Mengapa Negara Gagal oleh Daron Acemoglu dan James A. Robinson

Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku Mengapa Negara Gagal oleh Daron Acemoglu dan James A. Robinson

Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.

Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.

Selamat membaca.

Chandra Natadipurba

===

Mengapa Negara Gagal

AWAL MULA KEKUASAAN, KEMAKMURAN, DAN KEMISKINAN

Daron Acemoglu dan James A. Robinson

MENGAPA NEGARA GAGAL
Awal Mula Kekuasaan, Kemakmuran, dan Kemiskinan
Penulis: Daron Acemoglu dan James A. Robinson
Alih Bahasa: Arif Subiyanto
Penyunting Bahasa Indonesia: Dharma Adhivijaya
©2014 Daron Acemoglu dan James A. Robinson
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kompas Gramedia–Jakarta
Anggota IKAPI, Jakarta

234140576
ISBN: 978-602-02-3487-8

Manajemen
Cetakan pertama: Maret 2014
Cetakan kedua: Januari

Dicetak oleh PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab percetakan


Mengapa Negara-Negara Gagal
Dia paparkan data dan argumentasi bahwa sekarang tengah berlangsung proses konvergensi antar berbagai bangsa dan negara, sebagai titik balik dari ketimpangan dan proses divergen yang tercabik-cabik oleh perang dunia. Akselerasi di bidang pendidikan dan penyebaran teknologi modern telah memungkinkan berbagai bangsa saling mendekat, berbagai dan bekerja sama untuk menata dunia baru yang dimiliki dan dijaga bersama.
(hlm.xvi)
Dalam buku ini, keduanya memaparkan dengan cukup berani bahwa institusi politik-ekonomi suatu negaralah yang menjadi penentu. Negara yang institusi politik-ekonomi bersifat inklusif, cenderung berpotensi untuk menjadi negara kaya. Sementara itu, negara yang institusi politik-ekonominya bersifat ekstraktif, cenderung tinggal menunggu waktu saja untuk terseret ke dalam jurang kemiskinan, instabilitas politik, dan mengarah menjadi negara gagal.

Prakata
Ketidakpuasan rakyat di negara-negara tersebut berakar pada masalah kemiskinan. Rata-rata pendapatan per kapita rakyat Mesir hanya berkisar 12 persen dari angka pendapatan rata-rata warga negara Amerika Serikat, dan harapan hidup mereka sepuluh tahun lebih rendah; 20 persen populasi rakyat Mesir berkubang dalam kemiskinan yang akut.
(hlm.xx)
Isu-isu seperti peningkatan upah minimum dianggap sebagai tuntutan transisional yang bisa diterapkan di kemudian hari.
(hlm.xxi)
Semua kendala ekonomi yang memasung kemajuan mereka berpangkal pada fakta bahwa kekuasaan politik di sana dimonopoli dan dicengkeram oleh sekelompok kecil kaum elite.
Menurut mereka, bangsa Mesir tidak memiliki etos dan budaya kerja yang ideal untuk mencapai kemakmuran; mayoritas orang Mesir justru memegang teguh keyakinan dan ajaran Islam yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kesuksesan ekonomi.
(hlm.xxii)
Negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat menjadi makmur dan kaya karena rakyatnya bangkit menggulingkan kelompok elite yang menggenggam kekuasaan, lalu menciptakan sebuah masyarakat berkeadilan dengan hak-hak politik yang merata bagi segenap warga, pemerintahnya akuntabel dan responsif terhadap aspirasi warga, dan segenap anak bangsa bisa memanfaatkan setiap peluang ekonomi yang ada.
Revolusi Industri Inggris berikut kemajuan teknologi di negara itu tidak terasa imbasnya di Mesir, sebab negara itu berada dalam cengkeraman Kekaisaran Ottoman yang cara memperlakukan rakyatnya tak jauh berbeda dengan apa yang diperbuat oleh keluarga besar Hosni Mubarak pada zamannya.

  1. BEGITU DEKAT NAMUN SUNGGUH BERBEDA
    (hlm.2)
    Bagaimana bisa dua wilayah dari satu kota yang sama bisa begitu jauh berbeda? Kondisi geografis, iklim, dan jenis penyakit prevalen di kota Nogales boleh dibilang sama saja, terlebih karena kuman penyakit bebas hilir mudik melintasi tapal batas antara Amerika Serikat dan Meksiko.
    (hlm.3-4)
    Latar belakang sejarah warga di kedua sisi tapal batas relatif sama.
    Segenap warga Nogales, Arizona, dan Nogales, Sonora, berasal dari nenek moyang yang sama, memiliki budaya kuliner serta musik yang sama pula, dan bisa dibilang mereka memiliki “budaya” yang sama.
    Perbedaan insentif yang diciptakan oleh berbagai lembaga yang menempati masing-masing belahan kota Nogales itulah yang hidup di kedua sisi tapal batas.

(hlm.6)
Pemukim-pemukim Spanyol awal dan kaum kolonialis Inggris tidak mau bekerja mengolah tanah yang mereka rebut; mereka paksa orang lain yang melakukannya, dan mereka ingin menjarah harta benda, emas, dan perak milik bangsa yang ditindasnya.

(hlm.14)
Lembaga-lembaga seperti encomienda, mita, repartimiento, dan trajin itu tak lebih dari akal-akalan bangsa Spanyol untuk memiskinkan kaum pribumi ke level yang paling melarat sekaligus mengeruk kemakmuran yang tersisa untuk kepentingan mereka sendiri.

(hlm.15)
Tapi sayang, sebagai pemain baru bangsa Inggris sudah jauh tertinggal dari Spanyol. Mereka membidik wilayah Amerika Utara bukan karena daerah itu menjanjikan keuntungan, tapi karena memang hanya tempat itulah yang tersisa untuk mereka.

(hlm.16)
Pada tanggal 14 Mei 1607 mereka membangun pemukiman yang dinamai Jamestown.

(hlm.17-18)
Sesungguhnya John Smith adalah orang Inggris pertama yang bertatap muka langsung dengan Wahunsunacock, dan menurut kisah-kisah tentang petualangan John Smith, dalam perjumpaan awal itu dirinya lolos dari maut berkat jasa anak gadis sang raja, yaitu Pocahontas.

(hlm.19)
Smith paham betul: kalau koloni itu ingin makmur, maka para kolonis sendiri yang harus bekerja banting tulang.

(hlm.22-23)
Virginia Company butuh waktu cukup lama untuk menyadari bahwa model penjajahan ala Spanyol sulit diterapkan di Virginia. Mereka juga butuh waktu yang tidak singkat untuk belajar dari kegagalan menerapkan peraturan ala hukum militer di sana. Mulai tahun 1618, Virginia mereka menerapkan strategi baru yang cukup radikal dan dramatis: karena baik penduduk asli maupun para kolonis tak sudi diperas keringatnya, satu-satunya cara yang masuk akal adalah menghadiahkan insentif kepada para kolonis yang produktif. Pada tahun 1618, Virginia Company mulai memberlakukan sistem yang disebut ‘headright system’: setiap lelaki yang bermukim di wilayah koloni mendapat pembagian tanah seluas lima puluh hektar dengan tambahan ekstra lima puluh hektar lagi untuk tiap anggota keluarga yang mereka bawa, termasuk juga untuk setiap pembantu rumah tangga yang mereka ajak mengadu peruntungan ke bumi Virginia. Para pekerja dari Inggris itu diberi rumah tinggal, dibebaskan dari ikatan kontrak yang mereka teken sebelumnya, dan pada tahun 1619 dibentuk semacam Majelis Umum (General Assembly) yang secara efektif memberi hak suara kepada tiap warga lelaki dewasa dalam penyusunan undang-undang serta lembaga pemerintahan di koloni tersebut. Itulah cikal bakal demokrasi di Amerika Serikat.

(hlm.25)
Menjelang tahun 1720-an, ketiga belas koloni Inggris yang kelak berubah status menjadi negara-negara bagian Amerika Serikat telah mengadopsi gaya pemerintahan yang sama. Seluruh koloni itu dipimpin gubernur dan pemerintahannya dikontrol oleh dewan yang keanggotaannya berbasis perwakilan dari para lelaki tuan tanah.

(hlm.27)
Ternyata Plan de Iguala itu langsung mendapat dukungan khalayak luas dan Kerajaan Spanyol segera sadar bahwa mereka tak mungkin mencegah arus keniscayaan itu. Namun rupanya Iturbide tidak hanya merancang kemerdekaan Meksiko. Menyadari adanya kekosongan kekuasaan, dia mengambil kesempatan: dengan dukungan penuh militer dia menabalkan dirinya sendiri sebagai kaisar Meksiko, yang oleh Simon Bolivar, pejuang kemerdekaan Amerika Selatan, digambarkan sebagai “kekuasaan yang dirahmati Tuhan dalam naungan bayonet.”

(hlm.28)
Konstitusi Amerika Serikat sebenarnya tidak menciptakan demokrasi menurut standar modern.

(hlm.29)
Kalau Amerika Serikat hanya mengalami gonjang-ganjing politik sekitar lima tahun saja (1860 s.d. 1865), Meksiko terus-terusan oleng karena prahara politik selama setengah abad pertama kemerdekaannya. Kondisi ini tergambar dengan gamblang lewat perjalanan karier seorang tokoh bernama Antonio Lopez de Santa Ana.
Dalam kurun waktu antara tahun 1824 hingga 1867, Meksiko diperintah oleh lima puluh dua presiden, namun hanya segelintir dari mereka yang mendapatkan jabatan itu melalui prosedur yang benar-benar konstitusional.

(hlm.30)
Selain itu, seperti sudah kita maklumi bersama, motivasi yang melandasi perumusan deklarasi kemerdekaan Meksiko adalah niatan licik untuk memproteksi berbagai lembaga ekonomi yang dibangun selama masa kolonial, yang—menurut penjelajah dan pakar geografis Amerika Latin dan Jerman, Alexander von Humboldt—telah mengubah Meksiko menjadi sebuah negeri yang timpang dan penuh kesenjangan.

BERINOVASI, MERINTIS USAHA,
DAN MENDAPATKAN PINJAMAN BANK

(hlm.31)
Kita dapat lebih memahami hebatnya prospek ekonomi yang ditawarkan inovasi baru itu dengan melihat siapa saja yang berhasil mendapatkan hak paten. Sistem pemberian hak paten yang melindungi kekayaan intelektual di balik ide-ide baru sudah diatur secara sistematis di dalam Statute of Monopolies yang dikeluarkan oleh Parlemen Inggris pada tahun 1623, yang sebagian merupakan upaya dari parlemen untuk menghentikan kebiasaan raja yang secara gegabah dan serampangan memberikan “surat paten” kepada siapa saja yang disukainya, sehingga orang tersebut praktis mendapatkan hak eksklusif untuk menjalankan aktivitas atau usaha yang terkait dengan hak paten.

(hlm.32)
Lagi-lagi para investor Amerika memang bernasib mujur. Selama abad ke-19, terjadi perkembangan pesat di sektor jasa keuangan dan industrialisasi. Kalau pada tahun 1818 hanya ada 338 bank yang beroperasi di Amerika Serikat dengan total aset $160 juta, pada tahun 1914 jumlah sudah meningkat secara fantastis menjadi 27.864 bank dengan nilai total aset sebesar $27,3 miliar.
Hal itu tidak terjadi di Meksiko. Faktanya, ketika Revolusi Meksiko merebak pada tahun 1910, di negara itu hanya terdapat empat puluh dua bank, dan dua di antaranya mengontrol 60 persen total aset perbankan.

(hlm.34-35)
Bankir-bankir Amerika Serikat dihadapkan pada sejumlah institusi ekonomi yang mendorong mereka untuk berkompetisi secara ketat. Dan ini juga dipicu oleh fakta bahwa para anggota legislatif yang menyusun peraturan perbankan juga dihadapkan pada insentif yang berbeda, yang diciptakan oleh lembaga-lembaga politik lainnya.
Distribusi politik yang merata di Amerika Serikat, terlebih kalau dibandingkan dengan kondisi di Meksiko, menjamin kesetaraan hak untuk mendapatkan pinjaman bank dan dukungan pembiayaan. Praktik ini pada gilirannya dijamin akan mendatangkan berkah besar bagi orang-orang yang punya ide dan temuan hebat.

PERUBAHAN YANG TIDAK SEARAH
Tapi kesadaran itu rupanya tidak diimbangi dengan tindakan membubarkan berbagai lembaga kolonial dan menggantinya dengan lembaga seperti yang bisa disaksikan di Amerika Serikat.

(hlm.36)
Proses legislasi sangat panjang di Amerika Serikat yang melahirkan berbagai produk hukum mulai dari Hukum/Ordinansi Pertahanan (Land Ordinance) tahun 1785 hingga UU lahan pertanian (Homestead Act) tahun 1862 memberi hak yang luas kepada rakyat untuk mengakses lahan-lahan terbuka itu.

(hlm.40)
MENUJU KE TEORI KETIDAKADILAN DUNIA

(hlm.41)
Mencari tahu mengapa kesenjangan itu mengemuka dan faktor apa saja yang menjadi musababnya adalah tujuan utama dari buku ini.

(hlm.42)
Penyebab mengapa kota Nogales, Arizona, lebih kaya dari Nogales di Sonora sederhana saja: karena dua belahan kota yang dipisahkan oleh garis tapal batas itu memiliki berbagai lembaga sosial yang berbeda dan menghasilkan insentif yang berbeda pula kepada para warganya. Dewasa ini Amerika Serikat lebih kaya daripada Meksiko atau Peru karena lembaga-lembaga politik dan ekonominya memengaruhi insentif yang didapatkan perusahaan, perorangan, dan politisi. Setiap masyarakat bekerja sesuai dengan kaidah serta hukum ekonomi dan politik yang dibuat dan ditegakkan oleh negara maupun rakyatnya secara kolektif.

(hlm.43)
Pertama, lembaga-lembaga itu menjamin tidak akan muncul sosok diktator yang merebut kekuasaan dan mengubah aturan main semuanya sendiri, merampas hak-hak dan kekayaan rakyat, menjebloskan mereka ke penjara atau mengancam kehidupan dan nafkah mereka. Di samping itu, lembaga-lembaga tersebut juga memastikan tidak adanya kepentingan atau agenda tertentu di dalam masyarakat yang bisa menelikung pemerintah dan membahayakan stabilitas ekonomi, karena kekuasaan politik dibatasi dan dibagi secara rata dengan rakyat sehingga perangkat lembaga ekonomi yang menciptakan insentif kemakmuran bisa dijaga dan dilestarikan.

(hlm.46)
2. TEORI-TEORI YANG TAK TERBUKTI

(hlm.49)
Meski pola perimbangan antara negara terkaya dan termiskin itu cenderung konsisten, bukan berarti pola tersebut tidak bisa diubah. Pertama, seperti yang sudah ditegaskan tadi, sebagian besar kesenjangan itu terjadi sejak akhir abad ke-18, sesudah terjadinya Revolusi Industri.

(hlm.50)
HIPOTESIS GEOGRAFI

(hlm.51)
Sejarah sudah menunjukkan bahwa korelasi sederhana antara iklim atau letak geografis dengan kemakmuran tidak bisa dijadikan landasan teori yang solid. Sebagai contoh, anggapan bahwa negara-negara tropis pasti lebih melarat dari negara-negara di iklim sedang sudah terbukti tidak benar.

(hlm.53)
Inggris pada abad ke-19 juga banyak didera wabah penyakit, namun secara bertahap, pemerintah membangun instalasi air bersih, dan sistem pembuangan limbah rumah tangga dan industri.
Penentu produktivitas lahan pertanian adalah struktur kepemilikan lahan dan insentif yang diberikan pemerintah kepada para petani dan berbagai institusi yang menaungi kehidupan mereka.

(hlm.57)
Hipotesis geografi bukan saja gagal menjelaskan asal-usul kemakmuran suatu negara, serta tidak akurat fokusnya, tetapi juga tidak mampu menerangkan kesenjangan distribusi kemakmuran yang kami singgung pada awal bab ini.

(hlm.59)
HIPOTESIS KEBUDAYAAN

Jadi, bisakah hipotesis kebudayaan dipakai untuk memahami fenomena kesenjangan ekonomi dunia? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. “Ya”, dalam pengertian bahwa norma-norma sosial yang berkaitan dengan kebudayaan memang penting dan sulit diubah, dan terkadang juga menjadi penyebab timbulnya perbedaan pada berbagai institusi kemasyarakatan, yang kami gunakan untuk menjelaskan masalah kesenjangan negara-negara di dunia. Akan tetapi, pada umumnya jawabannya adalah “tidak”, karena aspek-aspek kebudayaan yang kerap kali sangat ditonjolkan—agama, etos atau semangat kebangsaan, tata nilai Afrika atau Latin—tidak terlalu penting untuk menjelaskan mengapa kesenjangan antarnegara bisa terjadi dan sulit diatasi.

(hlm.63)
Lantas, bagaimana dengan etos kerja Kristen Protestan yang disinggung-singgung oleh Max Weber? Meskipun mungkin benar bahwa Belanda dan Inggris merupakan negara-negara Protestan pertama yang berhasil meraih kesuksesan ekonomi dalam zaman modern, sesungguhnya korelasi antara agama dan kemakmuran sangat tipis.

(hlm.64)
Menghubungkan fenomena kemiskinan di Timur Tengah dengan agama Islam jelas sangat sulit dibenarkan.
Kanada dan Amerika Serikat memang bekas koloni Inggris, tapi bukankah Sierra Leone dan Nigeria juga koloni Inggris?

(hlm.65)
Populasi penduduk keturunan Eropa yang tinggal di Argentina dan Uruguay ternyata melampaui total populasi keturunan Eropa di Amerika Serikat dan Kanada, tapi performa ekonomi dari kedua negara Amerika Latin itu sungguh memprihatinkan.

(hlm.66)
HIPOTESIS KEBODOHAN

Teori paling populer terakhir yang menjelaskan penyebab kesenjangan antara negara-negara kaya dan miskin adalah hipotesis kebodohan yang menegaskan bahwa kesenjangan itu ada karena penguasa tidak tahu cara memakmurkan bangsanya yang melarat.

(hlm.69)
Yang menjadi penyebab adalah perbedaan tingkat kontrol kelembagaan terhadap para presiden dan kalangan elite di kedua negara itu. Demikian pula para pemimpin negara Afrika yang bercokol di tampuk kekuasaan selama lebih dari lima puluh tahun terakhir dalam iklim pemerintahan yang tidak melindungi hak-hak properti rakyat maupun membina institusi-institusi ekonomi sehingga menjadikan rakyatnya melarat—mereka tidak membiarkan hal itu terjadi karena menganggap langkah itu baik bagi perekonomian; orang-orang itu sengaja melakukannya sebab mereka merasa kebal hukum, bisa sesuka hati memperkaya diri sembari memiskinkan banyak orang, atau karena mereka menganggap itu sebagai siasat politik yang jitu, karena mereka bisa memagari kekuasaan dengan membeli dukungan dari berbagai kelompok atau kalangan elite yang berpengaruh.

(hlm.70-71)
Namun, pengalaman Busia justru menegaskan bahwa yang memetahkan kebijakan-kebijakan populis demi mengatasi gagal pasar dan merangsang pertumbuhan ekonomi bukanlah kebodohan para politisi, melainkan faktor insentif dan hambatan yang akan mereka dapatkan dari berbagai institusi politik dan ekonomi di dalam negaranya.
Reformasi ekonomi China yang menciptakan insentif pasar di sektor pertanian dan perindustrian ini merupakan buah revolusi politik yang dimotori kelompok Deng.

(hlm.72)
Terkadang negara bisa membentuk berbagai lembaga politik dan ekonomi yang efisien sehingga berhasil menciptakan kemakmuran, tetapi kasus seperti ini amat jarang terjadi.
Ini penting, sebab selama ini ilmu ekonomi selalu mengasumsikan bahwa semua masalah politik sudah teratasi, sehingga disiplin yang satu ini selalu gagal menjelaskan perihal kesenjangan kemakmuran di dunia.

3. PROSES TERJADINYA KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN

(hlm.74-75)
Korea Selatan dipimpin oleh tokoh antikomunis lulusan Universitas Harvard dan Princeton, Syngman Rhee. Institusi-institusi politik-ekonomi di negara itu juga dibidani oleh Syngman Rhee. Dengan dukungan kuat dari Amerika Serikat, pada tahun 1948 Rhee terpilih kembali menjadi Presiden Korea Selatan. Awalnya, Korea Selatan yang terbentuk di tengah-tengah Perang Korea—dan terus-menerus diancam oleh penyebaran paham komunisme yang berasal dari Utara—itu bukan negara demokratis.

(hlm.76)
Tidak adanya kepemilikan lahan atau properti oleh rakyat menyebabkan nihilnya insentif bagi mereka yang ingin berinvestasi atau berusaha keras meningkatkan produktivitas.

(hlm.77)
INSTITUSI EKONOMI EKSTRAKTIF DAN INKLUSIF

(hlm.78-79)
Institusi-institusi ekonomi inklusif akan menumbuhkembangkan dan meningkatkan kemakmuran. Paling penting dari semua itu adalah jaminan keamanan hak kepemilikan properti oleh swasta atau perorangan, sebab hanya jaminan itu yang akan membuat orang tertarik untuk menanam modal dan mengenjot produktivitas.
Di samping itu, mereka juga tidak memiliki prospek untuk memanfaatkan talenta atau keterampilan yang dimiliki. Institusi ekonomi yang inklusif mempersyaratkan ketersediaan jaminan kepemilikan aset dan properti serta peluang ekonomi yang merata; bukan hanya bagi kaum elite semata, namun juga bagi seluruh lapisan masyarakat.

(hlm.80)
Kami menyebut institusi ekonomi yang wataknya berlawanan dengan institusi inklusif sebagai “institusi ekonomi ekstraktif” disebut demikian sebab lembaga seperti itu dirancang untuk memeras, menyadap, dan mengeruk pendapatan serta kekayaan salah satu lapisan masyarakat demi memperkaya lapisan lainnya.

(hlm.81)
MESIN-MESIN KEMAKMURAN

(hlm.83)
Suplai manusia berbakat seperti itu melimpah karena sebagian besar remaja Amerika Serikat bisa menikmati pendidikan setinggi yang mereka inginkan.

(hlm.84)
INSTITUSI-INSTITUSI POLITIK EKSTRAKTIF DAN INKLUSIF
Institusi ekonomi ada karena diciptakan sendiri oleh masyarakat.

(hlm.85)
Max Weber, yang sempat kita singgung pada bab terdahulu, mempunyai definisi sangat populer dan diterima luas tentang konsep negara, yaitu entitas yang berwenang “memonopoli secara sah.”

(hlm.86)
Di mana ada institusi politik ekstraktif, pasti ada institusi ekonomi ekstraktif pula. Keberlangsungan eksistensi institusi ekonomi ekstraktif juga sangat bergantung pada keberadaan institusi politik ekstraktif.

(hlm.90-91)
Kengerian terhadap penghancuran kreatif kerap menjadi alasan utama pihak-pihak yang menentang kelahiran institusi ekonomi dan politik inklusif.
Jadi, Revolusi Industri bukan saja memojokkan para bangsawan secara ekonomis, tapi juga secara politis, sebab kelompok itu terancam kehilangan kekuatan ekonomi dan politik. Kaum elite itu menggalang kekuatan untuk menangkal gelombang industrialisasi.
Terlepas dari kelompok mana yang kalah dan menang, ada satu hikmah yang jelas dapat dipelajari. Bahwa kelompok-kelompok yang berkuasa acap kali menjadi penghambat kemajuan ekonomi dan merusak mesin-mesin kemakmuran.

(hlm.98)
Contoh yang lain adalah pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi di Uni Soviet pada era Rencana Pembangunan Lima Tahun ke-1, dari tahun 1928 hingga era 1970-an. Institusi-institusi politik dan ekonomi di negara itu bersifat ekstraktif dan kegiatan pasar sangat dikekang. Akan tetapi, Uni Soviet berhasil mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi karena pemerintahnya berhasil mengalihkan sumber daya yang mubazir di sektor pertanian ke sektor industri.

4. BEBERAPA PERBEDAAN KECIL DAN EPISODE SEJARAH YANG SANGAT MENENTUKAN

(hlm.105)
Kelangkaan tenaga kerja yang disebabkan oleh serangan wabah pes tadi ternyata menggoyahkan fondasi sistem feodalisme. Kaum petani berani bangkit dan menuntut perubahan. Di daerah Eynsham Abbey, misalnya, para petani di sana menuntut agar sistem kerja tanpa upah dan berbagai pungutan denda atas diri mereka dikurangi.

(hlm.117)
Perbedaan-perbedaan itu mungkin sangat tipis dan tidak kentara, namun seiring dengan waktu semua itu akan berakumulasi dan menyebabkan evolusi institusi (institutional drift).

(hlm.128)
Nama-nama keluarga yang melekat Anglo-Saxon seperti Baker, Cooper, dan Smith merupakan warisan langsung dari pranata kemasyarakatan yang mirip dengan sistem kasta turun-temurun. Warga bernama Baker seumur hidupnya hanya bisa menempa logam.

(hlm.133)
Kita sudah melihat bahwa teori geografi, teori kebudayaan, maupun teori kebodohan tidak bisa memberikan penjelasan komprehensif mengenai penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi dunia yang terbentang nyata di depan kita. Semua hipotesis itu tidak bisa menjelaskan serta tuntas pola kesenjangan ekonomi dunia: fakta bahwa kesenjangan ekonomi dunia berawal dari Revolusi Industri yang merebak di Inggris pada abad ke-18 dan ke-19, lalu dampaknya meluas sampai ke Eropa Barat dan daerah-daerah koloni Eropa; perbedaan yang tak pernah berubah di beberapa negara Amerika; kemiskinan yang menjerat bangsa-bangsa Afrika atau Timur Tengah; perbedaan antara Eropa Barat dan Timur, dan transisi dari stagnasi menuju ke pertumbuhan ekonomi, dan kadang-kadang berhentinya pertumbuhan ekonomi secara mendadak. Teori institusi terbukti berhasil menjabarkan semua fenomena itu.

5. “AKU SUDAH MELIHAT MASA DEPAN YANG TERBUKTI NYATA”:
PERTUMBUHAN EKONOMI DI BAWAH BAYANG-BAYANG INSTITUSI EKSTRAKTIF

(hlm.139)
Meskipun kebijakan ekonomi Stalin dan sejumlah penerusnya bisa merangsang pertumbuhan yang pesat, pertumbuhan seperti itu sulit dipertahankan dalam jangka panjang.

(hlm.152)
Kekurangan pangan cenderung menimbulkan garis-garis tipis pada lapisan enamel pada gigi manusia, sebuah kondisi yang disebut hipoplasia. Garis-garis seperti itu tidak ditemukan pada gigi suku Natufian.

(hlm.165)
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang diciptakan oleh institusi-institusi ekstraktif itu sangat berbeda dari pertumbuhan yang dihasilkan melalui perangkat institusi inklusif. Dan yang paling mendasar, pertumbuhan itu sulit dipertahankan dalam jangka panjang. Berdasarkan wataknya, institusi ekstraktif menghalangi proses penghancuran kreatif dan tidak bisa melahirkan terobosan teknologi secara maksimal. Jadi, pertumbuhan ekonomi hasil rekayasa mereka tak mungkin berumur panjang.

6. BENUA EROPA YANG TERBELAH

BAGAIMANA VENESIA BERUBAH MENJADI MUSEUM SEJARAH
Pada Abad Pertengahan, mungkin Venesia adalah negara paling kaya di dunia yang ditopang oleh berbagai institusi ekonomi inklusif tercanggih pada zamannya.

(hlm.168)
Salah satu faktor pendukung pertumbuhan ekonomi Venesia adalah serangkaian inovasi di bidang kontrak perniagaan yang membuat institusi-institusi ekonomi di negara itu semakin inklusif. Salah satu inovasi yang paling terkenal di masa itu adalah commenda, yang merupakan cikal bakal perusahaan dengan kepemilikan saham secara gabungan dan durasinya sangat singkat: perusahaan itu hanya hidup untuk satu periode misi dagang.

(hlm.181)
Berbagai institusi politik yang menjadi inti kekuatan pemerintahan Republik Roma dibongkar oleh Julius Caesar pada tahun 49 SM, ketika dia mengerahkan pasukannya menyeberangi Sungai Rubicon yang memisahkan Provinsi Galia Cisalpina yang merupakan wilayah kekuasaan Roma, dengan Italia.

(hlm.190)
Pada masa kekuasaan Kaisar Tiberius datanglah seorang lelaki yang berhasil menciptakan kaca antipecah yang menghadap ke istana mengharap mendapat ganjaran. Lelaki tadi mempertontonkan hasil ciptaannya di balairung istana kaisar, lalu Tiberius bertanya apakah lelaki itu sudah menceritakan kepada orang lain perihal kaca antipecah itu. Ketika lelaki itu menjawab “belum”, maka sang kaisar memerintahkan agar lelaki itu digelandang dari istana dan dihabisi nyawanya, sebab Tiberius khawatir harga emas akan terpuruk karena penemuan kaca antipecah itu.

(hlm.191)
Dan ini menunjukkan ketakutan terhadap dampak ekonomis yang dipicu oleh penghancuran kreatif.

7. TITIK BALIK SEJARAH YANG MENENTUKAN

(hlm.205)
Dua pengusaha tertinggi Kerajaan Inggris khawatir bahwa otomatisasi produksi kain rajutan bakal menggoyang stabilitas politik pemerintahannya. Mesin perajut itu bakal merampas pekerjaan jutaan orang, menciptakan pengangguran, dan instabilitas politik yang dipastikan akan mengancam takhta kerajaan.

(hlm.209)
Konflik antarkelompok elite itu berujung pada pecahnya Perang Mawar, yang merupakan duel berkepanjangan antara kubu Lancaster dan kubu York, dua dinasti yang bersaing mengincar singgasana Kerajaan Inggris. Pergulatan politik itu dimenangkan oleh kubu Lancaster yang pada tahun 1485 sukses mengusung Henry Tudor sebagai Raja Inggris dengan gelar Raja Henry VII.

(hlm.211)
Memasuki tahun 1621 tercatat ada tujuh ratus barang kebutuhan dan industri yang produksi dan perdagangannya dimonopoli kerajaan.

(hlm.214)
Di bawah kepemimpinan Oliver Cromwell, para anggota Parlemen Inggris yang dijuluki ‘The Roundheads’ (mereka terkenal dengan gaya potongan rambut cepaknya) berhasil mengalahkan kubu loyalis Raja Charles yang dikenal dengan sebutan cavaliers. Raja Charles diadili dan dieksekusi mati pada tahun 1649. Tapi ternyata kekalahan Raja Charles dan jatuhnya monarki Inggris tidak serta-merta menghasilkan institusi politik-ekonomi yang inklusif bagi bangsa Inggris.

(hlm.217)
Penyebab minimnya keterwakilan rakyat itu adalah fakta bahwa pada abad ke-18, rakyat yang bisa memilih anggota parlemen tak lebih dari 2 persen dari total populasi, itu pun hanya boleh dilakukan oleh kaum lelaki.

(hlm.224)
REVOLUSI INDUSTRI
Yang lebih utama adalah keberhasilan mereka menata ulang secara fundamental segenap institusi ekonomi, sehingga menciptakan iklim yang kondusif dan merangsang semangat para inovator dan wirausaha, berkat adanya kebijakan perlindungan hak kekayaan yang lebih efisien.

(hlm.225)
Sebelum tahun 1688 ada semacam “takhayul politik” yang mengatakan bahwa selazimnya seluruh tanah di Inggris adalah milik baginda raja, dan mitos itu tak lain dipengaruhi oleh warisan budaya feodal.

(hlm.230)
Ide revolusioner James Watt dalam menyempurnakan mesin uap adalah dengan memasang satu ruang kondensator tersendiri, sehingga silinder yang berisi piston dapat terus dijaga temperaturnya tanpa harus dipanaskan atau didinginkan secara manual.

(hlm.232-233)
Pada awal abad ke-18, dibutuhkan waktu 50.000 jam untuk membuat seratus pound benang katun dengan metode manual. Mesin “water frame” hasil inovasi Arkwright bisa menjadi 300 jam saja, dan rekor kecepatan tersebut berhasil dipatahkan oleh mesin pemintal ‘self-acting mule’ karya Richard Roberts yang hanya memerlukan waktu 135 jam.

8. JANGAN GANGGU DAERAH KEKUASAAN KAMI: BERBAGAI KENDALA YANG MENGHAMBAT KEMAJUAN

HIKAYAT PENGUASA YANG MENGHARAMKAN TEKNOLOGI CETAK PRES
(hlm.244)
Sejak tahun 1485 Sultan Bayezid II dari Kekaisaran Ottoman secara resmi melarang warga Muslim di sana untuk mencetak dengan huruf Arab. Larangan ini semakin dipertegas oleh Sultan Selim I pada tahun 1515, dan baru sejak tahun 1727 ada percetakan pres pertama yang diizinkan beroperasi di wilayah Kekaisaran Ottoman.

(hlm.245)
Aksi pemasungan terhadap teknik cetak pres jelas terasa dampaknya pada keaksaraan, pendidikan, serta kesejahteraan ekonomi rakyat pada umumnya. Pada tahun 1800 mungkin hanya 2 atau 3 persen rakyat Ottoman yang mengenal aksara, porsi itu jauh lebih rendah dari Inggris, yang 60 persen warga pria dan 40 persen wanitanya bisa menulis dan membaca.

(hlm.279)
Tapi tentu saja orang Somalia tidak sudi didominasi kelompok mana pun, sebab mereka akan kehilangan kekuatan politiknya; perimbangan kekuatan militer antarklan juga menyulitkan usaha menciptakan sentralisasi politik di sana.

9. PERTUMBUHAN YANG PUPUS DI TENGAH JALAN

(hlm.284-285)
Taktik ini memang bisa merangsang pertumbuhan ekonomi, namun institusi ekonomi yang mereka jalankan sangat tidak ideal dan tidak mendatangkan kemakmuran, sebab mereka menciptakan tembok penghadang bagi masyarakatnya pelaku ekonom lain. Serta mengabaikan perlindungan terhadap hak-hak dan kekayaan mereka.

(hlm.287)
Pada tahun 1621 dia berlayar ke Banda dengan membawa armada perang, dan tanpa belas kasihan membantai hampir seluruh penduduk di kepulauan itu, yang totalnya mungkin mencapai lima belas ribu jiwa. Semua tokoh masyarakat kepulauan Banda juga dihabisi, dan hanya sedikit orang yang dibiarkan hidup—mereka yang paham seluk-beluk produksi pala dan atsiri. Usai menggelar genosida biadab itu Coen membangun struktur politik ekonomi yang diperlukan untuk memuluskan terancamnya, yaitu membentuk masyarakat perkebunan. Pulau-pulau di sana dibagi wilayahnya menjadi enam puluh dengan delapan petak atau persil, dan masing-masing persil diberikan kepada warga Belanda yang sebagian mantan atau pegawai aktif VOC.

(hlm.292-293)
Apa pun kesalahan yang dilakukan seorang pada masa itu, hukumannya hanya satu: dijadikan budak. Pedagang Inggris, Francis Moore, mengisahkan kondisi yang dia saksikan di wilayah pesisir Senegambia di Afrika Barat pada tahun 1730-an:
“Sejak perdagangan budak merebak di kawasan ini, semua bentuk kejahatan akan diganjar dengan satu vonis: pelakunya akan dijual sebagai budak; karena vonis seperti itu dianggap menguntungkan, mereka akan menghukum pelaku kejahatan seberat-beratnya dengan harapan bisa menjadikannya budak belian. Tidak peduli apa bentuk kejahatannya—membunuh, mencuri, berzina, atau bahkan untuk pelanggaran-pelanggaran ringan lainnya—hukumannya tetap sama, yaitu pelakunya dijual sebagai budak.”

(hlm.299)
ASAL MUASAL DUALISME EKONOMI DI AFRIKA
Menurut para ahli ekonomi pembangunan yang menganut paradigma Lewis ini, “problem pembangunan” hanya bisa diatasi dengan mengalihkan sumber daya manusia dan aset-aset dari sektor tradisional berbasis kegiatan agrikultural di wilayah pedesaan, ke sektor modern atau sektor industri yang berada di wilayah perkotaan. Pada tahun 1979, Sir Arthur Lewis memenangkan penghargaan Nobel atas karyanya di bidang pembangunan ekonomi.

(hlm.300-301)
Kesenjangan itu adalah buah rekayasa yang dilakukan oleh kaum elite kulit putih Afrika Selatan, demi menjamin ketersediaan suplai tenaga kerja murah untuk menjalankan roda usaha, sekaligus mengurangi pesaing dari warga Afrika hitam.

(hlm.305)
Sedangkan para pemuka adat menganggap bahwa proses itu akan melemahkan pengaruh mereka sebagai tokoh masyarakat.

(hlm.309)
Hal yang mereka tidak sadari adalah, dualisme ekonomi bukan sesuatu yang niscaya dan tercipta dengan sendirinya. Kondisi itu diciptakan oleh kolonialis Eropa. Benar, bangsa kulit hitam yang terpuruk di kawasan Homeland Afrika itu melarat, terbelakang, dan tak pernah mengenyam pendidikan. Tapi nestapa mereka itu disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dengan brutal mematikan prospek penduduk pribumi Afrika untuk menikmati kue pembangunan ekonomi, lalu menyulap mereka menjadi pasokan angkatan kerja murah—buruh-buruh tanpa pendidikan yang diperas keringatnya di ladang dan berbagai tambang milik orang Eropa.

10. PEMERATAAN KEMAKMURAN

PENGHORMATAN BAGI PARA NAPI
(hlm.323)
Karena di New Wales satu-satunya sumber tenaga kerja adalah para napi, maka satu-satunya cara untuk merangsang mereka agar mau meningkatkan produktivitas hanyalah dengan membayar tenaganya.

(hlm.328-329)
MENDOBRAK TEMBOK PENGHALANGAN: REVOLUSI PRANCIS
Kaum ningrat dan para penguasa Gereja bebas dari kesusahan membayar pajak, sedangkan masyarakat jelata dibebani oleh berbagai macam pungutan, sebagaimana yang lazim terjadi di dalam pemerintahan ekstraktif.

(hlm.344)
Shogun Yoshinobu setuju meletakkan jabatan, dan pada tanggal Januari 1868 mereka mendeklarasikan Restorasi Meiji; kekuasaan Kaisar Komei dipulihkan, dan sebulan kemudian putra mahkotanya, Pangeran Meiji, naik takhta menggantikan Kaisar Komei yang meninggal.

(hlm.355)
LINGKARAN KEBIJAKAN
Supremasi hukum merupakan sebuah konsep yang teramat ganjil jika dilihat dari kacamata sejarah. Mengapa hukum harus diterapkan tanpa pandang bulu terhadap semua warga negara? Jika raja dan bangsawan memiliki kekuatan politik dan yang lainnya tidak, maka wajar apa yang sah dan dibenarkan bagi raja dan bangsawan harus diharamkan bagi masyarakat jelata.

(hlm.356)
Dengan demikian, konsep tentang adanya pembatasan dan kontrol terhadap para pengusaha—yang merupakan inti dari supremasi hukum—telah melekat pada logika pluralisme yang tercipta melalui sebuah koalisi besar, yang bangkit menentang kesewenang-wenangan penguasa dari Dinasti Stuart.

(hlm.366)
Akhirnya, pada tahun 1928, semua wanita mendapatkan hak suara dengan syarat dan ketentuan yang sama dengan warga pria. Langkah-langkah pemerintah yang diutamakan pada tahun 1918 itu dinegosiasikan selama perang, dan menunjukkan adanya timbal balik dari pemerintah kepada angkatan kerja produktif amunisi. Pihak pemerintah juga tampaknya telah mencermati radikalisme yang muncul dari Revolusi Rusia.

(hlm.370)
Karena sifatnya yang bertahap itu membuat reformasi lebih kuat, sulit ditolak, dan pada akhirnya lebih tahan lama.

(hlm.376)
Sepak terjang para Baron Perampok dan berbagai konsorsium monopoli mereka pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20 semakin menegaskan bahwa—seperti yang sudah kami jelaskan pada Bab 3, sistem ekonomi pasar tidak serta-merta bisa menjamin tumbuhnya institusi ekonomi inklusif.

(hlm.382)
Institusi politik inklusif tidak hanya berfungsi mengontrol gejala-gejala pengingkaran terhadap institusi ekonomi inklusif, tetapi juga melawan segala macam langkah yang akan mengancam kelangsungan hidup institusi itu sendiri.

(hlm.388)
Kedua, seperti yang sudah kita saksikan berulang kali, selalu ada simbiosis mutualisme antara institusi politik inklusif dan institusi ekonomi inklusif yang berinteraksi saling mendukung dan memperkuat.

12. LINGKARAN SETAN

TIDAK ADA LAGI KERETA KE KOTA BO
(hlm.397)
Namun masyarakat luas menghendaki akses ke tambang-tambang emas itu dibuka lebar. Ternyata usulan inklusif itu berada di atas angin, sehingga para pejabat Australia mengizinkan para penambang itu mencari emas setelah membayar ongkos lisensi tahunan. Tak lama kemudian para penambang yang lazim dikenal sebagai ‘the diggers’ itu tampil sebagai kekuatan politik besar di Australia, terutama di negara bagian Victoria. Orang-orang itu dianggap berjasa karena berhasil mendesak pemerintah memberi hak suara bagi seluruh warga dewasa, dan menerapkan metode pemilihan umum secara rahasia.

(hlm.400)
Institusi politik juga tidak menyediakan mekanisme untuk mengontrol penyelewengan kekuasaan.

(hlm.409)
HABIS PERBUDAKAN, TERBITLAH UNDANG-UNDANG RASIALIS
Dominasi institusi politik-ekonomi pro-perbudakan di wilayah Selatan itu sesungguhnya yang membuat rakyat di sana miskin dan jauh terbelakang, jika dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang hidup di Utara.

(hlm.413)
Undang-undang yang disusun oleh antek-antek elite petani besar membebaskan seorang pemilik kebun yang membawahi dua puluh orang budak dari peraturan wajib militer; pada saat ratusan ribu orang meregang nyawa di medan perang demi mempertahankan sistem ekonomi perkebunan di Selatan, para tuan kebun bisa duduk santai di beranda rumah mereka yang luas dan bertahan dalam sistem perekonomian agrarisnya.

(hlm.422)
Inilah esensi dari hukum besi oligarki yang merupakan salah satu aspek dari lingkaran setan: wajah-wajah baru tampil setelah menggulingkan penguasa lama dengan membawa janji-janji, tetapi akhirnya justru petaka lebih dahsyat yang mereka bawa.
Ada tiga faktor yang memuluskan lahirnya institusi inklusif pasca revolusi besar di Inggris dan Revolusi Prancis. Faktor pertama adalah kaum pedagang dan usahawan yang mengharapkan munculnya gelombang penghancuran kreatif yang menguntungkan; wajah-wajah baru itu berasal dari tokoh-tokoh kunci koalisi revolusioner yang tidak bernafsu menciptakan institusi ekstraktif baru, yang ujung-ujungnya akan memakan mereka juga.

(hlm.423)
Faktor kedua adalah sifat inklusif atau pluralistis dari koalisi besar yang terbentuk pada kedua revolusi besar itu.
Faktor ketiga terkait erat dengan sejarah institusi politik-ekonomi di Inggris dan Prancis.

(hlm.424)
UMPAN BALIK NEGATIF DAN BERMACAM-MACAM PERWUJUDAN LINGKARAN SETAN
Negara-negara kaya bisa menjadi seperti itu karena pada umumnya mereka berhasil membangun institusi politik-ekonomi inklusif selama tiga abad terakhir.

(hlm.427)
Dalam sebuah mata rantai siklus yang disebut hukum besi oligarki oleh sosiolog Robert Michels, tumbangnya suatu rezim yang menguasai institusi ekstraktif merupakan pertanda dari munculnya serangkaian penguasa baru yang tidak kalah beringasnya dalam mengeksploitasi institusi ekstraktif yang sangat menyengsarakan rakyat.
Salah satu faktor utama yang bisa mengubah institusi eksklusif adalah pemberdayaan terhadap sebuah koalisi besar yang bangkit menentang absolutisme dan menggantikan rezim ekstraktif dengan pemerintahan baru yang lebih inklusif dan pluralistik.

13. BIANG KEGAGALAN NEGARA PADA ZAMAN SEKARANG

(hlm.434)
BANYAK NEGARA GAGAL pada zaman sekarang karena institusi ekstraktif mereka gagal menawarkan insentif kepada rakyat untuk menabung, berinvestasi, dan menciptakan inovasi.

(hlm.447-448)
SKANDAL ‘EL CORRALITO’ DI ARGENTINA
Di mata para pengamat ekonomi, Argentina merupakan negara yang susah dimengerti. Sebagai gambaran tentang sulitnya memahami perekonomian Argentina, ekonom peraih hadiah Nobel Simon Kuznets pernah berseloroh bahwa di dunia ini ada empat kategori negara, yaitu negara maju, negara terbelakang, negara Jepang, dan Argentina.

(hlm.457)
Pada musim semi, lagi-lagi sekolah dikosongkan sebab anak-anak itu harus kembali turun ke ladang untuk mencangkul, menyiangi pohon kapas, dan mencangkok bibit pohon kapas yang baru.

(hlm.461)
KONGKALIKONG PENGUASA DENGAN PERUSAHAAN SWASTA
Di berbagai sektor perekonomian, para pengusaha besar meminta pemerintah memproteksi mereka dengan menyusun undang-undang yang menghambat masuknya pebisnis-pebisnis baru di bidang media, besi dan baja, industri otomotif, minuman beralkohol, dan semen.

(hlm.463)
Pada tahun 2002 perusahaan monopoli itu kembali berpindah tangan setelah Zayat melego pabrik bir Heineken dengan nilai transfer 1,3 miliar pound Mesir, sebuah rekor luar biasa: keuntungan sebesar 563 persen dalam waktu lima tahun!

(hlm.464-465)
SEKALI LAGI, MUSABAB KEGAGALAN NEGARA
Negara gagal membangun perekonomian karena ada berbagai institusi kemasyarakatan yang ekstraktif.
Hanya satu hal yang membuat mereka sama: kekuasaan institusi ekstraktif. Pada semua kasus, basis atau motor utama penggerak berbagai institusi ekstraktif untuk memperkaya diri dan melanggengkan kekuasaan adalah mengorbankan sebagian besar rakyat. Perbedaan sejarah dan struktur sosial di negara-negara itulah yang menimbulkan variasi karakteristik para elite dan bentuk dari institusi ekstraktif yang mereka kendalikan. Namun motif yang menyebabkan mengapa berbagai institusi tersebut terus ada, pasti terkait erat dengan siklus dari lingkaran setan yang sudah kami sebutkan pada bab-bab terdahulu. Implikasi yang ditimbulkannya pasti juga sama meski intensitasnya bervariasi, yaitu kemiskinan yang menjerat rakyat jelata.

(hlm.467)
Meskipun detail-detail itu sangat menarik dan penting, ada satu hikmah atau pelajaran moral yang bisa kita sarikan, bahwa institusi politik ekstraktif selalu menciptakan institusi ekonomi ekstraktif yang mengakumulasi kekayaan dan kekuasaan ke tangan kelompok elite.

(hlm.469)
Koalisi besar yang mewakili berbagai kepentingan ekonomi dan paham politik, yang berhasil mencegah timbulnya oligarki pada tahun 1688.

15. MEMAHAMI ASAL-MUASAL KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN

FAKTOR-FAKTOR SEJARAH
(hlm.500)
Hal yang menjadi titik fokus teori ini adalah korelasi positif antara institusi politik-ekonomi inklusif dengan kemakmuran di suatu negara.
Namun yang perlu digarisbawahi, pertumbuhan ekonomi di bawah kekuasaan institusi ekstraktif sangat sulit dipertahankan dikarenakan dua alasan. Pertama, untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi diperlukan inovasi, sedangkan inovasi pasti disertai oleh gelombang penghancuran kreatif yang dalam konteks ekonomi akan menggusur cara-cara lama dan berpotensi menggoyahkan stabilitas kekuasaan politik.

(hlm.501-502)
Kedua, kemampuan para elite penguasa institusi ekstraktif untuk menimbun kekayaan dengan mengorbankan sebagian besar rakyat menyebabkan kekuasaan institusi ekstraktif itu banyak diperebutkan dan memicu pertikaian maupun perang saudara.
Apa yang dimaksud dengan “momentum emas” atau momentum kritis adalah kejadian-kejadian luar biasa yang menggoyahkan ekuilibrium politik-ekonomi pada satu atau sekelompok bangsa, misalnya serangan maut penyakit pes yang menewaskan hampir setengah populasi di benua Eropa pada abad ke-14; maraknya kontak dagang antarbangsa di kawasan Atlantik yang membuka peluang untuk meraup keuntungan besar bagi sejumlah negara di Eropa Barat; dan Revolusi Industri yang menjanjikan perubahan struktur perekonomian radikal bagi bangsa-bangsa di dunia.

(hlm.505)
Paparan-paparan sejarah yang kami sajikan sejauh ini menunjukkan bahwa pendekatan yang didasarkan pada determinisme sejarah—yaitu teori-teori yang dibangun menurut faktor-faktor geografi, budaya, dan faktor historis lainnya—sudah terbukti gagal.

(hlm.506)
Pada bagian penutup buku ini akan kami berikan garis besar atau indikator negara seperti apa yang berpotensi meraih pertumbuhan ekonomi dalam beberapa dekade mendatang.
Mereka yang berhasil menegakkan sentralisasi politik. Untuk kawasan sub-Sahara Afrika, negara-negara yang dimaksud adalah Burundi, Etiopia, Rwanda (yang secara historis dikenal memiliki sentralisasi politik cukup solid), dan Tanzania. Negara-negara Amerika Latin yang berpotensi mengalami pertumbuhan ekonomi adalah Brasil, Cile, dan Meksiko. Teori kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sangat sulit dicapai di Kolombia.
Teori kami juga mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di bawah institusi ekstraktif seperti di China akan sulit dipertahankan dan akhirnya mandek.

(hlm.507)
Teori kami ini bermanfaat untuk dijadikan dasar analisis kebijakan, sebab dengan teori ini kita bisa mendeteksi beragam rekomendasi kebijakan yang buruk, yang dilandasi oleh hipotesis yang salah kaprah atau minimnya pemahaman tentang proses perubahan institusi. Sikap berhati-hati untuk mencegah kesalahan yang fatal sama pentingnya dengan usaha untuk menyusun berbagai solusi yang praktis.

PESONA PERTUMBUHAN EKONOMI DI BAWAH REZIM OTORITER

(hlm.509)
Kejahatan Dai yang sesungguhnya adalah membuat proyek besar yang dikhawatirkan akan menyaingi perusahaan milik negara tanpa persetujuan elite petinggi Partai Komunis.

(hlm.509)
Meskipun sekarang sudah banyak perusahaan swasta yang beroperasi dengan efisien di China, sejumlah besar elemen perekonomian masih dikendalikan serta diproteksi oleh Partai Komunis.

(hlm.511)
Institusi-institusi ekonomi China jauh lebih inklusif daripada Uni Soviet, namun perangkat institusi politiknya sangat ekstraktif.

(hlm.513)
Pertumbuhan ekonomi seperti itu menjadi alternatif yang lebih populer dari “konsensus Washington” yang lebih menekankan pentingnya ekonomi pasar dan liberalisasi perdagangan, serta sejumlah langkah reformasi institusi yang diperlukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara terbelakang di dunia.
Model pertumbuhan ekonomi di bawah kekuasaan institusi politik ekstraktif tidak akan langgeng.

(hlm.514)
Bagi mereka, China merupakan model alternatif dari pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di bawah rezim otoriter.

(hlm.515)
Pertumbuhan ekonomi yang mereka raih dalam tiga dasawarsa terakhir menunjukkan adanya pergeseran radikal dari institusi ekstraktif ke institusi inklusif yang prosesnya sangat sulit, karena adanya hambatan dari institusi politik ekstraktif yang berwatak otoriter.

(hlm.517)
Negara-negara yang sukses membangun institusi politik-ekonomi dalam beberapa abad terakhir mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi mereka, namun rezim-rezim otoriter yang mencapai pertumbuhan ekonomi spektakuler selama enam puluh hingga seratus tahun terakhir ternyata tidak kunjung berubah menjadi rezim yang demokratis seperti apa yang diprediksikan oleh teori modernisasi.

(hlm.518)
Pertama, pertumbuhan ekonomi di bawah kekuasaan rezim otoriter ekstraktif di China, meskipun bisa dipertahankan selama beberapa saat, tidak akan menjadi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang didukung oleh institusi inklusif dan disertai oleh gelombang penghancuran kreatif. Kedua, mustahil kita bisa mengharap bahwa pertumbuhan ekonomi di bawah kekuasaan institusi ekstraktif dapat menumbuhkan demokrasi atau institusi politik yang inklusif. Ketiga, dalam jangka panjang, pertumbuhan di bawah kekuasaan institusi ekstraktif otoriter bukanlah pilihan yang ideal, dan tidak selayaknya kita dukung untuk dijadikan model pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara Amerika Latin, Asia, dan sub-Sahara Afrika.

KEMAKMURAN TIDAK BISA DIREKAYASA

(hlm.519)
Meskipun langkah-langkah reformasi itu terkesan masuk akal, pendekatan yang diterapkan oleh organisasi-organisasi internasional di Washington, London, dan Paris maupun di tempat-tempat lain itu masih dipengaruhi oleh kesalahan persepsi, terutama yang mengabaikan peranan institusi politik yang acap kali menjegal pengambilan keputusan.

(hlm.521)
Para pengambil keputusan dan jajaran birokrat yang seharusnya bekerja sesuai dengan arahan mungkin juga bagian dari masalah yang ada, dan berbagai usaha untuk memperbaiki kondisi itu selalu gagal sebab pihak-pihak yang terkait gagal mengatasi problem institusi yang menjadi biang utama dari kemiskinan yang ada.

(hlm.522)
Pada tahun 2006 LSM Seva Mandir bersama sekelompok ekonom merancang sebuah skema insentif untuk mendorong agar para tenaga kesehatan di distrik Udaipur (Rajasthan) mau kembali bekerja. Ternyata ide mereka sederhana saja, LSM Seva Mandir memperkenalkan penggunaan mesin absensi atau ‘time clock’ yang secara otomatis akan mencetak tanggal dan waktu kehadiran para tenaga kesehatan di sana.

(hlm.523)
Kisah tak elok ini sedikitnya menunjukkan sulitnya menerapkan perubahan di dalam masyarakat, kalau ternyata yang menjadi pemicu masalah adalah institusi-institusi yang ada.

(hlm.525)
Sejumlah penelitian mensinyalir bahwa dana bantuan asing yang benar-benar diterimakan ke sasaran hanya tinggal 10 atau 20 persen dari jumlah semula.
Dana bantuan asing adalah lahan bisnis bagi organisasi-organisasi internasional yang mengelola bantuan asing.

(hlm.526)
Negara-negara seperti Afghanistan itu miskin karena rakyatnya ditindas oleh rezim atau institusi ekstraktif yang meniadakan perlindungan hukum bagi hak kekayaan rakyat, rapuhnya hukum dan ketertiban, rusaknya sistem hukum, serta dominasi elite politik tingkat nasional dan lokal dalam aktivitas perekonomian.

(hlm.530)
Sebuah koalisi besar yang bertujuan untuk menghidupkan kembali demokrasi dan mengubah masyarakat Brasil.

(hlm.531)
Itulah negara Amerika Latin pertama yang diperhitungkan di kalangan diplomat internasional.
Semua itu terwujud berkat kekompakan berbagai elemen masyarakat dan gerakan sosial yang dengan berani membangun berbagai institusi politik-ekonomi yang inklusif.

(hlm.532)
Keberhasilan bangsa-bangsa itu dalam memberdayakan berbagai elemen dan kelompok masyarakat yang sangat majemuk. Semangat pluralisme yang menjadi tonggak institusi politik inklusif itu mempersyaratkan kekuasaan politik dibagi secara merata kepada seluruh pemangku kepentingan.

(hlm.535)
Apa yang bisa dilakukan untuk mempercepat, atau setidaknya memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat dan pembangunan institusi inklusif?
Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah ketertiban umum yang cukup terkendali, sehingga gerakan masyarakat yang menentang rezim ekstraktif tidak terjerumus ke dalam tindakan anarki dan melanggar hukum; adanya beberapa institusi politik yang memiliki karakteristik pluralis, seperti institusi-institusi politik tradisional di Botswana yang memungkinkan berbagai elemen masyarakat di sana membangun koalisi besar yang mampu bertahan lama; adanya lembaga-lembaga atau organisasi masyarakat madani yang bisa mengorganisir atau mengoordinasikan tuntutan masyarakat, dan menjaga agar gerakan-gerakan oposisi tidak dihancurkan oleh elite yang berkuasa atau ditunggangi pihak-pihak lain yang ingin mengambil alih berbagai institusi ekstraktif yang masih berfungsi.
Memberdayakan masyarakat luas adalah tugas mulia yang sulit dikoordinasikan maupun dipertahankan intensitas maupun konsistensinya, jika tidak disertai oleh penyebaran informasi yang menyadarkan masyarakat tentang adanya tindak-tindak penyimpangan oleh para penguasa.

(hlm.537)
“Untuk menjaga kepemimpinan Partai di tengah-tengah arus reformasi ini, kita harus berpegang teguh pada tiga prinsip: Partai harus mengendalikan angkatan bersenjata; Partai harus mengendalikan para kader; dan Partai harus mengendalikan berita.”

(hlm.544)
BAB 3: PROSES TERJADINYA KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN
Istilah institusi inklusif diperkenalkan kepada kami oleh Tim Basley.

Artikel Terkait

Menemukan Kembali Liberalisme oleh Ludwig von Mises #3

Jalan Menuju Perbudakan oleh Friedrich A. Hayek

Problem Domestik Bruto oleh Lorenzo Fioramonti

error: Content is protected !!