Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku “Membela Kapitalisme Global” karangan Johan Norberg
Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.
Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.
Selamat membaca.
Chandra Natadipurba
===
Membela Kapitalisme Global
Johan Norberg
Pengantar: Dr. Rizal Mallarangeng Penerjemah ke bahasa Indonesia: Arpani, Sukasah Syahdan (juga selaku penyunting) Desain sampul: Muhamad Husen No. ISBN: 978-979-1157-16-2 Cetakan kedua 2011 Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit, Indonesia Jalan Rajasa II No. 7, Jakarta 12110 The Freedom Institute Jalan Irian No.8, Menteng, Jakarta 10350
(hlm.vii) Pengantar Edisi Bahasa Indonesia Oleh: Johan Norberg Dalam waktu 25 tahun ke depan, standar hidup masyarakat di negara berkembang yang berukuran besar akan setara dengan standar hidup masyarakat Eropa.
(hlm.viii) Jawaban bagi pertanyaan besar di zaman kita sudah ditemukan; dan jawaban ini bukan berasal dari rencana-rencana yang ambisius, melainkan dari manusia itu sendiri.
Kapitalisme sesungguhnya bukanlah sebuah “sistem”; dia lawan dari segala rencana yang digagas di atas.
Kapitalisme adalah kebebasan bagi individu-individu yang normal untuk membuat keputusan untuk menentukan pilihan mereka sendiri.
Dalam 100 tahun terakhir, kemanusiaan telah menciptakan kemakmuran yang lebih besar dan tingkat harapan hidup yang lebih tinggi daripada yang pernah dicapainya dalam 100.000 tahun sebelumnya.
(hlm.ix) Kita harus menerima kapitalisme sebagai sistem laba dan rugi sekaligus.
Satu-satunya masalah adalah bahwa ketika pasar jatuh dan tidak ada seorang pun bersedia membeli, semua orang harus menurunkan nilai aset tersebut secara bersamaan.
(hlm.x) Ini terdengar seperti ide yang baik, tetapi karena kebijakan ini membuat prosedur perbankan menjadi mahal, pada akhirnya itu menjadi semacam subsidi bagi instrumen-instrumen keuangan non-transparan yang oleh bank-bank tidak perlu mereka daftarkan di dalam lembar neraca.
(hlm.xiv) Kata Pengantar Oleh: Dr. Rizal Mallarangeng Barangkali hal ini harus dipahami sebagai sebuah gejala dari tipisnya pengaruh pemikiran liberal di Indonesia. Hal ini patut disayangkan, sebab tradisi ini sebenarnya sangat kaya dan sangat berpengaruh di dunia maju.
(hlm.xvii) Pendahuluan
(hlm.xviii) Kompleksitas dan permasalahannya terlalu banyak untuk dapat dipecahkan melalui satu langkah utopis yang drastis.
Kini saya sadar, diperlukan semacam negara untuk melindungi kebebasan dan mencegah agar mereka yang berkuasa tidak menekan individu-individu.
(hlm.xx) Inilah para “anarkis” yang menuntut diberlakukannya pelarangan dan pengawasan; yang menghujani bebatuan pada orang lain yang memiliki nilai berbeda; yang menuntut agar negara memberlakukan kembali kontrol terhadap siapa saja yang tidak lagi terkendala oleh batas-batas nasional.
(hlm.xxi) Gerakan protes melawan kapitalisme boleh saja menyebut dirinya radikal atau mengaku bahwa gerakan tersebut mewakili suatu gagasan baru; namun, dalam kenyataannya, argumen-argumen yang dipaparkan tetap mewakili oposisi lama yang menentang pasar bebas dan perdagangan bebas, seperti yang selama ini dilakukan oleh para penguasa nasional.
Seringkali kritik tersebut bukan argumen yang kuat, melainkan lebih merupakan pernyataan faktual yang datar.
Misalnya pernyataan bahwa 51 perekonomian terbesar di dunia itu berbentuk korporasi; atau bahwa setiap hari ada dana sebesar sekitar $1,5 triliun yang berputar di pasar uang; seolah ukuran itu sendiri secara intrinsik sesuatu yang menakutkan dan berbahaya.
Padahal, itu semata-mata aritmatika, bukan argumen. Masih perlu dibuktikan, apakah perusahaan besar atau omzet yang tinggi itu benar-benar merupakan masalah.
(hlm.xxii) Semata-mata karena globalisasi tercipta sebagai akibat tindakan-tindakan individu manusia lintas-benua, dan bukannya hasil rancangan sebuah pusat pengendali, dia terlihat seperti sesuatu yang tidak terkontrol dan kacau.
Ketika berhadapan dengan globalisasi, banyak pihak merasa tidak berdaya. Perasaan ini dapat dimengerti mengingat begitu terdesentralisasinya keputusan-keputusan yang dibuat oleh jutaan orang.
(hlm.xxiii) Globalisasi berlangsung dari bawah, kendati para politikus terus berupaya mengejar lajunya lewat berbagai macam singkatan dan akronim (EU, IMF, WB, UN, UNCTAD, OECD) untuk menstrukturisasi prosesnya.
(hlm.xxiv) Sebagaimana kekuasaan mereka hilang karena beralih ke kita, para penduduk biasa. Dan memang tidak semua di antara kita akan menjadi kaum jetset global; kita toh tidak perlu menjadi jetset untuk menjadi bagian dari proses globalisasi.
(hlm.xxv) Kebebasan baru untuk memilih berarti bahwa orang tidak lagi tergantung untuk bekerja pada satu-satunya majikan di desa, yaitu sang penguasa lahan besar pertanian.
(hlm.xxvi) Dewasa ini mereka menjadi sangat mandiri, sudah mampu menghasilkan uang sendiri. Hal semacam ini tentunya dapat menimbulkan ketegangan, tetapi tidak sebanding dengan risiko menyaksikan anak-anak Anda mati atau menjual mereka kepada rentenir.
(hlm.xxvii) Kebebasan yang dimiliki seseorang tidak melanggar kebebasan orang lain.
(hlm.xxviii) Yang saya maksud adalah ekonomi pasar liberal, dengan persaingan bebas berdasarkan hak, di mana orang dapat menggunakan hak milik dan memiliki kebebasan untuk bernegosiasi, membuat perjanjian, dan memulai aktivitas bisnis.
Jadi, yang saya bela adalah kebebasan individu dalam perekonomian. Para kapitalis menjadi berbahaya ketika, alih-alih mencari keuntungan melalui kompetisi, mereka berkongsi dengan pemerintah.
(hlm.xxix) Itu bukan ekonomi pasar; itu ekonomi-campuran di mana pengusaha dan politisi saling mengacaukan peran masing-masing. Kapitalisme bebas adalah ketika politisi menekuni politik liberal dan pengusaha menjalankan usaha.
Yang saya yakini adalah kemampuan manusia untuk menghasilkan hal-hal besar dan kekuatan gabungan yang muncul dari interaksi dan pertukaran kita. Tujuan saya bukanlah menggantikan semua relasi manusia dengan transaksi ekonomi, melainkan kebebasan dan relasi sukarela di semua bidang.
(hlm.xxx) Bukan niat saya membubuhkan banderol harga pada semua hal. Hal-hal yang penting dalam kehidupan—cinta, keluarga, persahabatan, pilihan cara hidup—tidak bisa diukur dengan rupiah.
Saya menulis tentang keyakinan saya terhadap sesuatu yang penting. Dan saya sendiri ingin hidup dalam masyarakat liberal sebab masyarakat yang seperti itu menjamin hak masyarakat untuk menentukan sendiri apa yang penting bagi mereka.
(hlm.1) I Setiap hari dalam setiap hal
(hlm.3) Separuh kebenaran “Yang kaya kian kaya; yang miskin semakin miskin.” Pernyataan ini diajukan ibarat diktat hukum alam, bukan tesis untuk untuk diargumentasikan.
(hlm.4) Separuh pertama pernyataan itu benar: bahwa yang kaya memang semakin kaya—meski tidak berlaku merata bagi semua orang kaya di semua lokasi, melainkan hanya secara umum.
Namun, sebagian lagi dari pernyataan tadi, tidak benar. Secara umum, keadaan penduduk miskin di seluruh dunia dalam dasawarsa terakhir tidak lebih buruk. Justru sebaliknya, kemiskinan absolut telah berkurang.
Salah satu buku terpenting yang terbit dalam beberapa tahun terakhir adalah On Asian Time: India, China, Japan 1966-1999. Ini sebuah karya reportase perjalanan yang di dalamnya sang penulis Swedia, Lasse Berd, dan fotografer Stig Karlsson menggambarkan kunjungan-ulang mereka ke beberapa negara di Asia, yang pernah mereka kunjungi di era 60-an. Dulu, yang mereka saksikan adalah kemiskinan, kesengsaraan yang parah, dan ancaman bencana di mana-mana.
(hlm.6) Dari semua hal yang berubah, perubahan terbesar terjadi pada pikiran dan cita-cita penduduk. Televisi dan surat kabar membawa gagasan dan gambar dari belahan lain dunia, sehingga memperkaya gagasan orang-orang tentang kemungkinan yang terbuka bagi mereka.
(hlm.11) Pengentasan kaum miskin “Tetapi,” sanggah para skeptis, “apa yang diinginkan orang-orang di negara berkembang dengan konsumsi dan pertumbuhan? Mengapa kita harus memaksakan cara hidup kita kepada mereka?” Jawabannya: kita tidak boleh memaksakan cara hidup tertentu kepada siapa pun.
Namun, apa pun nilai yang mereka yakini, mayoritas orang di dunia menginginkan kondisi materi yang lebih baik, karena dengan begitu mereka memiliki lebih banyak pilihan; terlepas dari bagaimana mereka kelak memanfaatkan peningkatan kekayaan mereka.
Seperti ditekankan oleh ekonom India sekaligus peraih hadiah Nobel, Amartya Sen, kemiskinan bukan semata masalah materi. Kemiskinan adalah sesuatu yang lebih luas. Dia juga tentang ketidakberdayaan, tentang terlucutinya kesempatan yang mendasar serta kebebasan untuk memilih.
(hlm.13) Tingkat harapan hidup di negara-negara berkembang saat ini, jika dibandingkan dengan di Inggris seabad lalu saat menjadi perekonomian termaju di dunia, adalah 15 tahun lebih tinggi.
(hlm.14) Sebagian dari perbaikan kesehatan tersebut adalah berkat kebiasaan makan dan kondisi hidup yang lebih baik, serta kesejahteraan yang juga semakin baik. Dua puluh tahun lalu, perbandingannya adalah satu dokter untuk seribu penduduk; saat ini, 1,5 dokter.
(hlm.18) Kelaparan Hanya sedikit dari kenaikan tersebut berasal dari hasil konversi lahan pertanian baru. Alih-alih, lahan lama telah dimanfaatkan secara lebih efisien. Hasil lahan pertanian per hektar hampir berlipat ganda. Harga gandum, jagung, dan beras telah turun sebesar 60 persen lebih.
(hlm.19) Sesuai pengamatan Amartya Sen, di negara demokratis tidak pernah terjadi bencana kelaparan. Kelaparan dipicu tindakan penguasa yang menghancurkan produksi dan perniagaan, menyulut peperangan, dan mengabaikan penderitaan penduduk yang kelaparan.
Sen percaya bahwa kelaparan tidak terjadi di negara demokrasi atas alasan sederhana: karena hal itu mudah dihindari jika saja para penguasa mau menghindarinya. Mereka dapat menahan diri untuk tidak merecoki distribusi pangan.
(hlm.20) Banyak bukti menunjukkan bahwa para penguasa di Cina telah terpedaya oleh propaganda mereka sendiri dan oleh statistik “asal bapak senang” rekaan pejabat bawahan mereka, ketika 30 juta penduduk mati kelaparan selama berlangsungnya “Lompatan Besar ke Depan” selama tahun 1958 hingga 1961.
Negara-negara seperti Kuwait dan Saudi-Arabia dewasa ini mendapatkan sebagian besar air bersih mereka melalui pengelolaan air laut, sehingga praktis tidak terbatas jumlahnya.
(hlm.21) Pendidikan Keluarga miskin tidak dapat menyekolahkan anaknya, oleh sebab biayanya terlalu mahal atau imbal (return) pendidikan terlalu minim.
(hlm.25) Demokratisasi Pada 2002, sebanyak 42 negara melakukan pelanggaran hak asasi. Yang terbentuk adalah Myanmar, Kuba, Irak, Libya, Korea Utara, Saudi Arabia, Sudan, Suriah, dan Turkmenistan—negara-negara yang paling sedikit tersentuh oleh globalisasi dan paling kecil minatnya pada ekonomi pasar dan liberalisme.
Kadang demokrasi dituduh sulit berbaikan dengan Islam, sehingga seperti itulah keadaannya di dunia saat ini. Namun, harus pula kita ingat bahwa belum lama berselang, banyak peneliti mengatakan hal serupa tentang agama Katolik di tahun 70-an. Saat itu negara-negara Katolik mencakupi rezim-rezim militer di Amerika Latin, negara-negara komunis Eropa Timur dan rezim diktator Marcos di Filipina.
(hlm.26) Melalui kebebasan berdomisili dan perdagangan bebas, ukuran negara sama sekali tidak penting bagi penduduk. Kesejahteraan tidak diperoleh dengan cara mencaplok wilayah milik bangsa lain, melainkan melalui perdagangan dengan daerah tersebut beserta sumber dayanya.
“Jika barang-barang tidak melintasi perbatasan, maka para tentara lah yang akan melakukannya.”
(hlm.27) Sembilan dari konflik-konflik terjadi di Afrika, benua yang paling belum begitu mengenal demokrasi, globalisasi dan kapitalisme.
(hlm.28) Penindasan perempuan Inspirasinya berasal sebuah situs yang namanya, gaogenxie com, berarti sepatu hak tinggi—simbol kebebasan dari tradisi yang benar-benar mengikat kaki perempuan Cina.
(hlm.33) Cina Dan hasilnya luar biasa. Antara 1978-1984 hasil pertanian meningkat 7,7 persen.
(hlm.37) India Pemerintah India menanam investasi pada industri-industri besar, yang lalu diproteksi ketat melalui berbagai rintangan ekspor/impor dalam rangka mencoba swasembada.
(hlm.38,39) Sebagai pengontrasnya, negara-negara bagian di sebelah selatan, terutama Andhra Pradesh, Karnataka dan Tamil Nadu—telah membuat kemajuan pesat berkat liberalisasi. Pertumbuhan di negara-negara bagian tersebut berada di atas rata-rata nasional; beberapa wilayah bahkan mencapai 15 persen per tahun.
(hlm.41) Kesenjangan global Jika keadaan semua orang menjadi lebih baik, apa masalahnya kalau ada orang yang dapat meraihnya dengan lebih cepat ketimbang yang lain? Tentunya yang penting adalah bahwa kondisi semua orang menjadi sebaik mungkin, bukan agar satu kelompok lebih baik ketimbang kelompok lain.
Hanya mereka yang memandang kekayaan sebagai satu persoalan yang lebih besar daripada kemiskinan sajalah yang mempermasalahkan keadaan di mana beberapa orang berhasil menjadi jutawan ketika orang-orang lainnya menjadi lebih kaya dalam perbandingannya dengan kondisi-kondisi awal masing-masing.
Adalah lebih baik hidup miskin di negara AS yang non-egaliter, di mana garis kemiskinan bagi setiap individu pada 2001 sekitar $9.039 per tahunnya, daripada di negara-negara yang menganut prinsip kesetaraan semacam Rwanda, di mana pada 2001 PDB per kapitanya (setelah daya belinya disesuaikan) sekitar $1.000; atau Bangladesh ($1.750); atau Uzbekistan ($2.500).
(hlm.45) Nilai koefisien Gini untuk seluruh dunia telah mengalami penurunan dari 0,6 pada 1968 menjadi 0,52 pada 1997, atau lebih dari 10 persen.
(hlm.46) Bagi negara-negara OECD, indeks HDI ini meningkat dari 0,8 menjadi 0,91 antara 1960-1993, dan peningkatan yang lebih drastis terjadi di negara-negara berkembang, dari 0,26 menjadi 0,65.
(hlm.51) II … dan itu bukan kebetulan!
(hlm.53) Inilah kapitalisme! Singkatnya, itu bergantung pada apakah negara tersebut menerapkan kapitalisme atau tidak. Di bagian dunia yang makmur selama beberapa abad telah menerapkan kapitalisme dalam satu bentuk tertentu atau lainnya. Itulah caranya bagaimana negara-negara Barat menjadi “bagian dunia yang makmur”.
Kapitalisme memberi masyarakat kebebasan sekaligus insentif untuk mencipta, memproduksi, dan menjual barang, sehingga menciptakan kemakmuran.
Selama dua dekade terakhir, sistem ini telah menyebar ke seluruh pelosok dunia melalui proses yang disebut globalisasi. Kediktatoran komunis di Timur dan kediktatoran militer di Dunia Ketiga telah tumbang, dan dinding-dinding yang dulu mereka bangun untuk merintangi gagasan, manusia, dan barang ikut roboh bersama mereka.
(hlm.54) Kapitalisme berarti tidak ada seorang pun menjadi korban dari koersi orang lain. Satu-satunya cara menjadi kaya di pasar bebas adalah dengan memberi orang lain sesuatu yang dihasratinya, sesuatu yang untuk itu orang tersebut bersedia membayar secara sukarela.
Di sini satu-satunya pertanyaannya adalah: mengapa pemerintah dianggap lebih tahu daripada kita sendiri tentang apa yang kita mau dan apa yang kita anggap penting dalam hidup.
(hlm.55) Dalam perekonomian pasar harga dan laba berfungsi sebagai sistem sinyal yang dengannya pekerja, pewirausaha, dan penanam modal dapat menentukan arah.
Sebaliknya, jika pemerintah menetapkan harga dasar—yaitu dengan sengaja menawarkan harga barang lebih tinggi daripada harga pasar, seperti yang dilakukan banyak pemerintah terhadap hasil-hasil pertanian—akan terjadi berkelimpahan.
(hlm.56) Kepemilikan tidak hanya berarti bahwa seseorang berhak atas buah dari jerih payahnya, melainkan juga bahwa orang tersebut bebas memanfaatkan sumber dayanya tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu dari pihak berwenang.
Perencana sentral di birokrasi tidak akan pernah mampu mengumpulkan semua informasi dari semua bidang; pun mereka tidak akan termotivasi oleh informasi tersebut.
Namun, jika sekelompok orang membuka usaha pertanian sejenis dan lalu gagal, hanya mereka sajalah yang merasakan dampaknya, dan kelebihan produksi di suatu pasar berarti bahwa dampak tersebut tidak akan separah bencana kelaparan.
Masyarakat membutuhkan percobaan dan inovasi seperti ini untuk berkembang; namun, pada saat yang sama, risikonya harus dibatasi agar masyarakat secara keseluruhan terlindung dari ancaman bahaya yang disebabkan oleh kesalahan segelintir orang.
(hlm.57) Tanggung jawab dan kebebasan pribadi amat penting dalam kapitalisme. Politisi dan birokrat yang menangani sejumlah besar dana untuk tujuan investasi infrastruktur atau kampanye pencalonan diri sebagai tuan rumah Olimpiade tidak bekerja di bawah tekanan yang sama, dalam memuat keputusan rasional mereka, dengan yang dialami wirausahawan dan penanam modal.
Jika politisi dan birokrat tersebut membuat kesalahan, sehingga misalnya biaya yang dibutuhkan lebih besar daripada pendapatan, yang harus membayar tagihannya bukanlah mereka.
Dalam perekonomian, ini berarti bahwa, alih-alih menjalani hidup “Senin-Kamis”, kita menyisihkan sebagian sumber daya yang kita miliki dan sebagai balasannya kita mendapatkan bunga atau keuntungan dari orang lain, siapapun itu, yang dapat menggunakan sumber daya tersebut secara lebih efisien daripada kita sendiri.
(hlm.59) Peraturan-peraturan semacam itu umumnya memberikan kekuasaan yang lebih besar terhadap perekonomian kepada para pejabat pemerintah yang bukan merupakan bagian darinya dan yang tidak mempertaruhkan uang milik mereka sendiri.
Mereka menambah beban berat kepada para pencipta kemakmuran. Di tingkat federal saja, para pengusaha Amerika harus memahami lebih dari 134.000 halaman peraturan, ditambah pula dengan 4.167 aturan lain yang baru dikeluarkan oleh berbagai badan berwenang pada 2002 saja. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa semakin banyak orang enggan mewujudkan gagasan mereka dalam bentuk kegiatan wirausaha.
(hlm.60) Ketika peraturan merintangi aktivitas yang sifatnya harus dilakukan, sejumlah besar waktu perusahaan—yang sebenarnya dapat dicurahkan untuk kegiatan produksi—di habiskan untuk memenuhi, atau menghindari, aturan.
Banyak perusahaan akan menggunakan sumber daya yang mereka miliki—yang sebenarnya dapat mereka gunakan untuk investasi—untuk membujuk para politisi supaya menyelaraskan aturan dengan kebutuhan bisnis mereka.
(hlm.61) Jika tujuannya adalah mendapatkan aturan yang tidak memihak dan pejabat yang “bersih”, tidak ada cara ampuh lain selain deregulasi secara besar-besaran.
Amartya Sen berpendapat bahwa perjuangan melawan korupsi merupakan alasan sempurna bagi negara-negara berkembang untuk menderegulasi perekonomian mereka, sekalipun jika hal tersebut tidak memberi manfaat ekonomi lain.
(hlm.62) Pertumbuhan—sebuah anugerah Politik dan ekonomi bukan ilmu pasti: kita tidak dapat melakukan eksperimen laboratorium untuk memastikan sistem mana yang berhasil dan mana yang tidak.
Namun konflik antara kapitalisme dan perencanaan terpusat memberi kita titik terang. Sejarah memberi beberapa contoh ketika negara-negara dengan sejumlah kemiripan—dalam hal populasi, bahasa, dan norma—menerapkan dua sistem berbeda; yakni sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi komando yang dikendalikan secara terpusat.
(hlm.63) Semakin tinggi liberalisme ekonomi di suatu negara, semakin baik kesempatan negara tersebut untuk mencapai kemakmuran yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih cepat, standar hidup yang lebih tinggi, dan rerata usia harapan hidup yang lebih tinggi.
(hlm.65) 32 langkah-langkah liberalisasi diiringi oleh pertumbuhan. Dengan mengatakan ini saya tidak mengimplikasikan bahwa sejarah, kebudayaan, dan faktor-faktor lain tidak relevan bagi pembangunan nasional. Justru sebaliknya, saya percaya bahwa gagasan dan keyakinan manusia berdampak besar bagi pembangunan ekonomi, tetapi di sini saya hanya telah memfokuskan pada faktor-faktor politik yang, tentu saja, memengaruhi insentif orang.
(hlm.67) Berdasarkan perkiraan terbaik, meski masih sangat meragukan, Eropa hanya lebih kaya 20 persen daripada belahan benua lainnya.
Kemudian, pada sekitar 1820, Eropa mulai beranjak dan semakin meninggalkan belahan dunia lainnya sebagai akibat dari Revolusi Industri. Tetapi kemiskinan tetap marak.
(hlm.68) Pertumbuhan global yang terjadi selama kurun 320 tahun antara 1500-1820 diperkirakan hanya senilai 1/30 kali dari apa yang dialami dunia setelah kurun tersebut.
(hlm.69) Pandangan tentang pertumbuhan sebagai tujuan bagi dirinya sendiri itu musykil. Jika benar, hal yang penting akan berarti memproduksi sebanyak mungkin. Pertumbuhan jenis ini mudah diciptakan oleh negara dengan mengambil uang semua orang dan memulai hasil keluaran yang tidak diinginkan penduduk, seperti dalam kasus baja dan peluru di eks-Uni Soviet.
Pertumbuhan harus terjadi dalam kaitannya dengan penduduk, dengan memproduksi barang-barang yang diminta mereka. Itulah mengapa, secara mendasar, hanya di perekonomian pasar lah, di mana permintaan memengaruhi harga dan produksi, pertumbuhan dapat benar-benar terjadi dalam cara yang menguntungkan orang.
(hlm.71) Hukum yang menentang pemukulan terhadap istri tidak akan efektif jika perempuan masih tergantung secara ekonomis untuk bertahan hidup kepada suaminya, karena dalam keadaan demikian sang perempuan tidak akan mengadukan atau meninggalkan suaminya.
(hlm.72) Dua ekonom Bank Dunia, David Dollar dan Aart Kraay, mempelajari statistik pendapatan selama 40 tahun dari 80 negara untuk menelisik nilai kebenaran pandangan tersebut. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa pertumbuhan sama menguntungkannya baik bagi si miskin maupun si kaya. Dengan pertumbuhan sebesar 1 persen, pendapatan rata-rata rakyat miskin naik hingga 1 persen; dengan pertumbuhan 10 persen, kenaikan rata-ratanya juga hingga 10 persen.
(hlm.74) Sebaiknya, orang miskin justru memeroleh keuntungan kurang-lebih sebesar dan secepat yang diperoleh orang kaya. Ia bahkan langsung diuntungkan dengan peningkatan nilai usaha dan daya belinya.
(hlm.76) Perekonomian masyarakat terutama meningkat ketika orang-orang menabung, menanam modal, dan bekerja. Pajak yang tinggi terhadap pekerjaan, tabungan, dan modal, dalam kata-kata John Stuart Mill akan “menghukum orang yang bekerja lebih keras dan menabung lebih banyak daripada tetangganya.”
“Denda adalah pajak ketika Anda melakukan sesuatu yang salah; pajak adalah denda ketika Anda melakukan sesuatu yang benar.”
Kita mengenakan pajak alkohol untuk mengurangi penggunaan alkohol, pajak tembakau untuk mengurangi rokok, dan pajak lingkungan untuk mengurangi polusi. Jadi, mau dibawa ke mana kita dengan pemajakan terhadap usaha, hasil kerja, dan tabungan?
Ahli bedah tinggal di rumah untuk mengecat ruang tamunya alih-alih melakukan sesuatu yang ia kuasai dengan baik—yaitu menyelamatkan nyawa—sebab dengan cara itu dapat menghindari keharusan membayar pajak pendapatan atas pekerjaannya sendiri dan atas upah tukang cat.
(hlm.77) Namun, memandang kesenjangan pendapatan melalui angka-angka statis seperti ini mudah membuat orang lupa bahwa selalu ada mobilitas antara satu kelompok dengan lainnya—umumnya berupa gerakan ke atas atau positif, oleh karena gaji akan naik seiring peningkatan jenjang pendidikan dan lamanya masa kerja.
(hlm.78) Lebih mudah bagi seorang penduduk untuk berpindah ke dalam kelompok pendapatan baru di Swedia karena perbedaan gaji di sana sangat kecil. Di sisi lain, lebih sulit bagi orang tersebut untuk meningkatkan jumlah absolut pendapatannya.
(hlm.79) Kebebasan atau kesetaraan? Mengapa memilih? Jika standar hidup yang lebih baik layak diperjuangkan, maka yang penting adalah seberapa hidup Anda, titik. Bukan seberapa baik hidup Anda dalam perbandingan dengan hidup orang lain.
(hlm.80) Orang harus memiliki aset dasar—hal-hal seperti tanah di wilayah ekonomi yang belum berkembang dan pendidikan di wilayah ekonomi modern—untuk dapat bekerja dengan efektif. Dengan demikian, yang penting adalah tingkat kesetaraan dalam hal aset dasar tersebut dan bukan apa yang biasanya dimaksudkan dalam perdebatan politis—kesetaraan pendapatan dan keuntungan.
Untuk sedikit menyederhanakan permasalahan, hal yang penting adalah kesetaraan kesempatan, bukan kesetaraan hasil.
(hlm.82) “Data yang ada menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang stabil antara pertumbuhan dan kesenjangan.”
(hlm.84) Melalui penelitiannya di 70 negara, ekonom G. W. Scully menemukan bahwa pendapatan terdistribusi lebih merata di negara-negara yang menganut ekonomi liberal, pasar terbuka, dan hak kepemilikan.
(hlm.86) AS berada di urutan ke-11, tetapi ini agak mengecoh karena AS begitu besar sehingga negara ini mengakomodasi perjalanan jarak jauh, perdagangan, dan komunikasi yang lebih panjang di dalam batas-batas negara itu sendiri daripada negara-negara yang kecil.
(hlm.87) Hak kepemilikan, kebebasan berusaha, perdagangan bebas, dan inflasi yang berkurang memberikan pertumbuhan dan kesetaraan secara sekaligus.
(hlm.88) Hak kepemilikan—demi orang miskin Kenyataannya justru terbalik; pasar bebas justru antitesis bagi masyarakat yang mengistimewakan kelompok tertentu. Perdagangan bebas memungkinkan konsumen membeli barang dan jasa dari berbagai pesaing dari seluruh dunia, alih-alih hanya dari perusahaan-perusahaan monopoli setempat.
(hlm.89) Selain itu, orang miskinlah yang paling diuntungkan ketika harga barang turun dengan cepat dalam kaitannya dengan pendapatan, dan persaingan dalam konteks kepemilikan pribadi membantu tercapainya hal tersebut.
(hlm.90) Masalahnya adalah bahwa pemerintah negara di dunia ketiga umumnya tidak mengakui hak kepemilikan, kecuali setelah melalui proses birokrasi yang menyiksa.
(hlm.91) Untuk mendapatkan hak milik sah atas rumah yang dibangun di lahan umum di Peru, orang harus melalui 207 langkah administratif di 52 kantor publik yang berbeda. Siapapun yang ingin memulai usaha sederhana seperti usaha taksi atau layanan bis swasta secara legal harus menunggu selama sekitar 26 bulan untuk melengkapi urusan tetek bengek.
Di Haiti, orang hanya dapat menempati sebidang tanah di lahan umum dengan menyewanya terlebih dahulu selama lima tahun sebelum dibolehkan membelinya kemudian. Namun untuk mendapat izin sewa saja diperlukan waktu dua tahun, melalui 65 tahap. Pembelian lahan secara langsung membutuhkan waktu yang bahkan lebih lama.
Di Filipina, proses serupa membutuhkan waktu 13 tahun.
Izin pendaftaran tanah secara sah di gurun Mesir melibatkan 31 kantor terkait dan membutuhkan waktu antara 5 hingga 14 tahun, sedangkan izin serupa untuk lahan pertanian membutuhkan waktu 6 hingga 11 tahun.
(hlm.92) Bagi yang tidak memiliki sumber daya atau mengenal orang dalam yang berkuasa, hal-hal tersebut merupakan penghalang yang tidak dapat dilalui. Satu-satunya pilihan yang tersisa bagi penduduk miskin adalah menjalankan usaha kecil di sektor informal di luar hukum.
(hlm.93) Itu satu alasan mengapa perekonomian Rusia membutuhkan waktu 10 tahun sebelum dapat memperlihatkan adanya pertumbuhan ekonomi setelah runtuhnya komunisme. Selama itu pulalah pemerintah Rusia memerlukan waktu bahkan hanya untuk memperkenalkan sebuah sistem yang diakui secara universal mengenai kepemilikan tanah pribadi.
(hlm.97) Di negara miskin yang tidak demokratis khususnya, kaum elitlah—penguasa, kerabat dan rekan-rekannya, serta perusahaan besar yang kuat—yang diizinkan menikmati dana publik, sedangkan tagihannya harus dibayar oleh mereka yang tidak mempunyai pengaruh di lingkungan istana ibu kota.
(hlm.98) Pemerintah di sana mengeluarkan $4,30 untuk menyalurkan $1 bagi orang miskin lewat program subsidi pangan.
Hal-hal seperti ini memang benar terjadi; namun, dengan berpatokan pada contoh kasus semata, kita dapat kehilangan realitas yang lebih luas tentang nilai fantastis yang ditawarkan sistem tersebut bagi mayoritas masyarakat jika dibandingkan dengan alternatif-alternatif lain.
(hlm.99) Fokus yang sempit pada ketidaksempurnaan kapitalisme akan mengalami hal selain penindasan. Tetapi orang yang mengutuk sistem tersebut begitu saja harus menjawab pertanyaan ini: Sistem politik dan ekonomi apakah yang dapat mengelola politik dan ekonomi dengan lebih baik?
(hlm.102) Keajaiban “Asia Timur” Karena pemerintah ini berkonsentrasi pada pendidikan dasar, dan menyerahkan pendidikan tinggi kepada pasar swasta, institusi-institusi pendidikan tinggi disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi.
(hlm.103) Hong Kong melaju paling jauh dalam arah tersebut. Orang di sana dapat memulai usaha dan kemudian baru melaporkannya kepada pejabat terkait untuk mendapatkan izin. Ini teramat penting, tidak saja untuk membuka lahan bagi inisiatif melainkan juga untuk menyediakan obat penawar yang efektif terhadap korupsi yang biasanya banyak terjadi di balik prosedur perizinan.
(hlm.105) Perekonomian Taiwan, Thailand, dan Malaysia paling tidak sudah “dibuka” sejak 1963, Jepang sejak 1964, Korea Selatan sejak 1968, dan Indonesia sejak 1970.
(hlm.106) Kekalutan Afrika Tetapi wilayah-wilayah lain yang juga menghadapi tantangan alam dan budaya berhasil meningkatkan standar hidup yang jauh lebih baik daripada Afrika.
(hlm.108) Bukan gurun pasir dan kekeringan penyebab kelaparan dan penderitaan Afrika; para penindas politislah yang secara sistematis menghancur-leburkan potensi negara-negara di sana. Alih-alih “bergantung” pada perdagangan, negara-negara ini malah bergantung pada bantuan pembangunan.
(hlm.109) Siapa saja yang percaya bahwa hirarki bersinonim dengan efisiensi sebaiknya mempelajari negara-negara ini. Bagi penduduk Afrika, makna globalisasi sedikit saja berbeda dari ini: terbangnya para pemimpin mereka ke luar negeri untuk menghadiri konferensi.
(hlm.112) Jika kita periksa riwayat negara Afrika yang telah memilih perdagangan bebas dan ekonomi yang lebih terbuka, tampak bahwa peluang keberhasilan kebijakan liberal di sana amat besar.
Para peternak di Botswana telah dengan cepat menyadari bahwa pasar yang lebih terbuka akan menguntungkan mereka; ini berarti bahwa sebagian besar perekonomian tersebut sudah terpapar pada kompetisi hingga akhir 1970-an. Botswana telah menerapkan perlindungan terhadap hak milik dan tidak pernah menasionalisasi bisnis.
Dengan pertumbuhan ekonomi tahunan Botswana melebihi 10 persen antara 1970-1990, ini bahkan lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia Timur. Negara lain yang secara konsisten melakukan perdagangan bebas adalah negara kepulauan Mauritius.
Negara menarik lain di Afrika adalah Ghana, yang meliberalisasikan ekonominya pada 1983 dan secara bertahap menjadi lebih sejahtera, sementara para tetangganya secara perlahan bertambah miskin. Uganda juga berkembang seperti Botswana dan Mauritius dan merupakan salah satu negara yang melakukan liberalisasi tercepat selama 1990-an.
(hlm.115) III Perdagangan bebas adalah perdagangan adil
(hlm.117) Manfaat bersama Perdagangan bebas sudah dengan sendirinya perdagangan yang adil, karena dia didasarkan pada kerjasama dan pertukaran yang sukarela.
(hlm.118) Kedua pihak terpuaskan dengan pertukaran ini; jika tidak, maka tidak akan terjadi pertukaran. Melalui perdagangan bebas, kita dapat menikmati barang dan jasa yang tidak dapat kita hasilkan sendiri. Dimungkinkannya pilihan bebas berarti kita dapat memilih barang dengan sebaik dan semurah mungkin.
Barangkali hampir semua orang menyadari bahwa Anda dapat memperoleh uang dengan berdagang asalkan Anda memproduksi sesuatu yang lebih baik dari hasil orang lain, namun sejumlah besar kritik yang ditunjukan kepada perdagangan bebas didasarkan pada kekhawatiran bahwa beberapa negara mungkin dapat menghasilkan semua hal dengan lebih baik.
Yang terpenting adalah melakukan sesuatu yang secara relatif Anda kuasai paling baik, bukan yang dapat Anda lakukan secara lebih baik daripada orang lain.
(hlm.121) Atau mereka dapat memanfaatkan tambahan waktu yang berhasil mereka hemat untuk membangun pondok atau perahu. Jika mereka dapat berdagang dengan penduduk di pulau-pulau lain di sekitar mereka, kelebihan makanan mereka akan dapat ditukarkan dengan hasil sandang atau peralatan yang merupakan hasil keunggulan komparatif lain. Prinsip yang menyatakan bahwa adalah ide yang baik untuk berkonsentrasi pada apa yang secara relatif paling baik dilakukannya, tetap berlaku.
(hlm.122) Perusahaan komputer muncul di Lembah Silikon dan raja-raja mode membuka toko-toko di Milan, bukan karena alam telah tersenyum pada mereka, melainkan karena mereka dapat memanfaatkan kontak-kontak yang terspesialisasi, pengetahuan, dan tenaga manusia yang, dengan berbagai alasan, telah muncul di masing-masing tempat tersebut.
Contoh-contoh sederhana di atas menyingkapkan kehampaan substansi dalam argumen bahwa negara seharusnya mandiri dan menghasilkan produk untuk masyarakatnya sendiri. Di perdagangan bebas, menghasilkan produk untuk lain adalah produk bagi sendiri.
(hlm.123) Negara-negara Asia Timur melakukan yang sebaliknya. Mereka menghasilkan produk unggulan terbaik dan mengekspornya; sebagai imbalannya mereka mampu membeli, dalam harga yang lebih murah, apa yang mereka butuhkan.
(hlm.124) Komoditas ekspor pertama Korea Selatan adalah rambut palsu dan papan partikel, Hong Kong menjadi makmur dengan bunga plastik dan mainan murahnya. Barang-barang tersebut, menurut komite perencanaan pusat, bukanlah yang dibutuhkan orang, tetapi dengan mengekspor komoditas tersebut bangsa ini mendapatkan cakupan ekonomi (economic scope) untuk melayani kebutuhannya.
(hlm.125) Pentingnya impor LOGIKA di atas menyikapkan kehampaan sebuah mitos lain tentang perdagangan, yakni bahwa ekspor ke negara lain merupakan hal baik, sedangkan impor dari negara lain hal buruk. Kenyataannya, kita menjadi paling kaya dengan mengekspor produk unggulan terbaik kita, agar dapat mengimpor barang lain yang, jika kita buat sendiri, secara relatif bukan capaian terbaik kita.
(hlm.126) Berdasarkan logika ini, penduduk Kalifornia akan merugi jika membeli barang dari Texas; Brooklyn akan mendapat untung dengan menolak barang dari Manhattan; dan akan lebih baik bagi tiap keluarga untuk menghasilkan sendiri kebutuhan masing-masing daripada berdagang dengan tetangganya.
Perdagangan bukanlah semacam permainan zero-sum, atau kalah-menang, di mana kemenangan bagi satu pihak merupakan kekalahan bagi pihak lain.
(hlm.127) Tetapi perdagangan yang berlangsung reguler secara alamiah antara dua belah pihak, tanpa paksaan ataupun pengekangan, akan selalu menguntungkan kedua belah pihak tersebut, meski nilai keuntungannya tidak selalu setara.
(hlm.128) Para politisi ini menyerukan bahwa mereka akan menyetujui penurunan tarif hanya dengan syarat negara-negara lain juga harus melakukan hal serupa.
Tetapi ini amat tidak rasional, sebab setiap negara akan mendapat keuntungan ketika mereka mengurangi tarifnya dan dapat mengimpor barang dengan harga murah, tak peduli apakah negara lain mengikuti jejaknya atau tidak.
Kebijakan terbaik adalah perdagangan bebas secara sepihak; dalam hal ini Amerika Serikat melucuti tarif-tarif dan kuota-kuotanya sendiri sekalipun negara lain tetap mempertahankan atau bahkan menaikkan tarif atau kuotanya masing-masing.
(hlm.129) Persaingan tentu saja menguntungkan konsumen; namun, sebagai sebuah kelompok, konsumen umumnya tercecer di berbagai tempat dan tidak tergabung dalam organisasi, sehingga mereka tidak mungkin dapat menyatakan keberatan mereka terhadap tarif.
(hlm.132) Para politisi mencoba “melindungi” kita dari sepatu, televisi, dan bahan makanan yang murah! Pertanyaannya adalah mengapa kita membutuhkan perlindungan dari barang-barang tersebut. Sama sekali tidak ada yang tidak adil ketika produsen-produsen luar negeri melakukan “dumping”.
Mereka mungkin terpaksa berbuat demikian karena ingin membuka pasar baru; tentunya sah-sah saja tujuan ini. Kalau perusahaan baru domestik diizinkan berdiri, mengapa perusahaan asing tidak boleh? Tentunya menerapkan aturan-aturan yang berbeda untuk usaha dalam negeri dan usaha luar negeri berarti menciptakan ketidakadilan yang lebih besar daripada dumping.
(hlm.134) Pembayar pajak Amerika pada kenyataannya menyubsidi Swedia dalam mengonsumsi baja dan sejumlah produk lainnya. Dengan kata lain, kita seharusnya menganggap keputusan pemerintah asing untuk mensubsidi industri ekspornya, bukan sebagai ancaman, tetapi semacam hadiah yang salah arah.
(hlm.135) Perdagangan bebas, ibunda pertumbuhan Modal dan tenaga kerja dari sektor yang kurang bersaing atau tua ditransfer ke sektor-sektor yang lebih dinamis dan baru. Itu berarti bahwa suatu negara yang berubah ke arah kebijakan perdagangan bebas yang lebih ramah bangkit ke tingkat produksi dan kemakmuran yang lebih tinggi dan dengan demikian dapat mengantisipasi percepatan pertumbuhan yang substansial, setidaknya untuk beberapa tahun pertama.
(hlm.136) Bukan kebetulan bahwa wilayah-wilayah yang paling dinamis seringkali berlokasi di pesisir, dekat dengan kota dan kota besar, sedangkan yang tertinggal di belakang biasanya tidak berakses, dan seringkali berada di pegunungan.
(hlm.139,140) Bagaimana kita dapat membedakan antara korelasi dan kausalitas? Bagaimana kita menentukan arah kausalitas? Paling utama untuk dicamkan adalah sebagai berikut: ketika suatu negara menerapkan perdagangan bebas, maka akan wajar baginya untuk melakukan reformasi-reformasi liberal lainnya, seperti di bidang perlindungan terhadap hak milik, pengurangan inflasi, dan anggaran berimbang.
Maka, sulitlah memisahkan dampak suatu kebijakan dari dampak kebijakan lain. Permasalahan dalam pengukuran merupakan masalah nyata; karena itu, temuan selalu harus diterima sebagai sesuatu yang terbuka untuk dipertanyakan atau diragukan, tetap merupakan hal yang menarik bahwa studi di atas memperlihatkan, dengan sedikit pengecualian, manfaat-manfaat besar dari perdagangan bebas. Namun demikian, temuan-temuan tersebut harus didukung oleh analisis teoretis dan kajian kasus terhadap masing-masing negara pada masa sebelum dan sesudah ditempuhnya liberalisasi perdagangan. Kajian semacam itu juga akan menunjukkan dengan jelas manfaat perdagangan bebas.
Ekonom Sebastian Edwards menyatakan bahwa yang penting bukanlah menggagas pengukuran yang pasti dan obyektif, melainkan menguji banyak variabel yang berbeda agar dapat dilihat apakah muncul suatu pola. Dengan menggunakan 8 tolok ukur keterbukaan, ekonom ini telah membuat 18 perhitungan berdasarkan beberapa perangkat data dan berbagai metode perhitungannya.
(hlm.143) Semakin miskin mereka pada awalnya, semakin cepat perekonomian mereka tumbuh begitu mereka membuka diri.
(hlm.144) Sejak 1780, Inggris membutuhkan 58 tahun untuk menggandakan kekayaannya. Seratus tahun kemudian, Jepang hanya membutuhkan 34 tahun untuk melakukannya, dan negara-negara lain setelah itu, seperti Korea Selatan, hanya membutuhkan 11 tahun.
(hlm.148) Globalisasi dan pengangguran massal Namun demikian, pekerjaan-pekerjaan baru semakin bermunculan di seluruh penjuru dunia, alih-alih melenyap.
Menarik juga untuk disimak bahwa di negara dengan perekonomian paling menginternasionalisasi, yakni yang paling memanfaatkan teknologi modern, lapangan kerja telah meningkat paling pesat.
Sebaliknya, 70 persen pekerjaan baru tersebut menawarkan gaji melebihi tingkat median di AS.
(hlm.149) Apakah ini berarti bahwa tidak ada yang dapat dilakukan orang-orang tersebut, bahwa konsumsi orang tetap konstan? Tidak, karena hal itu juga berarti munculnya cakupan konsumsi yang lebih besar. Uang yang dulunya digunakan untuk membayar tenaga kerja pertanian sekarang dapat dimanfaatkan untuk membeli komoditas lain seperti sandang, buku-buku, dan barang-barang industri yang lebih baik.
Orang yang tidak dibutuhkan lagi di bidang pertanian dapat beralih ke bidang-bidang usaha lain yang menghasilkan sandang, buku-buku, dan barang-barang industri tersebut.
Sebelumnya, sekitar 80 persen populasi Swedia bekerja di bidang pertanian. Sekarang, proporsinya kurang dari 3 persen. Tetapi apakah ini berarti 77 persen populasi Swedia sekarang menganggur?
(hlm.150) Gagasan bahwa kuantitas pekerjaan itu konstan, bahwa pekerjaan yang diperoleh seseorang selalu diambil dari pekerjaan orang lain, telah menimbulkan beragam tanggapan. Dia telah menyebabkan sebagian orang menganggap bahwa pekerjaan harus dibagi-bagi; sebagian menganjurkan agar bea masuk dinaikkan dan imigran didepak keluar. Semua pandangan ini salah.
(hlm.151) Di sini mungkin muncul pertanyaan yang masuk akal: “Apakah proses itu tidak akan pernah berakhir? Apa yang akan terjadi bila semua kebutuhan kita terpenuhi oleh sejumlah kecil tenaga kerja?”
Ketika kemampuan produksi kita meningkat, kita akan selalu memilih memuaskan kebutuhan baru, atau memuaskan kebutuhan lama dengan lebih baik dari sebelumnya.
(hlm.152) Ini memberikan kita standar hidup yang lebih tinggi, tetapi bagaimana konotasi istilah “perusakan,” tidak semua orang memeroleh keuntungan dari setiap perubahan pasar dalam jangka waktu pendek. Tentu saja sangat menyakitkan bagi mereka yang telah menanamkan modal bagi solusi lama dan bagi mereka yang harus menganggur karena bergerak di bidang industri yang kurang efisien.
(hlm.153) Namun demikian, tekanan ini tidak sebanding dengan yang dihadapi manusia di abad-abad silam, yang mungkin berwujud sebagai ketidakmampuan dalam mendapatkan makanan sehari-hari atau kebutuhan lainnya, atau rusaknya mata pencaharian akibat bencana kekeringan atau banjir. Risiko tersebut juga tidak sebanding dengan kegalauan petani Etiopia saat ini, yang bergantung pada hujan dan kesehatan ternaknya.
(hlm.154) Adalah hal mudah mewartakan tentang 300 orang yang kehilangan pekerjaan mereka akibat persaingan dengan Jepang. Sebaliknya, mewartakan ribuan pekerja baru yang tercipta karena kita mampu menggunakan sumber daya alam secara efisien, tidak mudah dan kurang dramatis. Tidak mudah untuk mewartakan seberapa banyak konsumen telah diuntungkan dengan adanya pilihan yang lebih luas, mutu yang lebih baik, dan harga yang lebih rendah akibat didorong persaingan.
Hampir tidak ada konsumen di dunia yang menyadari bahwa ia telah diuntungkan senilai antara $100-200 miliar dolar Amerika setiap tahun melalui langkah-langkah liberalisasi perdagangan yang telah diterapkan menyusul perundingan perdagangan Putaran Uruguay; tetapi sesungguhnya perbedaannya terlihat dalam wujud lemari es, peralatan elektronik rumah tangga, dan dalam isi dompet kita.
(hlm.155) Biaya yang harus ditanggung oleh satu kelompok kecil pada suatu peristiwa terpisah lebih mudah terlihat dan diamati, tetapi manfaat yang meningkat secara bertahap dan dinikmati oleh hampir semua orang, merayap ke arah kita tanpa pernah kita pikirkan.
(hlm.156) Masalah terbesar seharusnya terjadi di AS, yang transformasi ekonominya berlangsung terus-menerus. Tetapi pasar kerja AS ibarat hydra dalam legenda Herkules. Di mitos ini, setiap kali Herkules berhasil memenggal kepala sang binatang buas, dua kepala baru akan muncul.
Setiap dua pekerjaan yang hilang di AS selama 1990-an, tiga pekerjaan baru tercipta. Pola ini meningkatkan kesempatan bagi semua orang: tidak ada pelindung yang lebih baik terhadap pengangguran daripada harapan mendapatkan pekerjaan baru.
(hlm.157) Segera setelah memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1992, pemerintah Estonia menghapus semua tarif masuk dalam sekali gebrakan. Rerata tingkat tarif saat ini adalah 0 persen. Pemberlakuan tarif terbukti tidak berhasil. Ekonomi Estonia dengan pesat dibangun kembali di atas dasar persaingan.
(hlm.159) Kebebasan bergerak—juga bagi manusia Meskipun kebijakan imigrasi AS, untungnya, telah menjadi lebih tercerahkan dan semakin inklusif sejak Kongres menerapkan peraturan yang rasis, seperti Undang-Undang Pencekalan Orang Cina tahun 1882, untuk menangkal orang-orang yang “inferior”, regulasi yang ketat tetap berlaku.
(hlm.160) Bagi banyak perempuan, satu-satunya kesempatan untuk melarikan diri dari kesulitan hidup di negara asal adalah melalui sindikat kriminal yang memaksa mereka menjadi pelacur; ketika mereka mencoba membebaskan diri dari dunia kelam itu, sindikat tersebut mengancam akan melaporkan mereka ke pihak berwenang.
(hlm.162) Salah besar jika pendatang dianggap sebagai beban negara, para pendatang mewakili tenaga manusia dan pendorong konsumsi yang memacu pertumbuhan pasar. Semakin besar imigrasi berarti semakin banyak orang siap bekerja, semakin banyak orang berbelanja, dan semakin banyak orang yang menetaskan gagasan baru.
Jauh dari gambaran sebagai saluran yang mengeringkan sumber daya publik, penelitian besar yang dilakukan pakar ekonomi Julian Simon menemukan bahwa rata-rata pendatang sah menerima lebih sedikit dari pemerintah dan membayar lebih banyak pajak daripada rata-rata warga negara asli.
(hlm.165) IV Pembangunan negara berkembang
(hlm.167) Distribusi yang timpang: distribusi kapitalisme Kritik tersebut terdengar seolah-olah yang miskin menjadi miskin karena yang kaya menjadi kaya, seolah-olah 20 persen populasi yang terkaya telah mencuri sumber daya dari 80 persen populasi yang lain. Ini salah.
Pencurian sumber daya memang terjadi di masa penjajahan, tetapi perannya relatif kecil terhadap kesejahteraan dunia Barat dan terhadap kemiskinan penduduk miskin.
Di banyak wilayah jajahan perkembangan justru terjadi lebih cepat ketika dijajah daripada sebelumnya. Beberapa negara terkaya dunia—seperti Swiss dan negara-negara Skandinavia—tidak pernah mempunyai negara jajahan. Di sisi lain, beberapa negara yang paling terlambat perkembangannya di dunia—Afghanistan, Liberia, dan Nepal, contohnya—tidak pernah dijajah.
(hlm.168) Mereka benar bahwa ketika mengatakan bahwa ketimpangan atau ketidaksetaraan ini ditimbulkan oleh kapitalisme—tetapi alasannya tidak seperti yang mereka pikirkan. Perbedaannya adalah karena negara-negara tertentu yang telah memilih jalan kapitalisme berhasil memberikan kesejahteraan yang fantastis kepada penduduknya, sedangkan negara-negara yang menghalangi kepemilikan, perdagangan, dan produksi tertinggal jauh di belakang.
(hlm.169) Kesenjangan di dunia adalah akibat kapitalisme. Bukan karena kapitalisme telah memiskinkan kelompok-kelompok tertentu, tetapi karena mereka yang menerapkan kapitalisme menjadi kaya. Distribusi kekayaan yang tidak merata di dunia disebabkan oleh tidak meratanya distribusi kapitalisme.
(hlm.173) Aib orang kulit putih Negara berkembang sebenarnya akan paling diuntungkan dengan meningkatnya perdagangan bebas secara global di sektor manufaktur.
(hlm.175) Per harinya, rata-rata sapi menerima bantuan sebesar $2,50, sedangkan pada saat yang sama hampir 3 miliar penduduk dunia menghabiskan kurang dari $2 per hari untuk bertahan hidup.
(hlm.176) Dia merupakan cara sistematis dan disengaja untuk melemahkan jenis-jenis industri pertanian di mana negara-negara berkembang mempunyai keunggulan komparatif.
(hlm.179) Beberapa tahun belakangan ini baik Amerika Serikat maupun Uni Eropa melakukan reformasi perdagangan bebas simbolik terhadap negara termiskin.
(hlm.182) Kasus Amerika Latin Kelompok kecil elit ini meraup keuntungan yang sangat besar, tetapi tidak pernah menanamkan modalnya. Mereka tidak memerlukan mesin yang dapat menghemat buruh, karena memiliki buruh yang melimpah ruah, dan mereka tidak perlu memperbaiki produktivitas lahan karena masih tersedia berhektar-hektar lahan lagi yang dapat digarap.
(hlm.183) Kebijakan yang diterapkan negara Amerika Latin adalah contoh buku-teks tentang proteksionisme—dan juga tentang bunuh diri ekonomi.
(hlm.184) Mereka yang tidak duduk di posisi yang kuat dan bukan merupakan anggota koalisi yang kuat—orang Indian, buruh pedesaan, pewirausaha kecil, dan penduduk permukiman kumuh di perkotaan—semakin tertinggal jauh di belakang.
(hlm.185) Di Cili, harga satu unit mobil di tahun 1960-an tiga kali lipat lebih mahal daripada harga pasar di dunia, akibatnya hanya orang kaya yang mampu membeli mobil.
(hlm.188) Jalan raya perdagangan Sosiolog Fernando Henrique Cardosa, yang karyanya merupakan sumbangan penting terhadap teori ketergantungan, terpilih sebagai Presiden Brazil pada 1994 dan berusaha menerapkan aturan yang meliberalkan perdagangan! Sekarang negara berkembang menuntut perundingan perdagangan agar pasar yang kaya di negara kaya membuka pintu ekspor bagi mereka.
(hlm.189) Ini secara khusus menyenangkan bagi usaha orang Amerika, karena penduduk India bangun hampir pada saat yang sama ketika penduduk Amerika mulai tidur. Bahkan pengawasan terhadap ruangan kantor dapat dilakukan dari belahan dunia yang lain dengan bantuan satelit. Dengan layanan intensif seperti ini, negara berkembang jelas mempunyai keunggulan komparatif. Mereka mendapatkan pekerjaan dan gaji yang lebih tinggi, sementara pada saat yang sama layanan dibuat lebih murah bagi pelanggan mereka di negara industri.
(hlm.190) Teori ketergantungan telah dibuktikan salah oleh sejarah.
(hlm.192) Ketika suatu negara miskin, dia menjadi tempat terbaik bagi pekerjaan-pekerjaan yang paling sederhana atau yang membutuhkan keterampilan paling minim. Namun apabila negara tersebut berkembang lebih kaya, produksinya akan menjadi lebih efisien dan penduduknya akan menjadi lebih terampil, sehingga negara akan menjadi lebih baik dengan proses-proses produksi yang kaya-teknologi, yang bermutu lebih tinggi, dan pada akhirnya akan cocok untuk proses-proses produksi yang kaya-pengetahuan.
(hlm.193) “Biarkan mereka tetap memberlakukan tarif” Tarif memaksa konsumen membeli barang dari pabrik di negara mereka sendiri, yang membuat pabrik menjadi semakin kaya. Tetapi karena tidak dihadapkan pada persaingan, pabrik tidak menerima tekanan untuk memperbaiki efisiensi dan menata kembali produksi, atau menurunkan harga barang.
(hlm.194) Justru sebaliknya, kebijakan protektif adalah cara untuk melucuti mekanisme pasar, yang memisah proyek yang gagal dari yang sukses. Ada beberapa contoh industri yang digagas pemerintah yang berhasil dan sejumlah contoh kerugian besar: sektor industri India yang gagal, industri otomotif di negara Amerika Selatan, dan proteksi yang diberikan Suharto kepada industri motor Indonesia (yang kebetulan dikepalai oleh anaknya sendiri).
Sebaliknya usaha MITI untuk menciptakan industri baru yang mandiri terhadap pasar kurang berhasil. Institusi ini menanamkan modal miliaran, misalnya, untuk reaktor breeder cepat, komputer generasi kelima, dan mesin bor minyak yang dikendalikan dari jauh, semuanya merupakan kegagalan yang mahal.
Untunglah—bagi masyarakat Jepang—MITI gagal juga dalam mengendalikan sektor-sektor tertentu, seperti yang pernah terjadi pada awal 1950-an ketika berusaha menghapuskan secara bertahap produsen mobil kecil dan mencegah Sony mengimpor teknologi transistor. Di Barat, terjadi juga kerugian besar seperti pesawat Concorde Anglo-French dan televisi digital Swedia.
(hlm.195) Tembok tarif, yang semula dimaksudkan untuk memberikan proteksi sementara bagi perusahaan yang dapat bertahan, sebaliknya memberikan proteksi permanen kepada yang tidak efisien.
(hlm.198) Perangkap utang Mungkin itu terdengar bagus, tetapi pada dasarnya lembaga ini adalah organisasi bantuan pembangunan dan negara yang memilih menyalurkan bantuan pembangunan mereka melalui lembaga ini mengharapkan agar dilibatkan dalam memutuskan cara menggunakan uang yang mereka belikan.
(hlm.200) Hikmah terpenting yang dapat diambil dari rekomendasi puluhan-tahun IMF dan Bank Dunia mengatakan: betapa tidak signifikannya dampak langsung lembaga-lembaga ini terhadap negara-negara penerima pinjaman. Bagi banyak pemerintah yang mengalami krisis, pinjaman IMF dan Bank Dunia telah memberikan kesempatan terakhir untuk menghindarinya reformasi ekonomi yang drastis dan nyata. Negara hanya perlu menjanjikan reformasi demi memperoleh sejumlah besar uang yang akan mereka gunakan.
(hlm.204) Tetapi pertanyaannya adalah mengapa seseorang harus dipaksa membayar utang orang lain. Umpamakan seorang diktator meminjam sejumlah besar uang untuk membangun kekuatan militer negaranya dan kekayaannya sendiri, tetapi kemudian, setelah terjadi perubahan besar di kancah politik, rezim demokratik berhasil mengambil alih kekuasaan dan menemukan fakta bahwa sang diktator tersebut ternyata menggenggam setumpuk surat utang.
Mengapa pembayar pajak harus membayar utang uang yang tidak pernah mereka pinjam? Apakah tidak lebih masuk akal bagi sang peminjam untuk menanggung beban negara yang tidak mampu membayar utangnya?
(hlm.206) Yang sebenarnya dapat menolong adalah strategi “sekali untuk selamanya”. Dengan begitu, utang negara miskin yang pemerintahnya berorientasi reformasi akan dihapuskan dan pada saat yang sama dipastikan bahwa tidak akan ada lagi utang serupa di masa yang akan datang.
(hlm.207) Dalam ungkapan ahli ekonomi pembangunan internasional Peter T. Bauer, bantuan pembangunan seringkali sama saja dengan memindahkan uang dari “orang miskin di negara kaya kepada orang kaya di negara miskin”.
(hlm.209) Obat mujarab Satu keberatan umum terhadap ekonomi pasar adalah bahwa ia menyebabkan orang dan perusahaan memproduksi demi keuntungan, bukan demi kebutuhan.
(hlm.211) Jika hak paten untuk HIV/AIDS sepenuhnya dihilangkan, jauh lebih banyak orang miskin di dunia akan dapat membelinya, karena obat tersebut dapat diproduksi kembali dengan harga yang jauh lebih murah. Itu mungkin saja membuka akses yang lebih besar bagi orang untuk mendapatkan obat-obatan saat ini, tetapi itu juga akan mengurangi secara drastis ketersediaan obat di masa depan, karena perusahaan obat menghabiskan sumber daya dalam jumlah besar untuk membuat obat. Untuk setiap obat yang berhasil, ada rata-rata 20 sampai 30 obat yang tidak berhasil, dan memproduksi satu obat baru yang layak jual membutuhkan biaya ratusan juta dolar AS.
(hlm.212) Secara pribadi, menurut saya akan lebih berarti jika kita berharap pada filantropikapitalis yang dermawan, ketimbang dari politisi. Kapitalisme tidak memaksa orang untuk memaksimalkan keuntungan mereka setiap saat; kapitalisme dapat memanfaatkan kekayaannya bila mereka anggap pas dan bebas dari pertimbangan politik.
Bill Gates sendiri dengan perusahaan Microsoft miliknya, personifikasi sebenarnya dari kapitalisme modern, berjuang lebih keras dan berupaya lebih gigih melawan penyakit-penyakit di negara berkembang dibandingkan dengan yang dilakukan pemerintah Amerika.
Jadi kenyataan bahwa kekayaan Bill Gates bernilai lebih $50 miliar seharusnya memberikan penduduk dunia yang miskin dan sakit alasan untuk bergembira. Jelas, penduduk miskin dan sakit tersebut akan memperoleh lebih banyak dari Gates-Gates lain, ketimbang dari seluruh Eropa dan WHO-WHO lainnya.
(hlm.215) V Lomba menuju puncak
(hlm.220,221) Saya mendukung perdagangan bebas tetapi… Para pemberi pekerjaan di sana, dengan tingkat pembangunan yang masih rendah, memang tidak mampu membayar upah yang lebih tinggi atau menciptakan kondisi kerja yang lebih baik oleh sebab rendahnya produktivitas.
Upah akan meningkat ketika nilai pekerjaan juga bertambah besar atau ketika produktivitas meningkat—dan itu hanya dapat dicapai melalui peningkatan investasi, perbaikan infrastruktur, peningkatan pendidikan, penambahan mesin-mesin baru, dan pengorganisasian yang lebih baik. “Di negara miskin seperti negara kami alternatif bagi pekerjaan berbayar-rendah bukanlah pekerjaan berbayar-tinggi, melainkan pekerjaan yang tidak pernah ada.”
Pada efeknya, klausul-klausul tentang pekerja dan lingkungan hidup di negara-negara berkembang mengatakan: kalian terlalu miskin untuk berdagang dengan kami, dan kami tidak akan berdagang dengan kalian sebelum kalian kaya.
Dan inti masalahnya adalah: negara berkembang hanya dapat menjadi lebih kaya melalui perdagangan; mereka hanya dapat memperbaiki standar hidup dan kondisi sosial mereka setahap demi setahap. Situasi yang mereka alami adalah situasi Catch-22 (lingkaran setan): mereka tidak dapat melakukan perdagangan sebelum kondisi kerja dan perlindungan lingkungan di negara mereka mencapai standar tinggi, tetapi mereka tidak bisa meningkatkan tingkat kondisi kerja dan standar perlindungan lingkungan jika mereka tidak diperbolehkan berbisnis dengan kita. Ini mengingatkan kita pada sebuah oksimoron yang mengerikan peninggalan Perang Vietnam: “kita terpaksa membumihanguskan desa demi menyelamatkannya”.
Bayangkan jika gagasan ini aktual pada akhir abad ke-19. Andai itu yang terjadi, Inggris dan Prancis pada saat itu akan mendapatkan bahwa upah pekerja di Swedia hanya sebagian kecil dari upah di negara mereka; bahwa di Swedia orang bekerja 12 sampai 13 jam per hari, enam hari sepekan; dan bahwa rakyat Swedia menderita kekurangan gizi yang kronis.
(hlm.225) Buruh anak Saat ini ada sekitar 250 juta anak yang bekerja pada kisaran usia antara 5 dan 14 tahun. Masalahnya, sekali lagi, adalah bahwa negara berkembang dinilai dengan standar hidup material yang berlaku di negara kaya. Faktanya adalah bahwa tenaga kerja anak juga banyak ditemukan di Barat hanya beberapa generasi yang lalu.
(hlm.226) Di negara miskin anak-anak bekerja bukan karena kekejaman orang tua melainkan karena keluarga mereka membutuhkan pendapatan tambahan dari mereka agar keluarga dapat bertahan hidup. Oleh karena itu kita tidak bisa begitu saja melarang anak-anak bekerja di negara semacam itu, apalagi menghalangi mereka mengekspor barang kepada kita. Jika itu yang kita lakukan, selama kondisi materi belum membaik, anak-anak tersebut akan terpaksa menerima pekerjaan yang lebih buruk—dalam bentuk terburuknya, di dunia kriminal dan pelacuran.
Pada 1992 terungkap fakta bahwa gerai pertokoan Wal-Mart telah membeli pakaian yang diproduksi oleh perusahaan yang memperkerjakan anak-anak. Setelah itu Kongres AS mengancam melarang impor dari negara-negara yang memperkerjakan anak. Akibatnya, ribuan buruh anak di Bangladesh langsung dipecat dari industri tekstil.
Saat organisasi-organisasi internasional menindaklanjuti masalah ini melalui penyelidikan, diketahui bahwa banyak dari anak-anak tersebut telah pindah kerja ke tempat-tempat yang lebih berbahaya, yang mengupah lebih rendah, dan yang, dalam beberapa kasus mempekerjakan anak-anak sebagai pelacur. Boikot serupa terhadap industri karpet di Nepal menurut UNICEF juga berakhir dengan terjerumusnya lebih dari 5.000 gadis di bawah umur ke dunia prostitusi.
(hlm.227) Dalam kasus Swedia, persoalan buruh anak berhasil diputuskan, meski bukan melalui pelarangan melainkan melalui pertumbuhan ekonomi yang sedemikian rupa sehingga para orang tua mampu memberi anak-anak mereka pendidikan dengan begitu memaksimalkan pendapatan anak-anak mereka kelak, dalam jangka panjang.
(hlm.230) Tetapi Bagaimana dengan kita? Kebanyakan konsumen pada dasarnya tidak tertarik membeli barang dari pekerja yang berupah rendah; yang mereka inginkan adalah produk yang sebaik dan semurah mungkin, siapapun pembuatnya. Alasan mengapa upah di negara-negara berkembang lebih rendah adalah karena perusahaan-perusahaan di sana kurang produktif; artinya, mereka memproduksi lebih sedikit per setiap pekerja.
(hlm.231) Perusahaan umumnya juga tidak mementingkan tenaga kerja yang murah—karena, jika demikian, seluruh produksi dunia akan terkonsentrasi di Nigeria. Perusahaan lebih tertarik mendapatkan laba sebesar mungkin dari investasi modalnya.
(hlm.232) Faktanya, sejak perjanjian perdagangan bebas ini diberlakukan pada 1995, lapangan kerja di Amerika Serikat justru bertambah 10 juta.
(hlm.233) Pada intinya, yang penting bagi perusahaan-perusahaan tersebut adalah stabilitas sosial dan politik, kepastian hukum, pasar bebas, infrastruktur yang baik, dan tenaga kerja yang terlatih. Ketika negara-negara saling berlomba menuju puncak—bukan lomba menuju kehancuran.
(hlm.234) Menurut sebuah statistik Amerika waktu kerja saat ini kira-kira separuh waktu kerja 100 tahun lalu; bahkan sejak 1973 saja waktu kerja mengalami penurunan 10 persen atau 23 hari per tahun. Artinya, sejak 1973 pekerja di Amerika rata-rata memiliki lima tahun waktu luang tambahan.
(hlm.236) Jadi tak heran jika akibat yang muncul kemudian adalah rasa frustrasi akibat kehabisan waktu untuk semua itu.
(hlm.238) Besar itu Indah Yang harus ditakuti bukanlah ukuran, melainkan monopoli. Kekuasaan negara didasari pada hak untuk melakukan paksaan, dengan dukungan aparat kepolisian.
Satu-satunya “kekuasaan” yang dimiliki korporasi untuk membuat orang bekerja padanya atau membeli produknya semata-mata didasari pada kemampuan mereka menawarkan sesuatu yang diinginkan orang—baik berupa lapangan kerja, barang, atau jasa.
(hlm.239) Perdagangan bebas telah membuat korporasi terpapar pada persaingan. Di atas semua ini, para konsumenlah yang telah menjadi semakin bebas, sehingga mereka tanpa dapat memilih dan memilah dengan leluasa, bahkan melampaui batas-batas nasional, dan menolak perusahaan-perusahaan yang tidak memuaskan mereka.
(hlm.240) Monopoli gula di negara-negara Eropa bertahan hingga sekarang akibat pengenaan tarif yang dikenakan UE untuk komoditas tersebut. Akibatnya, harga gula di UE dua atau tiga kali lebih mahal daripada di seluruh pasar lainnya di dunia. Para kapitalis jarang merupakan penganut kapitalisme: seringkali, mereka justru paling berkepentingan dengan praktik-praktik monopoli dan pemberkahan hak-hak istimewa yang mendapat perlindungan hukum.
(hlm.241) Perdagangan bebas juga memberi hak yang sama kepada pelayan-pelayan lain—bangsa asing sekalipun!—untuk menyajikan menu-menu saingan. Pecundang dalam proses semacam ini, jika ada, adalah dia yang dulunya memiliki monopoli.
(hlm.244) Praktis semua negara industri lebih besar daripada korporasi.
(hlm.246) Ketika sebuah perusahaan lebih produktif dari perusahaan lain, maka dia dapat memproduksi barang dengan lebih murah. Karena, sebagai konsekuensinya, karyawan-karyawannya sangat bernilai, perusahaan tersebut akan berani menggaji lebih tinggi dan menawarkan kondisi kerja yang lebih baik daripada perusahaan lain.
Hal ini tampak jelas jika kita lihat betapa para karyawan di pabrik-pabrik dan kantor-kantor milik perusahaan Amerika yang membuka cabang di negara berkembang lebih diuntungkan atau mendapat bayaran lebih baik daripada mereka yang bekerja di tempat-tempat lain di negara yang sama.
(hlm.248) Zhou Litai, seorang pengacara buruh ternama di Cina, telah menunjukkan bahwa konsumen-konsumen Amerikalah yang menjadi daya dorong utama di balik peningkatan kondisi kerja sebab mereka mendorong Nike, Reebok, dan merek lain untuk meningkatkan standar: “Jika Nike dan Reebok hengkang dari sini,” kata Zhou, “tidak ada tekanan lagi. Itu jelas”.
(hlm.251) Dalam buku berjudul No Logo, yang dengan cepat menjadi populer di lingkungan anti-kapitalisme, aktivis asal Kanada, Naomi Klein, mengklaim bahwa perusahaan-perusahaan Barat telah menciptakan kondisi kerja yang mengerikan di zona-zona seperti itu. Tetapi ia tidak memberi bukti apa pun. Ia hanya mendengar selentingan desas-desus tentang kondisi buruk di satu perusahaan di zona pemroses ekspor Filipina, yang diakui Klein telah dikunjunginya karena tempat tersebut termasuk yang terburuk.
(hlm.254) Seorang penjajah di jalanan bisa saja menipu kita karena setelah itu kita tidak akan pernah bertemu lagi dengannya, sedangkan merek-merek dagang terkenal, demi keberlangsungan hidup masing-masing perusahaannya, harus ditampilkan dalam perilaku yang terpuji.
(hlm.258) “Gold and green forests” Negara-negara yang terlalu miskin terlalu sibuk mengangkat diri dari jurang kemiskinan untuk menggubris masalah lingkungan hidup.
(hlm.259) Bagi mereka, mengurangi penderitaan dan kelaparan adalah hal-hal yang lebih utama daripada melindungi alam. Setelah kita mencapai standar hidup yang lebih baik, barulah kita mulai melihat pentingnya lingkungan dan mendapatkan sumber daya untuk memperbaikinya.
(hlm.263) Justru sebaliknya, di negara-negara berkembanglah kita menemukan persoalan lingkungan hidup yang paling parah dan paling membahayakan. Di belahan dunia kaya, semakin banyak penduduk yang memikirkan masalah lingkungan hidup, misalnya tentang wilayah-wilayah hutan yang terancam punah. Di negara-negara berkembang, lebih dari 6.000 orang meninggal setiap harinya akibat polusi udara karena mereka masih menggunakan kayu, kotoran sapi, atau limbah pertanian untuk menghangatkan rumah atau menyiapkan makanan mereka.
(hlm.266) Lomborg menunjukkan bahwa dalam beberapa dasawarsa terakhir polusi udara dan emisi di negara-negara berkembang telah jauh berkurang.
(hlm.267) Lomborg menunjukkan bahwa, alih-alih terjadinya kerusakan hutan dalam skala besar-besaran, luas wilayah hutan di seluruh dunia meningkat dari 40,24 juta menjadi 43,04 juta kilometer persegi antara 1950 dan 1994. Ia menemukan bahwa hujan asam merupakan penyebab terbesar terjadinya kematian pohon dalam jumlah besar-besaran.
(hlm.268) Seluruh air tawar yang dikonsumsi di dunia saat ini dapat diproduksi dengan sebuah mesin desalinasi bertenaga surya, dan instalasi peralatannya akan memakai 0,4 persen wilayah Gurun Sahara. Jelas bahwa beberapa bahan mentah yang kita pakai sekarang, dalam kuantitas sekarang, tidak akan cukup bagi seluruh penduduk di muka bumi jika semua orang mengonsumsi hal-hal yang sama. Namun, pertanyaan ini kira-kira sama naifnya dengan seorang manusia batu yang hidup berkecukupan yang mengklaim bahwa batu, garam, dan kulit binatang akan habis jika semua orang mengonsumsi seperti dirinya. Faktanya, pemakaian bahan mentah tidak bersifat statis.
(hlm.269) Dulu, pasir tidak pernah menjadi bahan mentah yang dilirik orang atau dianggap berharga, tetapi sekarang dia merupakan bahan mentah utama bagi teknologi terdahsyat di zaman kita sekarang, tepatnya untuk komputer. Dalam bentuk silikon (pasir silikon)—yang membentuk seperempat kerak bumi, dia merupakan bahan mentah kunci untuk chip komputer.
(hlm.270) Harga-harga turun, yang menandakan bahwa permintaan tidak melampaui pasokan. Dalam hubungannya dengan upah, jika kita menghitung berapa lama kita harus bekerja untuk menghasilkan uang senilai harga sejumlah bahan mentah, akan kita dapatkan bahwa sumber alam sekarang ini 50 persen lebih mahal daripada 50 tahun lalu atau hanya 20 persen lebih mahal dari harga 100 tahun lalu.
Dibandingkan dengan harga-harga sekarang, pada 1900 harga listrik adalah delapan kali lebih tinggi; harga batu bara tujuh kali lebih tinggi; dan minyak lima kali lebih tinggi.
(hlm.271) Lalu orang mulai mendeklarasikan bahwa penyambungan telepon untuk seluruh penduduk Cina secara fisik itu tidak memungkinkan, sebab dunia tidak memiliki cukup tembaga untuk menginstalasi jalur telepon tebal di seluruh Cina.
Namun sebelum ini berkembang menjadi masalah, ternyata optik fiber dan satelit mulai menggantikan tembaga. Harga tembaga, sebagai komoditas yang disangka orang akan langka, terus mengalami penurunan; saat ini harganya hanya berkisar sepersepuluh dari harga 200 tahun yang lalu.
(hlm.272) Pengakuan terhadap hak kepemilikan pribadi akan menghasilkan pemilik-pemilik dengan kepentingan jangka panjang. Pemilik tanah, misalnya, harus memastikan bahwa tanah atau hutan dalam keadaan yang baik akan tersedia esok hari, sebab jika tidak demikian, ia tidak akan mendapatkan penghasilan. Maka, tidaklah mengherankan jika pengurusan lingkungan hidup terparah dalam sejarah terjadi di negara-negara komunis, di mana semua kepemilikan adalah kepemilikan kolektif.
(hlm.273) Ternyata noktah tersebut adalah sebuah area yang dimiliki secara pribadi; para pemilik wilayah tersebut, yang berhasil menghalangi eksploitasi tersebut, membangun peternakan sapi di sana, yang membawa keuntungan jangka panjang.
Dengan prosedur produksi modern, kini dibutuhkan 97 persen lebih sedikit logam untuk memproduksi kaleng minuman dibandingkan 30 tahun yang lalu; salah satu penyebabnya adalah penggunaan bahan mentah berupa alumunium ringan. Sebuah mobil saat ini hanya membutuhkan separuh dari total bahan logam yang dibutuhkan untuk kebutuhan yang sama 30 tahun lalu.
(hlm.274) Seandainya pemerintahan di dunia benar-benar percaya kepada ekonomi pasar, mereka akan menghapus pemberian subsidi untuk listrik, industri, konstruksi jalan, perikanan, pertanian, perusakan hutan, dan banyak hal lainnya. Subsidi menimbulkan efek yang mempertahankan keberlangsungan kegiatan-kegiatan yang, tanpanya, tidak bakal dilakukan orang atau akan dikerjakan dalam cara lain yang lebih baik.
(hlm.277) VI Modal internasional, irasional?
(hlm.280) Sebuah kolektif tanpa pemimpin. Yang disukai pasar bursa bukan penganggurannya, melainkan pelumas ekonomi berupa suku bunga yang lebih rendah.
(hlm.281) Setiap petunjuk tentang naik-turunnya pasar di masa depan akan disikapi seketika.
(hlm.282) Persoalannya adalah tentang kebebasan orang untuk memutuskan apa yang ingin dilakukannya dengan sumber daya miliknya—kebebasan, misalnya, untuk menginvestasikan dana pensiunnya di mana pun yang dianggapnya paling baik.
Dana pensiun pada kenyataannya termasuk investasi modal paling penting di pasar internasional. Saat ini lebih dari separuh rumah tangga di Amerika adalah para pemegang saham, baik secara langsung ataupun tidak, melalui dana pensiun. Merekalah pasar.
(hlm.283) Namun, jika Anda mempunyai pilihan seluas seluruh negara bagian untuk menginvestasikan modal Anda, semakin banyak orang akan berkompetisi untuk mendapatkan modal Anda.
(hlm.286) Padahal tidak ada yang lebih produktif dari pendanaan perbaikan produksi yang mengalirkan dana segar ke industri-industri dan mendorong kemajuan teknologi.
(hlm.288) Institut Milken dalam “Capital Access Index” telah menunjukkan bahwa perekonomian akan berkembang paling baik jika modal mudah diakses dan murah serta didistribusikan secara terbuka dan jujur.
(hlm.290) Regulasi terus? Salah satu alasan penyebab lebih pesatnya pertumbuhan transaksi modal jangka-pendek daripada pertumbuhan investasi jangka panjang atau perdagangan barang adalah bahwa yang terakhir disebut telah diregulasi dalam amat ketat di seluruh negara di dunia.
Jika para investor tidak diperbolehkan meninggalkan negara tersebut atas keinginan sendiri, maka sebagai kompensasinya mereka akan menuntut imbal yang lebih besar untuk menanam modal di sana, dan negara ini menanggung risiko kekurangan modal.
(hlm.292) Krisis terjadi saat pengendalian terhadap modal sedang diterapkan paling ketat, yakni dengan cara melarang sepenuhnya arus masuk modal, kecuali jika modal tersebut bersedia menetap di sana, minimum selama lima setengah tahun.
(hlm.296) Pajak Tobin Masalahnya, investasi itu tidak terdiri atas sebuah transaksi saja. Seorang investor mungkin akan mendanai sebagian proyek, mengambil sebagian untung darinya, meningkatkan investasi jika usaha ini berhasil, kemudian memutar pemasukan dari investasi itu ke sektor-sektor bisnis lainnya, mengucurkan modal lagi, membeli komponen dari luar negeri, dan seterusnya. Ketika setiap transaksi kecil pun dikenai pajak, maka biaya total untuk pajak Tobin menjadi lebih mahal berlipat ganda daripada apa yang terlihat dari persentase di atas kertas; dan oleh karenanya, akan lebih menguntungkan bagi para investor jika mereka melakukan bisnis dalam mata uang sendiri dan di wilayahnya sendiri.
(hlm.298) Apabila seorang spekulan mengambil seluruh risiko, hal itu akan membuatnya sangat rentan. Ia harus selalu dapat menyebar risikonya sesuai dengan perkembangan guna menyeimbangkan portofolio risikonya secara keseluruhan. Ini bisa dijamin oleh pasar sekunder yang berskala besar yang memungkinkan orang memperdagangkan derivatifnya hampir secara seketika. Atas dasar “spekulasi” inilah biaya asuransi terhadap perusahaan dapat ditekan serendah mungkin, sehingga perusahaan dapat berinvestasi terlepas dari risiko tersebut.
Pajak Tobin akan semakin menurunkan jumlah spekulan yang bersedia menempuh risiko, dan mereka yang bersedia akan menuntut pembayaran yang lebih besar untuk itu.
(hlm.304,305) Krisis Asia Semua negara yang sudah “ditakdirkan” untuk dihantam krisis tersebut mempunyai utang jangka pendek yang amat besar relatif terhadap pendapatan masing-masing. Pada saat yang sama, mereka menerapkan kebijakan nilai tukar tetap atau terkontrol. Situasi ini menyebabkan munculnya sejumlah masalah yang lambat laun memiliki dampak mengerikan. Biasanya orang tidak berani meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang besar untuk kemudian disalurkan kembali sebagai kredit yang sedikit saja lebih mahal jika nilai tukar mata uang terus-menerus berfluktuasi.
Karena kurs mata uang berada di atas nilai yang diyakini pasar, mata uang pun menjadi “makanan” empuk bagi para spekulan, seperti yang dialami beberapa mata uang yang termasuk bagian Sistem Moneter Eropa (EMS) pada 1992-1993. Jika orang bersedia membayar lebih untuk memanfaatkan situasi tersebut dan meraup keuntungan. Mereka dapat menarik kredit pinjaman dalam jumlah besar dalam mata uang lokal dan menukar uangnya dengan nilai tukar maksimum di bank sentral. Ini menyebabkan negara-negara Asia yang dilanda krisis pada 1997 terpaksa harus menggunakan cadangan devisa mereka guna mengamankan nilai tukar mereka yang anjlok.
Eksodus modal yang terjadi, dengan demikian, cukup rasional, bukan akibat panik semata. Belum memiliki pranata hukum yang layak, misalnya yang berupa undang-undang kepailitan.
(hlm.307) Data resmi Bank Dunia menunjukkan bahwa peningkatannya di Indonesia adalah terbesar kurang dari satu juta hingga tahun 1999, dan sejak saat itu angka tersebut terus menurun.
(hlm.311) Kiat menghindari krisis Ketika nilai tukar tetap sudah terlalu tinggi, terlambat sudah apapun yang dilakukan pemerintah selanjutnya. Pemerintah dapat mencoba mempertahankan nilai tukar tersebut, tetapi dengan harga amat mahal, sehingga akan terus menggerus cadangan devisa dan melonjakkan suku bunga, yang pada gilirannya akan mencekik perekonomian.
Dalam sebuah studi, dua pakar ekonomi menyinyalir bahwa praktis semua sistem nilai tukar tetap, cepat atau lambat, akan berjumpa dengan krisis moneter. Ini terjadi di Swedia pada 1992, di Meksiko 1997, di Rusia 1998, di Brazil 1999, dan di Argentina 2001. Dua ekonom lain menunjukkan sisi sebaliknya:
(hlm.312) “Rasa-rasanya kami tidak pernah mendapati contoh krisis keuangan atau mata uang yang signifikan di negara berkembang yang nilai tukarnya sepenuhnya fleksibel”.
(hlm.313) “Kediktatoran” pasar? Menurut para penentang globalisasi, pasar keuangan bebas merupakan ancaman terhadap demokrasi.
(hlm.315) Oleh karena itu, Amerika Serikat mencoba untuk mendorong pemerintah Qatar melakukan kontrol terhadap stasiun televisi. Namun keinginan Amerika ini dijawab oleh pemerintah Qatar dengan menyatakan bahwa di sebuah negara yang menjamin kebebasan berpendapat tidaklah mungkin hal itu dilakukan. Orang-orang yang berpenghasilan lebih baik dan terbiasa dengan berbagai pilihan tidak bisa terus-menerus menerima jika orang lain membuat keputusan untuk mereka.
(hlm.316) Abad ke-20 jelas menunjukkan bahwa tidak ada sistem ekonomi lain yang bisa dikombinasikan dengan demokrasi kecuali kapitalisme. Oleh karena itu, omongan yang menyebutkan adanya “kediktatoran pasar” tidak hanya tak berdasar tetapi juga mengada-ada.
Kiranya benar: siapa berutang, ia tidak bebas. Defisit anggaran dan utang membuat suatu negara tidak mendapatkan kepercayaan pasar.
(hlm.320) Mengapa kita menyebut sesuatu hal “lebih demokratis” hanya karena sebuah pemerintah yang demokratis menentukan nasib kita? Apakah Indonesia, dengan logika yang sama, akan menjadi lebih demokratis jika negara ini menentukan siapa yang boleh kita nikahi, pekerjaan apa yang boleh kita lakukan, dan berita apa yang boleh dimuat di surat kabar? Tentu tidak.
Mayoritas penduduk harus memilih wakil-wakil politik mereka; namun, itu tidak berarti para wakil tersebut harus memutuskan melalui sistem voting bagaimana individu harus menjalani hidupnya sendiri. Demokrasi adalah cara untuk mengatur negara, bukan masyarakat.
(hlm.325) VII Liberalisasi, bukan standarisasi
(hlm.327) Hak untuk memilih kebudayaan Salah satu manfaat terbesar dari globalisasi adalah bahwa ekonomi yang muda dapat belajar dari yang lebih tua. Pembangunan Barat yang membutuhkan 80 atau 100 tahun sebelum mencapai tingkat capaiannya sekarang telah berhasil direplikasi oleh Taiwan hanya dalam waktu 25 tahun saja.
(hlm.329) Siapa saja yang berjalan-jalan di ibu kota-ibu kota Eropa saat ini tidak akan mengalami kesukaran dalam menemukan hamburger atau cola-cola, tetapi mereka juga akan menemukan dengan mudah makanan-makanan lainnya, seperti kebab, sushi, Tex-Mex, bebek Peking, makanan Thailand, keju Prancis, atau Kapucino.
(hlm.331) Fenomena ini bukan akibat penyeragaman dan penghapusan perbedaan, melainkan, justru sebaliknya, disebabkan oleh merebaknya kemajemukan di mana-mana. Secara kultural, bangsa Amerika berada di depan sebab mereka terbiasa memproduksi secara komersial bagi publik yang amat besar—sebuah fungsi dari negara yang besar dengan satu bahasa. Kini negara lain pun mendapatkan kesempatan yang sama.
(hlm.332) Komentar ini membuat si lelaki Praha tersebut tersinggung. Bagaimana mungkin mereka menganggap kampung halamannya sebagai sebuah museum, tempat yang mereka kunjungi sekali-sekali untuk menghindari restoran cepat saji? Orang Praha ini menginginkan kota yang riil, berikut restoran-restorannya di mana orang bisa makan dengan nyaman dan harga terjangkau, seperti yang bisa dilakukan orang-orang Ceko “buangan” di tanah asing.
(hlm.333) Tidak ada yang salah dengan museum, sebab dia dapat menjadi tempat yang menyenangkan untuk melewati sebuah petang; hanya saja, kita tidak mungkin tinggal di dalamnya.
(hlm.334) Kebudayaan perlu hidup dalam kebebasan, terpapar pada pertukaran dengan kebudayaan-kebudayaan lain, agar dia dapat memperbarui dan memperkaya dirinya.
(hlm.335) Tidak ada formula universal untuk menunjukkan seberapa besar kadar modernisasi yang harus kita terima dan seberapa banyak tradisi harus dipertahankan.
(hlm.336) Perkembangan gerakan kebebasan Setetes kebebasan untuk menerima ide baru, citra, dan bunyi, kebebasan untuk memilih, dengan cepat membawa orang untuk semakin menuntut pilihan yang lebih banyak, lebih banyak kekuasaan untuk menentukan kehendaknya sendiri.
(hlm.338) Orang-orang dapat bebas melintasi perbatasan tanpa paspor, mencari pekerjaan tanpa perlu izin kerja, dan memperoleh dengan mudah kewarganegaraan dari negara tempatnya menetap.
(hlm.340) Para pengambil keputusan tidak saja memikul tanggung jawab atas kegagalan dan masalah. Dan karena menyalahkan orang lain itu lebih enak, globalisasi sangat cocok sebagai kambing hitam. Dia meliputi semua kekuatan yang tak bernama yang telah memanfaatkannya di sepanjang sejarah peradaban.
(hlm.341) Namun begitu mereka diberi izin hak untuk menguasai dan mengontrol tanah dan lahan mereka, untuk pertama kalinya mereka merasa mendapat hak untuk membuat keputusan untuk diri mereka sendiri.
(hlm.342) Kemanusiaan mulai menyadari bahwa setiap individu mempunyai hak untuk menjadi tuan bagi dirinya sendiri.
“Mengapa pemerintah dianggap lebih tahu daripada kita sendiri tentang apa yang kita mau dan apa yang kita anggap penting dalam hidup..”