya mahal sekali, bukan hanya dalam hal kehilangan GDP dan kesengsaraan manusia, tapi juga karena biaya fiskal menyelamatkan sistem perbankan. Di Indonesia, misalnya, peningkatan saham utang publik pada tahun krisis adalah 50 persen GDP. Di Korea Selatan dan Thailand, anatar 30 dan 40 persen GDP. Ketiga krisis itu menyebar bukan hanya di seluruh wilayah itu, tapi seluruh dunia, mencakup Rusia, Brazil, dan bahkan dana lindung raksasa Amerika Serikat, Long-Term Capital Management.

(hlm.338)

Salah satu kemungkinan ialah pajak atas transaksi spekulatif di pasar devisa, yang awalnya direkomendasikan peraih Nobel yang lain, almarhum James Tobin. Lagi pula, kalau tidak ada pemberi pinjaman upaya terakhir (lender of last resort) global, harus ada suatu cara untuk memaksakan penghentian terhadap arus keluar modal. Lantas ini akan menjadi bagian dari prosedur kebangkrutan negeri-negeri.

Yang dianggap kebodohan pembukaan akun modal

(hlm.340)

            Kesimpulan sederhana adalah bahwa, karena ada ketidakstabilan arus dan biaya yang timbul akibat perlunya penyesuaian terhadap gonjang-ganjing pasar finansial dunia, khususnya bankir-bankir komersialnya, tindakan masuk akal yang perlu dilakukan adalah menghadang mereka agar tetap di luar.

(hlm.341)

            Jadi, mengapa ada begitu sedikit bukti tentang dampak positif liberalisasi akun modal terhadap pertumbuhan ekonomi?  Salah satu jawaban ialah bahwa akses kepada modal pada kenyataannya bukanlah kendala yang menentukan atas pertumbuhan ekonomi. Yang penting ialah modal sosial dan manusia, serta sistem kebijakan secara keseluruhan.

            Kesimpulan umum ialah bahwa keuangan berbeda dengan perdagangan. Kalau keterbukaan terhadap perdagangan biasanya menguntungkan dan menuntut relatif sedikit perubahan kebijakan tambahan, tidak demikian dengan keuangan.

(hlm.342)

Jika inflasi naik dan arus modal bebas keluar, maka modal lari keluar. Akibatnya, nilai mata uang dalam negeri turun.

Tidaklah mengeherankan bahwa FDI relatif berfungsi baik, karena risikonya ditanggung mereka yang langsung bertanggung jawab mengelola aset. Tidak demikian bila bicara tentang utang. Karena itu, tampaknya aktivis yang memprotes investasi langsung lebih dari segala hal lain telah salah memahami keaadaan hampir persis kebalikannya.

Pada tahun 1960-an, warga Britania tidak boleh membawa lebih dari secuil uang ke luar negeri. Ini lebih buruh daripada sekadar menimbulkan rasa malu dan ketidaknyamanan. Kebijakan itu dirancang untuk memungkinkan pemerintah menghindari dampat tingkay nilai tukar dari kebijakan inflasi yang dirancang untuk mempertahankan ketersediaan lapangan kerja sepenuhnya yang dituntut persatuan buruh. Ini adalah kebijakan pemangsa. Ujung-ujungnya ia menghancurkan tabungan dari sebagian besar kelas menengah Britania. Kalau uang dibawa keluar negeri, kebijakan yang berbahaya dan pada akhirnya tidak bisa langgeng itu sudah akan dihentikan jauh lebih awal. Inilah artinya, seperti telah dibahas di bab sebelum ini, kemungkinan mobilitas modal memberikan kendala yang bagus terhadap negara.

(hlm.343-344)

Pihak luar membawa lima keuntungan. Pertama adalah pengetahuan keterampilan yang lebih unggul dan efisiensi. Kedua ialah kemampuan untuk memanfaatkan ekonomi skala yang diciptakan pasar dunia. Ketiga ialah kemampuan mengangkat keterampilan dan pengalaman regulator dari negeri penerima investasi yang baru masuk ke dalam pasar finansial. Keempat ialah gangguan yang bermanfaat terhadap koneksi-koneksi orang dalam domestik yang memungkinkan terjadinya monopolisasi sistem finansial oleh kelompok-kelompok orang kuat, dengan merugikan pembayar pajak dan pelanggan kecil, seperti penyedia dan calon pemanfaat dana. Terakhir, negeri-negeri dengan proporsi tinggi bank milik asing dan proporsi lebih kecil bank milik negara juga lebih tahan terhadap krisis finansial, mungkin karenabank-bank asing teregulasi lebih baik, dikelola lebih baik, atau hanya karena lebih tahan terhadap tekanan untuk memberikan pinjaman yang tidak bijak.

(hlm.345)

            Alasan keempat untuk percaya bahwa liberalisasi finansial itu baik ialah bahwa kontrol itu sendiri mahal biayanya dan makin tidak efektif. Kontrol pergerakan devisa adalah sumber utama korupsi dan pelanggaran hukum oleh orang-orang yang dalam hal lain jujur.

(hlm.346)

            Alasan kelima untuk percaya bahwa penghapusan kontrol itu bagus adalah bahwa ia pasti akan memaksakan adanya peninjauan ulan dan reformasi sektor finansial.

(hlm.347)

Ketotolan IMF

(morald hazard- godaan terhadap orang untuk bertindak tidak etis karena risikonya kecil atau bahkan menguntungkan)

(hlm.348)

            Seperti yang diakui sendiri oleh Stiglitz dengan ogah-ogahan, negeri-negeri harus hidup sesuai dengan kemampuan mereka. Lelucon beredar bahwa IMF adalah singkatan dari “it’s mostly fiscal” (yang penting fiskal). Sayang sekali, memang yang penting fiskal. Kritik yang tepat terhadap IMF ialah bahwa ia adalah seekor landak- yaitu, seseorang yang hanya tahu satu trik besar- yang berpura-pura jadi musang- yaitu, seseorang yang dengan fkesibel menguasai banyak trik. Tapi apa yang ia ketahui sebagai landak hampir selalu relevan. Memang yang penting fiskal. Negeri-negeri dengan posisi fiskal yang solid jarang jatuh ke dalam krisis ekonomi serius.

(hlm.349)

Pengemis, demikian kata pepatah, tidak bisa pilih-pilih. Negeri-negeri yang berpaling kepada IMF adalah pengemis. Mereka tidak bisa memilih lain daripada menyesuaikan diri. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya.

            Pendek kata, tuduhan “satu kebijakan untuk semua masalah” memang ada benarnya. Tapi tidak terlalu mengesankan, karena, sayang sekali, banyak sekali negeri yang jatuh ke dalam masalah yang persis sama: mereka membuat pengeluaran lebih besar daripada kemampuan mereka dan kehabisan kredit, di dalam dan luar negeri, yang diperlukan untuk mempertahankan keadaan yang menyenangkan itu. Pada umumnya, solusinya pun selalu sama: pemerintah-pemerintah harus mengurangi belanja mereka dalam kaitan dengan pemasukan. IMF ada untuk menyelamatkan negeri-negeri, dengan membuat penyesuaian itu sedikit kurang menyakitkan daripada yang sebetulnya akan terjadi. Tapi ia sama sekali tidak bertanggung jawab atas bencana itu, sama seperti petugas ambulans yang datang di tempat tabrakan bobil.

(hlm.351)

Dalam kasus Indonesia, misalnya, keluarga Soeharto dan rekan-rekannya berperilaku jauh lebih buruk daripada yang disadari sebagian besar pihak luar. IMF tidak bertanggung jawab untuk semua itu dan, pada waktu itu ia dipanggil masuk, sudah sangat terlambat untuk mendapatkan obat yang tidak menyakitkan seperti yang dicari Stiglitz.

(hlm.353)

            Jadi siapa yang benar? Sekarang saya akan berkata bahwa IMF tidak bisa dinyatakan “tidak bersalah” atas tuduhan melakukan segala macam blunder selama terjadinya krisis. Kasusnya, dalam terminologi legal Skoltlandia, “tidak terbukti”. Ketidaktahuan ini antara lain disebabkan ketidakmampuan kita untuk mengadakan eksperimen terkontrol dalam ekonomika.

(hlm.355)

Kalau saja Jepang, misalnya, berani melawan Departemen Keuangan Amerika Serikat dan mendirikan Dana Moneter Asia yang disarankannya, posisi IMF akan sangat berbeda.

(hlm.361)

Kebijakan-kebijakan lebih baik di pusat dan pinggiran

Dalam sejarah, arus modal sebagian besar mengalir ke negeri-negeri yang pemerintahnya dipercaya oleh penyedia modal.

(hlm.362)

Lagi-lagi, cara terbaik adalah lewat signal-signal pasar: tingkat suku bunga mengambang seharusnya membuat para bankir dan korporasi-korporasi nonfinansial sadar akan perlunya mengawasi ketidakcocokan semacam itu dengan lebih waspada.

Dengan kata lain, suatu negeri berdaulat tidak bisa dinyatakan bangkrut dan ditaruh di bawah semacam administrasi, seperti yang bisa dilakukan terhadap entitas lain. Kalau bisa, ia tidak lagi berdaulat. Lebih dari dua dekade lalu, bankir komersial Amerika yang terkenal, Walter Wriston, berkata bahwa negeri-negeri tidak bisa bangkrut. Dia benar. Negeri-negeri tidak bisa bangkrut. Dia benar. Negeri-negeri tidak bisa bangkrut. Para bankir mereka bisa – dan sepanjang sejaarh itu terus terjadi. Tapi negeri berdaulat, walaupun tidak bisa bangkrut, tetap bisa jatuh dalam kesulitan-kesulitan. Pertanyaan nya ialah lantas apa yang harus dilakukan.

(hlm.366)

Usul Profesor Tobin adalah suatu pajak yang sangat rendah atas setiap transaksi mata uang individual. Ini, katanya, akan mempermudah pemerintah-pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal mereka sendiri, tanpa keprihatinan berlebihan terhadap tingkat nilai tukar. Gagasan ini menimbulkan tiga pertanyaan: akankah ia menstabilkan pasar mata uang? Akan baikkah menstabilkan pasar mata uang dengan cara seperi itu? Bisakah ia dilaksanakan? Jawaban atas ketiga pertanyaan ini kemungkinan besar ialah tidak.

(hlm.369)

Bagian V

Bagaimana Membuat Dunia Lebih Baik

(hlm.371)

Bab 14

Ancaman Hari Ini, Harapan Esok Hari

Usaha natural setiap individu untuk memperbaiki kondisinya sendiri, apabila dia bisa berjuang keras dalam kebebasan dan keamanan, pada prinsipnya begitu dahsyat, sehingga dengan itu saja, tanpa bantuan apa pun, bukan hanya sanggup membawa masyarakat menuju kekayaan dan kemakmuran, tapi juga mengatasi seribu satu penghalang tetekbengek yang seringkali dibuat oleh kebodohan hukum-hukum manusia untuk mengekang perjuangannya itu; walaupun dampak penghalang-penghalang itu biasanya kalau bukan membatasi kebebasannya, tentu mengurangi keamanannya.

(hlm.372)

Pertama, bab ini menganalisis apakah mungkin terjadi sekali lagi integrasi ekonomi global akan runtuh, serupa dengan yang terjadi kedaulatan nasional dan demokrasi dengan keinginan mencapai kemakmuran universal dan penyediaan barang dan jasa publik global, ketiga ia mempertimbangkan sejauh mana kritik antiglobalisasi menolong kita menangani dilema-dilema itu. Terakhir, ia menyarankan beberapa jalur yang bisa ditempuh menuju masa depan.

(hlm.373)

Ancaman terhadap globalisasi

Persaingan internasional

Sebab pertama keruntuhan pada tahun 1930-an adalah ambruknya relasi internasional yang harmonis, sementara persaingan di antara kekuatan-kekuatan besar dan kebangkitan komunisme dan fasisme memecah-belah buana ini. Tapi kini situasinya berubah dalam empat hal mendasar.

            Pertama, ada satu hegemon tunggal yang tak tertandingi, Amerika Serikat dan sedikit saja kemungkinan akan terjadi perang di antara kekuatan-kekuatan besar dalam waktu dekat, kecuali mungkin antara Amerika dan Cina atas Taiwan.

            Kedua, semua kekuatan besar sudah meninggalkan gagasan ketinggalan zaman bahwa kemakmuran dihasilkan dari perolehan teritorial dan penjarahan, beralih pada pembangunan ekonomi dan perdagangan damai.

Ketiga, semua kekuatan besar sama-sama berkomitmen terhadap pembangunan ekonomi yang dituntun pasar serta integrasi ekonomi dan politik internasional.

(hlm.374)

            Keempat, institusi-institusi global dan kebiasaan melakukan kerjasama erat memperkuat komitmen pada kerjasama.

(hlm.375)

Instabilitas

Karena itu, bencana yang terjadi di Argentina dengan keruntuhan dewan mata uangnya pada akhir tahun 2001 harus dilihat sebagai akhir suatu era, bukan awal suatu era baru.

Sebagian transfer sekarang terjadi dalam bentuk investasi langsung asing yang berjangka lebih panjang panjang dan lebih sinambung.

(hlm.378)

Gagasan-gagasan

Mereka pada umumnya menolak politik kepartaian. Mereka tidak menawarkan cara alternatif mengelola ekonomi. Mereka terpecah-belah dalam tujuan mereka: ada yang ingin kedaulatan nasional yang lebih besar, sementara ada lagi yang ingin pemerintah global, ada yang mau pembangunan di negeri-negeri miskin,sementara ada lagi yang mau mengehentikannya; ada yang menentang integrasi internasional, sementara menerima beberapa macam bentuk ekonomi pasar; ada yang ingin kembali ke masa lalu yang berlingkungan hidup murni; ada yang menentang korporasi; ada yang menentang negara-negara penindas; dan ada lagi yang mentang segala macam perubahan ekonomi.

(hlm.381)

Dilema besar

            Kalau kita seterusnya bertanya apakah mekanisme paling ampuh untuk memastikan bahwa kekuatan-kekuatan konvergensi ekonomi mengalahkan kekuatan divergensi, jawabannya haruslah integrasi yurisdiksional. Ia memaksa semua anggotanya untuk menerima kebebasan berdagang, berimigrasi, dan memindahkan modal.

            Kita bahkan bisa lebih jauh lagi. Bayangkan integrasi yurisdiksional bukan hanya dalam arti Uni Eropa kontemporer, tapi dalam arti negara federal kontemporer, misalnya, Amerika Serikat. Bayangkan Amerika Serikat bukan salah satu negeri di dunia, tapi telah menjadi suatu federasi global yang menawarkan hak pilih setara kepada semua orang. Maka sumber daya yang jauh lebih besar akan mengalir ke wilayah-wilayah lebih miskin dari Amerika Serikat imajiner yang mencakup seluruh dunia itu, untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sistem hukum dan ketertiban.

(hlm.382)

            Eksperimen pikiran ini menjelaskan apa yang sampai sekarang merupakan sumber paling utama ketidaksetaraan dan kemiskinan yang tak hilang-hilang: fakta bahwa umat manusia terkunci ke dalam hampir 200 negeri berbeda, di antaranya ada yang makmur, terperintah dengan baik, dan beradab, sementara banyak yang lain miskin, di bawah pemerintahan buruk, dan tampaknya tidak mampu menyediakan fondasi-fondasi bagi keadaan yang memadai.

(hlm.384)

Belajar dan Kritik

Anarkis, misalnya, percaya akan kemungkinan adanya suatu masyarakat tanpa pemerintah dan koersi. Tapi tanpa negara kekuasaan akan jatuh ke tangan gangster: Sierra Leone bukanlah model untuk mendirikan suatu dunia.

(hlm.386)

Tantangan global

Dunia macam apa yang sekarang harus didukung oleh orang yang mengerti akan kemampuan dari kekuatan-kekuatan pasar untuk membuat kehidupan manusia lebih baik? Apa heran yang harus dimainkan institusi-institusi internasional? Dan sampai di manakah batas-batas wajar untuk kedaulatan nasional?

            Pertama, ekonomi pasar adalah satu-satunya sistem yang dapat menghasilkan pengingkatan kemakmuran yang sinambung, asalkan didukung oleh demokrasi liberal yang stabil dan setiap individu manusia diberikan kesempatan mengejar apa yang mereka inginkan dalam hidup.

            Kedua, negara-negara individual tetap merupakan lokus perdebatan dan legitimasi politik. Institusi-institusi supranasional memperoleh legitimasi dan otoritas mereka dari negara-negara yang menjadi anggota mereka.

            Ketiga, demi kepentingan mereka sendiri, baik negara-negara maupun penduduk mereka perlu berpartisipasi dalam sistem dan institusi berbasis perjanjian internasional untuk menciptakan barang dan jasa publik global, termasuk pasar terbuka, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan, dan keamanan internasional.

            Keempat, sistem-sistem seperti itu harus spesifik, terfokus, dan bisa diterapkan.

            Kelima, WTO, walaupun sangat berhasil, sudah melenceng terlalu jauh dari fungsi-fungsi primernya mendukung liberlisasi perdagangan.

            Keenam, argumen untuk sistem-sistem yang mencakup investasi dan kompetisi global memang kuat.

            Ketujuh, negeri-negeri punya kepentingan jangka panjang untuk berintegrasi ke dalam pasar-pasar finansial global.

(hlm.387)

            Kedelapan, karena tidak ada pemberi pinjaman upaya terakhir global, perlu diterima adanya penghentian pembayaran dan renegosiasi utang negeri berdaulat.

            Kesembilan, bantuan pembangunan resmi sama sekali tidak menjamin pembangunan yang berhasil.

            Kesepuluh, negeri-negeri harus belajar dari kesalahan mereka sendiri.

            Semua titah ini penting. Tapi dua yang pertama adalah yang paling penting.

(hlm.388)

Catatan

Kata pengantar

Dalam buku ini, liberalisme pada intinya adalah John Stuart Mill dan mencakup kebebasan ekonomi, pribadi, dan sivik. “Tujuan tunggal yang boleh dijadikan alasan oleh umat manusia, secara individual atau pun kolektif, untuk mengganggu gugat kebebasan anggotanya yang mana pun ialah perlindungan diri… kepentingannya sendiri, baik fisik maupun moral, bukanlah alasan yang cukup.”

(hlm.390)

Vincent Cable, dalam analisis singkatnya yang hebat tentang globalisasi, mendaftarkan lima kategori antiglobalis: nasionalis, merkantilis, regionalis, teoretikus ketergantungan, dan aktivis lingkungan hidup fanatik.

(hlm.392)

Di antara buku-buku yang mendukung ekonomi pasar global yang secara khusus saya nikmati ialah karya Johan Norberg In Defence of Global Capitalism (Stockholm: Timbro, 2001) dan Philippe Legrain Open World: the Trurh about Globalization (London: Abacus, 2002). Saya juga menarik manfaat dari John Micklethwait dan Adrian Woolddrige, A Future Perfect: The Challenge and Hidden Promise of Globalization (New York: Random House, 2000) (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Freedom Institute dengan judul Masa Depan Sempurna: Tantangan dan Janji Globalisasi- pen). Kontribusi resmi yang penting adalah Globalization,Growth & Poverty: Building an Inclusive World Economy (Washington DC: World Bank, 2002) dan Eliminating World Poverty: Making Globalization Work for the Poor, laporan resmi tentang pembangunan internasional (White Paper on Internasional Development), Secretary of State for Internasional Development, Desember 2000, www.globalisation.gov.uk. Buku yang paling mirip dengan buku ini dalam hal tema, waalaupun mengikuti garis libertarian secara lebih komplit, adalah Brink Lindsey, Against the Dead Hand: The Uncertain Struggle for Global Capitalism (New York: John Wiley, 2002). Saya sangat mengagumi semangat dan imajinasi karya Thomas Friedman The Lexus and the Olive Tree (London: HarperCollins, 2000),walaupun saya rasa Friedman kadang-kadang terbawa oleh kedahsyatan gaya bahasanya sendiri. Mengenai perdagangan, saya sangat terbantu oleh Jagdish Bhagwati, Free Trade Today (Princeton: Princeton University Press, 2002) dan Douglas A. Irwin, Free Trade under Fire (Princeton: Princeton University Press, 2002).

(hlm.394)

3. Dalam suatu tinjauan yang penting di atas ekonomika institusional, Oliver Williamson dari University of California, Berkeley, membagi analisis itu ke dalam empat level: pertama, adat istiadat, tradisi, norma, dan agama, yang berubah sangat pelan dan tidak secara langsung diatur oleh ekonomi; kedua, aturan-aturan permaianan institusional – hak milik dan pelaksanaan sistem politik, peradilan, dan birokrasi; ketiga, pelaksanaan permainan itu, atau sistem kelola (governance) institusi-institusi; dan, terakhir, alokasi sumber daya. Diskusi disini berhubungan dengan level pertama, tapi sebagian besar bab ini terutama membahas implikasi-implikasi yang lebih luas dari level kedua. Yang ketiga dan keempat di bahas di bab berikut. Lihat Oliver Williamson, “The New Institutional Economics: Taking Stock, Looking Ahead”, Journal of Economic Literature.September 2000, h. 595-613.

4. Trinitas liberal klasik terdiri dari kehidupan, kemerdekaan, dan hak milik, yabg oleh Thomas Jefferson, dalam Pernyataan Kemerdekaan, diubah menjadi kehidupan, kemerdekaan, dan pengejaran kebahagian. Di antara tulisan terbaik mengenai ciri mendasar suatu masyarakat bebas, dan khususnya, peran hukum adalah karya Friedrich A. Hayek, The Constitution of Liberty (Chicago: University of Chicago Press, 1960).

(hlm.395)

Pada 1078, Cina memproduksi 125.000 ton besi. Pada 1788, produksi di Inggris dan Wales masih Cuma 76.000 ton. Ibid., h.27.

(hlm.397)

Bab 4: ‘Sihir’ Pasar

4. Jared Diamond, Guns, Germs and Steel: The Fates of Human Societies (New York and London: W.W. Norton, 1981) menyajikan kisah tambahan menarik revolusi agraris. Yang pertama menekankan ekologi unik wilayah-wilayah tempat revolusi itu dimulai, khususnya keberagaman tumbuhan dan binatang yang bisa dibudayakan. Yang terakhir menunjuk pada insentif ekonomi untuk beralih dari pemburu-peramu menjadi pengolah tanah-pemburu-peramu dan, akhirnya, tahap pengolah tanah , sementara junlah penduduk meningkat. Menariknya, penguasa-petempur masyarakat agraris memandang pemburuan sebagai pertanda status superior mereka. Adalah konsisten dengan pskologi evolusioner kontemporer untuk merasa bahwa kehilangan budaya perburuan itu seperti pengebirian.

5. cepat atau lambat bandit-bandit yang menetap ini akan memperkokoh posisi mereka dengan menyebut diri sendiri kaisar atau raja atau mengklaim sebentuk restu ilahi atas kekuasaan mereka. Lihat Mancur Olson, Power and Prosperity: Outgrowing Communist and Capitalist Dictatorship (New York: Basic Books, 2000), bab 1.

(hlm.398)

10. Lihat David Landes, The Wealth and Poverty of Nation: Why Some are So Rich and Some So Poor (London: Little Brown, 1998), h.513.

11.Dalam tulisan-tulisan mengenai teknologi, inovator adalah orang yang membuat suatu temuan menguntungkan secara ekonomis. Dia membawa temuan-temuan ke dalam wilayah pasar.

15. ada banyak perdebatan tentang mengapa suatu lepas landas Promethean tidak terjadi dalam dunia Islam. Alasan utamanya pastilah soal lingkungan. Sebagian besar dunia Islam terdiri dari wilayah gersang, yang membatasi produktivitas pertanian.hampir tidak ada kemungkinan memanfaatkan air mengalir untuk menggerakkan mesin-mesin. Tenaga air mendahului uap di Eropa bagian barat. Batubara dan besi tidak tersedia, sementara minyak ditemukan dan dimanfaatkan hanya pada abad ke-20. Teka-teki mengenai dunia Islam bukanlah bahwa ia tertinggal dari Eropa sampai pertengahan abad ke-20, tapi mengapa ia tertinggal jauh dari Asia Timur pada paruhan kedua abad ke-20.

20.tak perli diingat bahwa, untuk mengambil satu contoh saja, susu sapi adalah minuman yang sangat berbahaya sebelum pasturisasi. Tuberkulosis adalah satu saja dari ancaman yang diberikannya.

33. Artikel klasik mengenai teori biaya-transaksi perusahaan adalah Ronald Coase, “The Nature of the Firm”, economica, vol.4, No. 6, (1937), h.386-405

(hlm.400)

35. kalau semua kontrak bisa dirinci, pemegang saham tidak diperlukan. Tapi dengan asumsi seperti ini juga tidak akan ada perusahaan. Seperti dikatakan Profesor McMillan, “kepemilikan adalah cara masyarakat mengatasi hal-hal yang tidak bisa diperkiran.”

36. Mancur Olson-lah yang mengadakan studi klasik mengenai logika tindakan kolektif, yang beragumen bahwa kepentingan-kepentingan yang terkonsentrasi akan lebih bisa terwujudkan daripada kepentingan-kepentingan yang tersebar luas karena tindakan kolektif punya ciri-ciri barang dan jasa publik – yaitu, tukang nebeng tidak bisa dicegah ikut menikmati manfaatnya.

(hlm.402)

Bab 5: Wahai Tabib, Sembuhkanlah Dirimu Sendiri

17. Sebagai kolumnis di Financial Times, saya mengerti bahwa pengaruh saya atas kebijakan beberapa kali lipat lebih besar daripada warga pada umumnya. Politik demokratik dalam hal ini sangat tidak egaliter. Setiap orang boleh jadi punya satu suara hak pilih, tapi tidak setiap orang punya suara yang sama didengarkan.

30. salah satu unsur yang paling mengecewakan dari buku Joseph Stiglitz, Globalization and its Discontents (London: Allen Lane, Penguin Press, 2002) adalah bahwa penulis yang ternama itu  tampaknya mengasumsikan bahwa monopoli kekuasaan pemerintah akan hampir selalu dijalankan dengan budiman. Baik teori maupun pengalaman tidak konsisten dengan asumsi itu.

Bab 6: Pasar Melintas Batas

(hlm.403)

8. Ekonom yang paling kuat berargumen bahwa negeri-negeri tidak bersaing seperti perusahaan-perusahaan ialah Paul Krugman. Lihat “Competitiveness: A Dangerous Obsession”, Foreign Affairs 73 (Maret-April 1994), h. 28-44 dan “Ricardo’s Difficult Idea: Why Intellectuals Dont’s Understand Comparative Advantage”, dalam Gary Cook (ed.), The economics and politics of international Trade, Volume 2 dari Freedom and Trade (London: Routledge, 1998)

(hlm.404)

17. Robert E. Lucas, “Why doesn’t Capital Flow from Rich too Poor Countrie?” America Economic Review, 80 (Mei 1990), h. 92-6.

21. suatu analisis menarik mengenai krisis finansial Asia 1997-8 yang menekankan sandungan moral yang diciptakan jaminan pemerintah terdapat dalam Giancarlo Corsetti Paolo Pesenti, dan Nouriel Roubini, “Paper Tigers? A Model of the Asian Crisis”, National Bureau of Economic Research, Working Paper 6783, www.nber.org, November 1998.

25. Daron Acemoglu Simon Johnson, dan James A. Robinson, dalam “Reserval of Fortune: Geography and Institutions in the Making of the Modern World Income Distribution”, National Bereau of Economic Research Working Paper 8460, 2001, dan Quarterly Journal of Economics, Vol. 117, berargumen bahwa tempat-tempat yang sekarang kaya itu miskin pada 1500 dan sebaliknya, karena pengeloni Eropa menerapkan institusi-institusi penyedot kekayaan di tempat-tempat kaya yang mereka duduki (seperti India dan Meksiko) dan menempatkan institusi-institusi pencipta kekayaan di tempat-tempat miskin (Seperti Amerika Utara). Teori ini rapi. Tapi banyak negeri yang pada 1500 sudah punya institusi-institusi penyedot kekayaan efisien yang dibuat oleh kaum elite mapan mereka sendiri. Yang harus dilakukan pengoloni hanyalah mengambil-alih. Ini jelas benar di India. Perbedaanya mungkin bahwa dalam masyarakat-masyarakat agrasis kaya, sistem-sistem penyedot kekayaan sudah mendarah daging dan masih berlangsung di tangan politikus-politikus lokal sampai hari ini. Tapi di tempat-tempat yang jarang berpenghuni, institusi-institusi yang menciptakan kekayaan besar bukanlah kebetulan bahwa semua institusi-institusi itu diperkenalkan oleh orang Brintani.

(hlm.406)

Bab 7: Nasib Globalisasi dalam Jangka Panjang

12. Dari 1371 sampai 1567, pelayaran swasta ke negeri-negeri asing dilarang oleh istana kekaisaran. Pada 1436, istina “mengeluarkan dekrit melarang pembuatan kapal-kapal baru yang laik laut” (ibid., h. 45).

(hlm.411)

Bab 9: Murka atas Ketidaksetaraan

20. GDP menurut paritas daya beli adalah konsep yang sangat penting untuk pembandingan standar-standar penghidupan di antara negeri-negeri sehingga perlu ada penjelasan panjang lebar. Tujuan utamanya ialah memperbandingkan standar-standar penghidupan di antara negeri-negeri miskin, dengan produktivitas dan upah rill rendah, layanan jasa yang tidak bisa diperdagangkan itu jauh lebih murah daripada di negeri-negeri kayan kalau orang menukar menurut tingkat nilai tukar resmi. Jadi, dikonversi dengan cara seperti itu, standar penghidupan orang-orang di negeri-negeri miskin sendirinya terlalu dilebih-lebihkan.

(hlm.412)

            Jadi bagaimana orang bisa membuat perbandingan standar penghidupan yang tepat untuk perbedaan-perbedaan dalam harga-harga relatif ini? Metode yang dirancang dalam suatu proyek riset penting tiga dekade lalu adalah menilai konsumsi di seluruh dunia menurut suatu harga umum internasional. Harga-harga itu adalah rata-rata tertimbang (weighted average) harga-harga dunia, dan timbangnya adalah konsumsi global produk dan jasa terkait.

            Ini adalah satu-satunya jalan memperbandingkan standar penghidupan di antara negeri-negeri. Tapi ada kekurangan yang tidak bisa dihindari. Di antara kekurangan yang paling penting adalah kesulitan memperbandingkan kualitas barang dan, apalagi, jasa di antara negeri-negeri.

(hlm.413)

Koefisien gini untuk negeri-negeri di dunia berbeda antara mendekati 0.25 untuk negeri-negeri berpenghasilan tinggi yang egaliter, seperti Denmark dan Jepang, dan mendekati 0,6 untuk Brazil, negeri paling tidak egaliter di dunia. Pada 1997, indeks Amerika Serikat adalah 0,41 dan Kerajaan Serikat 0,37. Lihat World Development Indicators 2002, Table 2.8.

(hlm.421)

Bab 10: Trauma terhadap perdagangan

50. Kisah Mauritius dijelaskan dengan baik oleh Dani Rodrik, The New Global Economy: Making Openness Work, Policy Essay N0.24 (Baltimore: Johns Hopkins University Press, untuk Overseas Development Council, 1998), h. 44-8.

74. Barang dan jasa publik murni punya dua ciri: pertama tidak ada siapa pun yang bisa di cegah untuk mengonsumsinya; kedua, ia bisa dikonsumen tanpa menjadi berkurang. Kualitas pertama membuat barang dan jasa itu non-ex-cludable (tidak bisa mengecualikan orang); yang kedua membuatnya non-rival (tanpa saingan). Barang dan jasa semacam itu biasanya tidak  bisa disediakan dengan cukup oleh pasar. Kesepakatan global untuk meliberalisasi perdagangan punya unsur-unsur barang dan jasa publik yang kuat. Banyak diantaranya mengambil bentuk dampak-dampak jaringan. Jadi setiap negeri anggota (dan sering kali juga bukan-anggota) menarik manfaat dari perjanjian perdangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa yang berdasarkan non-diskriminasi.

(hlm.426)

Bab 11: Gentar terhadap Korporasi

23. Robert E. Lipsey dan Fredrik Sjoholm “Foreign Direct Invesment and Wages in Indonesian Manufacturing”, National Bureau of Economic Research Working Paper 8299, Mei 2001.

(hlm.431)

Bab 13: Negeri terhadap Keuangan

35. Mengenai masalah sandungan moral, lihat Thomas D. Willett, Aida Budiman Arthur Denzau, Gab-Je Jo, Caesar Ramos, dan John Thomas, “The Falsification of Four Popular Hypotheses about the Asian Currency Crisis”, The World Economy,Vol. 27 (Januari 2004), h. 25-44.

(hlm.437)

Daftar Pustaka

Darwin, Charles, The Descent of Man and Selection in Relation to Sex. Edisi kedua. London: John Murray, 1882.

De Soto, Hernando, The Other Path: The Invisible Revolution in the Third world, New York: Happer & Row, 1989.

Artikel Terkait

Menemukan Kembali Liberalisme oleh Ludwig von Mises #3

Jalan Menuju Perbudakan oleh Friedrich A. Hayek

Problem Domestik Bruto oleh Lorenzo Fioramonti

error: Content is protected !!