Teori Teori Keadilan: Six Theories of Justice oleh Karen Lebacqz
Chandra Natadipurba
12 Oktober 2024
Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku Teori Teori Keadilan: Six Theories of Justice oleh Karen Lebacqz.
Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.
Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.
Selamat membaca.
Chandra Natadipurba
===
Karen Lebacqz
TEORI-TEORI
KEADILAN
Analisis Kritis Pemikiran J.S. Mill, J. Rawls, R. Nozick, R. Neibuhr, J.P. Miranda
Kode penerbitan : NM-003-04-11
Diterjemahkan dari Six Theories of Justice, Karen Lebacqz, Augsbung Publishing House, Indianapolis, 1986.
Penerjamahan : Yudi Santosa Penyunting : Ahmad Mustofa
Cetakan Ke : 6 Bulan : 1 Tahun : 18
Diterbitkan oleh Penerbit Nusa Media PO BOX 137 Ujungberung, Bandung
Desain Cover : MF Mahardika Tata Letak : Nusamed Studio
ISBN : 979-1305-49-5
(hlm.2)
Pendahuluan
Mereka menggunakan keadilan distributif dalam maknanya yang luas: pertanyaannya bukan lagi hanya ‘Siapa yang memperoleh seberapa besar pai?’, namun juga ‘Apakah jenis pai itu semestinya?’, dan ‘Siapa yang berhak memutuskannya?’3
(hlm.3)
Enam Fragmen Keadilan
Keenam pendekatan ini dipilih karena menjadi wakil dari mazhab pemikiran yang berbeda-beda. Meski tiga fragmen adalah varian-varian liberalisme, dan tiga yang lain varian-varian teologi Kristen, ternyata masing-masing menawarkan pendekatan yang berbeda-beda terhadap keadilan. Enam teori itu dipilih karena mudah dijumpai di mana-mana: minimal pembaca dapat menemukan satu dokumen untuk setiap pendekatan ini.
(hlm.4)
Namun begitu, bentuk utilirianisme ini masih dipertahankan di dalam ‘analisis untung-rugi’ yang begitu populer di lingkungan pemerintah.
Respon Teori Kontrak
Rawls menggunakan model kontrak dan menawarkan alternatif Kantian untuk menanggapinya.
(hlm.5)
Alternatif Teori Hak
Jika teori kontrak Rawls memperbolehkan keterlibatan pemerintah untuk mewujudkan keadilan distributif , Nozick malah memperlihatkan bahwa tidak ada landasan moral apa pun bagi distribusi keadilan sehingga membutuhkan struktur pemerintah lebih dari campur tangan minimal negara.
Respon Katolikisme
Dengan semua perbedaanya, ketiga teori filsafat yang dibahas di sini beroperasi di dalam tradisi ‘liberal’.
(hlm.6)
Pastoral Letter on Catholic Social Teaching and the U.S. Economy yang disusun Konferensi Nasional Uskup-uskup Katolik dipilih sebagai sumber informasi bagi tradisi ini. Selain itu, dia menawarkan konsep yang berbeda tajam dari konsep Nozick dengan menggagas bahwa kerjasama diantara umat manusialah, jadi bukan pemahaman individualistik, yang bisa memahami kemanusiaan, dan kemudian keadilan sosial yang lebih luas.
(hlm.8)
Tantangan Teologi Pembebasan
Keenam fragmen ini ditawarkan dengan keyakinan bahwa setiap mazhab membicarakan sesuatu yang sangat fundamental sehingga meninggalkan warisan yang permanen, tak peduli apa pun keterbatasannya.
(hlm.9)
Pengeksplorasian Membuta
Pertama, dari enam pendekatan yang ditulis di sini, hanya satu yang menulis secara eksplisit ‘teori’ keadilan. Yang lain lebih menyoroti banyak hal lain, sehingga jika sebuah ‘teori’ keadilan dilepaskan begitu saja dari seluruh rangkaian pemikiran mereka, akan menjadi asing bagi maksud mereka yang utama. Karena itu, kelima pendekatan sisanya lebih baik jika dipahami sebagai ‘jendela’ bagi keadilan daripada sebagai teori perse.
Kedua, fragmen-fragmen yang ditawarkan di sini mencerminkan distorsi-distorsi lokasi sosial mereka.
Ketiga, saya tidak pernah bermaksud membedah kondisi sosial atau sejarah pribadi para pemikir di sini.
(hlm.10)
Keempat, sebuah teori memiliki kehidupan dan integrasitasnya sendiri. Karena itu tugas kita disini adalah ‘masuk’ ke dalam setiap teori itu, dengan kemampuan terbaik kita, lalu menyimak kritik-kritik yang dilontarkan terhadapnya.
(hlm.11)
Catatan Penerjemah
* Istilah ‘hak’ di sini diterjemahkan dari ‘entitlement’ yang mengandung pengertian lebih kuat, mendasar dan luas daripada ‘right’: hak asasi, kedaulatan, hak istimewa, hak yang bersifat prerogatif, dan klaim.
** ‘Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatanmu’, dan ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti kamu menyayangi dirimu sendiri’.
Catatan Akhir
2 Joel Feinberg telah menyatakan bahwa klasifikasi tradisional mengenai keadilan – distributif, retributif dan komulatif – tidak banyak membantu.
(hlm.14)
SATU
Teori Keadilan Menurut John Stuart Mill
Kemanfaatan
Ide dasar utilitarianisme sangat sederhana: yag benar untuk dilakukan adalah yang menghasilkan kebaikan terbesar.
‘Kemanfaatan’ atau ‘prinsip kebahagiaan terbesar’ menyatakan bahwa tindakan tertentu benar jika cenderung memperbesar kebahagiaan; keliru jika cenderung menghasilkan berkurangnya kebahagiaan. Yang dimaksudkan dengan kebahagiaan adalah kesenangan dan tidak adanya rasa sakit …5
Pertama, tujuan hidup adalah kebahagiaan.
(hlm.15)
Tapi, apakah kebahagiaan itu? Bentham mendefinisikannya dalam terminologi kesenangan dan ketidak-hadiran rasa sakit. Mill mengembangkannya lebih jauh dengan memilah-milahkan secara eksplisit perbedaan dari jenis-jenis kesenangan dan rasa sakit tersebut.
Kedua, ‘kebenaran’ dari suatu tindakan ditentukan oleh kontribusinya bagi kebahagiaan. Kaidah ini menjadikan utilitarianisme sebuah teleologi: tujuan (telos) menentukan apa yang benar.
(hlm.16)
Namun rumusan ini mengundang pertanyaan besar: haruskah hasil dari setiap tindakan yang dikalkulasikan itu menjadi penentu bagi seluruh ‘kemanfaatan’, sehingga dari sini berhak memutuskan mana ‘yang benar’?
(hlm.20)
Mill menemukan 6 kondisi umum yang umumnya disepakati sebagai hal yang ‘tidak adil’: (1) memisahkan manusia dari hal-hal yang atasnya mereka memiliki hak legal; (2) memisahkan manusia dari hal-hal yang atasnya mereka memiliki hak moral; (3) manusia tidak memperoleh apa yang layak diterimannya – kebaikan bagi yang bertindak benar, dan keburukan bagi yang bertindak keliru; (4) perselisihan iman di antara orang per orang; (5) bersikap setengah-setengah, contohnya menunjukkan dukungan sebagai pemanis bibir; (6) mengancam atau menekan orang lain yang tidak setara denganya.28
(hlm.23)
Ringkasan
Keadilan adalah istilah yang diberikan kepada aturan-aturan yang melindungi klaim-klaim yang dianggap esensial bagi kesejahteraan masyarakat – klaim-klaim untuk memegang janji diperlakukan dengan setara, dan sebagainya.
(hlm.24)
Keadilan mengakui eksistensi hak-hak individu yang didukung masyarakt.37
(hlm.31)
Kritik
Apakah kita lebih mengutamakan jumlah terbesar, ataukah total kemanfaatan maksimum?59
(hlm.35)
Karena itulah Rescher melontarkan tesis yang sangat kuat bahwa “keadilan distributif terletak di dalam pemberian kepada masyarakat menurut klaim-klaim mereka yang legitim,” dan menyimpulkan bahwa “doktrin distribusi yang tidak dipredikatkan kepada pengakomodasian yudisial klaim-klaim bukanlah teori keadilan yang distributif.”69
Rescher sendiri menemukan tujuh klaim yang telah menduduki tempat terhormat di dalam sejarah. Salah satu dari ketujuh klaim adalah standar distribusi kaum utilitarian yang berbasis kepentingan publik atau demi kebaikan bersama. Di luarnya masih ada enam lagi klaim tambahan – yaitu kebutuhan, kontribusi, upaya, kemampuan, nilai pasar mengenai persediaan dan permintaan, dan kesetaraan.71
(hlm.49)
DUA
Teori Keadilan Menurut John Rawls
Kekuatan utilitarianisme di arena keadilan ada dua: (1) menyediakan – minimal secara teoritis – metode konkret untuk mengambil keputusan-keputusan yang sulit; dan (2) menyadari pentingnya kebahagiaan atau kebaikan umum sebagai bagian dari teori keadilan.
Tugas yang diberikan John Rawls pada dirinya dalam bukunya, A Theory of Justice, adalah mengajukan sebuah teori alternatif mengenai keadilan dengan menghindari kelemahan utilitarianisme sembari mempertahankan kekuatan yang sama.2
(hlm.50)
Metode
“Keadilan sebagai kesetaraan” berakar di dua tempat: teori kontrak sosial Locke dan Rousseau, dan deontologi Kant. Ide dasarnya sangat sederhana, meski cara kerja teorinya sangat kompleks. Tujuan Rawls adalah menggunakan konsep kontrak sosial untuk memberikan interprestasi prosedural bagi konsep Kant mengenai pilihan otonom sebagai basis prinsip etika. Prinsip-prinsip bagi keadilan (dan filsafat moral umumnya) adalah hasil dari pilihan-pilihan rasional.3
(hlm.53)
Prinsip-prinsip Keadilan
Pertama, mereka akan berfokus untuk mengamankan kebebasan mereka agar tetap setara sehingga akan memilih suatu prinsip guna mengantisipainya:
Setiap berada memiliki hak yang setara terhadap sistem total yang paling luas bagi kebebasan-kebebasan dasar yang mirip dengan sistem kebebasan serupa bagi semuanya.18
(hlm.56)
Prinsip ini disebut ‘prinsip-pembedaan’ (difference principle), dan menjadi inti sari substansi teori Rawls mengenai keadilan. Prinsip ini mengijinkan sejumlah ketidak-setaraan di dalam pendistribusian, namun hanya jika hal itu dapat melindungi bahkan memperbaiki posisi mereka yang kurang beruntung di masyarakat.
Strategi ini menyatakan bahwa pihak-pihak di posisi awal akan memilih suatu cara untuk ‘memaksimalkan yang minimum’.26
Tanpa memperhitungkan apakah peluang saya untuk berkembang paling kecil di masyarakat, masuk akal jika saya melakukan tindakan protektif untuk mengamankan posisi anggota masyarakat yang kurang beruntung, karena bisa saja itu menimpa saya. Lalu saya akan mulai mengijinkan ketidak-setaraan terjadi hanya jika hal itu membawa keuntungan bagi anggota masyarakat yang kurang beruntung.
(hlm.57)
Ketidak-setaraan sosial dan ekonomi disusun sedemikian rupa agar mereka dapat: (a) memberi keuntungan terbesar bagi pihak kurang beruntung, sesuai prinsip penghematan yang adil, dan (b) dilekatkan pada jawatan dan jabatan kepemerintahan yang terbuka bagi semua orang berdasarkan kondisi kesetaraan yang adil terhadap kesempatan.29
(hlm.58)
Konsep umumnya adalah nilai-nilai sosial “didistribusikan dengan setara kecuali distribusi tidak setara dari salah satu atau semua nilai ini membawa keuntungan bagi semu orang.”30 bertentangan dengan kritea ‘kebaikan terbesar’ para pendukung utilitarian, konsep Rawls mensyarakatkan “setiap orang harus dapat mengambil manfaat” ini lalu mendasari persyaratan “setiap orang yang kurang beruntung harus dapat mengambil manfaat” menurut prinsip maksimin dalam posisi awalnya.
Justifikasi
Namun apakah prinsip-prinsip itu sendiri sudah adil?
(hlm.65)
Akhirnya, kritik menuduh kalau teori Rawls pada hakikatnya hanya berputar-putar saja. Argumennya bergantung pada kondisi khusus yang dipilih untuk menjadi posisi awal.
Prinsip Kebebasan Setara
Seperti sudah dijelaskan di depan, dengan tatanan leksikal sebagai efeknya, prinsip ini mengijinkan pembatasan terhadap kebebasan hanya demi mendukung sistem kebebasan yang lebih luas.
(hlm.66)
Akhirnya, Hart mencatat bahwa setiap kebabasan seperti pedang bermata dua: saya menerima keuntungan manfaat dari mengolah kebebasan saya, namun saya juga harus menanggung beban orang lain yang mengolah kebebasan mereka.
(hlm.68)
c. Prinsip-Pembedaan
Bagaimana cara mengidentifikasi pihak-pihak yang ‘kurang beruntung’? Rawls menjawab bahwa posisi dan kekuasaan umumnya meleka pada penghasilan dan kesejahteraan, karena itu penghasilan adalah alat ukur yang cukup. Wolff menyanggah hal ini tidak bisa dibuktikan, sementara Barber dan Barry mencatat bahwa teori Rawls gagal memperhitungkan diskriminasi rasial atau karakteristik lain yang tidak selalu berkaitan dengan penghasilan, namun berkorelasi langsung dengan ‘Ketidakberuntungan’ di masyarakat.61
(hlm.70)
Kenapa tidak memilih saja sebuah prinsip yang bisa menguntungkan setiap orang kecuali mereka yang sudah beruntung?67
(hlm.71)
Pertama, dia berpendapat bahwa barang-barang bukanlah ‘manna dari surga’ melainkan produk dari suatu proses produksi.71
Kedua, Nozick mengusulkan bahwa sebaiknya kita membayangkan yang terbaik saat menghadapi yang terburuk: “Lihat, anda memperoleh suatu pencapaian dari upaya kerja sama ini; karena itu, kita akan dapat berpartisipasi lebih jauh hanya jika kita dapat memperoleh sebanyak mungkin dari anda.”
(hlm.72)
Argumen dasar Reiman adalah sbb: produk sosial yang diperoleh lewat upaya kerja sama merupakan hasil dari pekerja yang berbeda-beda. Lalu ketika ‘barang-barang’ ini didistribusikan, maka yang didistribusikan sebenernya proporsi yang di dalamnya individu bekerja untuk satu sama lain.
(hlm.74)
Justifikasi
Contohnya, Sandel menanyakan kenapa Rawls menganggap ‘sama-sama tidak-berkepentingan’ (mutual disinterested ) sebagai asumsi yang lemah.81
(hlm.79)
Catatan Akhir
Rawls bermaksud menyediakan sebuah pandangan alternatif bagi dua teori utama yang mendominasi awal abad ini: utilitarianisme di satu sisi, dan teori-teori intuitif deontologis di sisi lain. Namun begitu, sangat jelas kalau utilitarianismelah yang telah membentuk agenda utama kerjanya itu.
(hlm.89)
TIGA
Teori Keadilan Menurut Robert Nozick
Jika Rawls benar, dan keadilan mensyarakatkan bahwa struktur dasar masyarakat disusun sedemikian rupa agar memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang kurang beruntung, maka sebuah negara yang kuat akan dbutuhkan untuk memenuhi tujuan ini.
Dia ingin menunjukkan bahwa negara minimal (minimal state) – dan hanya negara minimal – adalah satu-satunya yang bisa dijustifikasi.2
(hlm.90)
Peran Negara
Nozick mengadopsi pandangan Kantian bahwa “individu adalah tujuan akhir, bukan sekedar alat.”3 Individu adalah akhir dalam dirinya sendiri, memiliki hak-hak ‘alamiah’ tertentu.
(hlm.94)
Negara-minimal ini muncul melalui proses alamiah dari pembentukan sebuah lembaga perlindung dominan yang dipasangkan dengan prinsip kompensasi dan pengetahuan yang adekuat.
(hlm.96)
Keadilan Distributif
Baik Rawls maupun penganut utilitarian jelas akan melegitimasikan negara yang lebih-dari-minimal untuk menjadmin bahwa segala hal didistribusikan secara adil – entah untuk melindungi yang kurang beruntung, atau untuk memastikan kebaikan lebih besar bagi semuanya. Jadi apakah negara yang lebih-dari-minimal memang diperlukan oleh pertimbangan-pertimbangan keadilan?
Jawaban Nozick jelas tidak. Pola distribusi barang-barang di masyarakat, kata Nozick, bukan hasil dari beberapa lembaga utama yang mendistribusikan segala sesuatu. Lebih tepatnya ini hasil dari pertukaran, penganugerahan dan keputusan individu yang tak terhitung jalinannya.25 Dengan tiadanya lembaga distribusi atau pengalokasian terpusat seperti itu, tidak akan ada pertanyaan mengenai ‘keadilan distributif’.
Yang sesungguhnya kita miliki hanyalah pola-pola kepemilikan individu.
Jadi kapan sebuah kepemilikan pribadi dapat menjadi adil? Jawaban Nozick membentuk salah satu prinsip dasarnya: apa pun yang dimunculkan dari situasi yang lewat cara-cara yang adil adalah adil.27
(hlm.97)
Sebagai contoh, katakanlah setiap orang ingin menonton Wilt Chamberlain bermain basket, dan mereka masing-masing bersedia memberinya $1 untuk kesenangan menonton dia bermain basket.28 setiap pertukaran $1 bagi aksi Chamberlain tampaknya adil. Namun setelah beberapa waktu, kepemilikan di antara mereka tidak lagi setara: Chamberlain akan menjadi jauh lebih kaya daripada setiap orang yang lain. Namun kesengajaan di dalam kepemilikan seperti ini adil, kata Nozick, karena dia dimunculkan oleh cara-cara yang adil dari sebuah situasi awal yang adil. Karena itu, upaya apa pun untuk meredistribusikan hal-hal menurut tujuan-akhir atau pola tertentu (contohnya prinsip-pembedaan Rawls) sama dengan merusak putusan-putusan bebas yang dibuat orang-orang ini.29
Keadilan di dalam kepemilikan, kalau begitu, terdiri atas keadilan di dalam kepemilikan awal dan keadilan di dalam pemindahan kepemilikan.30 Sistem ini mungkin bisa disebut sebagai prinsip “dari setiap hal yang dipilih, bagi setiap hal yang sudah dipilih.”
(hlm.98)
Meskipun demikian, dia juga menerima ‘ketentuan Lockean’ mengenai keadilan dari pencapaian orisinil: saya bebas untuk memperoleh apa pun dengan cara ‘mencampurkan kerja saya’ dengan sesuatu asalkan tidak menggangu orang dalam prosesnya.
(hlm.99)
Konsepsi mengenai pencapaian orisinil seperti ini, kata Nozick, teraplikasikan secara luas sebagai ‘pemindahan’ (transfer) dan ‘pembelian’ (purchase).
Dia berpendapat bahwa seorang ilmuwan diperbolehken memonopoli pengetahuan baru yang ditemukannya. Meskipun ada orang-orang tertentu yang memerlukan pengetahuan itu untuk bertahan hidup, namun dominasi terhadap pengetahuan itu tidak memperburuk kondisi mereka dari sebelumnya. Dengan kata lain, ilmuwan tersebut tidak berkewajiban untuk memberikan semua atau menjual pengetahuan tersebut, namun dia boleh menukarkannya sesuai harga yang diperbolehkan pasar.40
(hlm.100)
Karena prinsip-prinsip seperti ini memaksakan susunan redistribusi barang-barang yang harus dipilih atau ditukarkan masyarakat sehingga merusak prinsip Kantian yang fundamental mengenai penghargaan terhadap otonomi manusia untuk memilih.42
Salah satu impikasi menarik dari pendekatan ini adalah pengertian Nozick mengenai pajak. Pajak, katanya ekuivalen dengan kerja paksa.43 Membayar pajak sama seperti dipaksa bekerja selama n jam untuk orang lain. Karena itu, prinsip-prinsip terpola keadilan distributif yang menuntut pajak (contohnya untuk mensuport pihak-pihak kurang beruntung) sama saja dengan ‘pemaksaan’ atau ‘perampasan’ kerja masyarakat.44
(hlm.101)
Ringkasan
Apabila Rawls memandang perlu dimunculkannya prinsip-prinsip sosial untuk menjamin distribusi yang adil, Nozick menolak peran negara di dalam peran ‘keadilan distributif’. Keadilan dibatasi hanya pada ruang ‘komutatif’ pertukaran individu.
Karena itulah, ‘keadilan’ bagi Nozick terdapat di dalam pertukaran yang adil. Keadilan tidak dapat membuat klaim yang substantif apa pun, selain hanya mengandung persyaratan prosedural bagi keadilan pertukaran.
Yang lebih penting, keadilan tidak terdapat di dalam propaganda ‘kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar’, tidak juga di dalam upaya untuk melindungi pihak-pihak yang kurang beruntung.
(hlm.102)
Kritik
Implikasi dari teori Nozick sangat mengejutkan. Bukan hanya teori negara-minimal mengimplikasi bahwa pajak merupakan suatu bentuk kerja paksa, namun juga teori ini sama sekali tidak berpijak kepada ‘dasar kemanfaatan’ atau cita-cita mulia melindungi pihak-pihak yang kurang beruntung, sama sekali tidak memberikan batasan apa pun bagi kesenjangan kaya dan miskin, dan tidak menyediakan perlindungan apa pun bagi merosostnya kesejahteraan seluruh masyarakat.46
Yang jelas, Nozick berpendapat bahwa kaum utilitarian dan Rawls sama kelirunya dalam memahami hakikat keadilan. Meskipun Rawls mengklaim menawarkan sebuah ‘keadilan prosedural murni’, namun Nozick melihat pada kenyataannya Rawls malah meniupkan pendekatan berbasis. ‘kondisi-akhir’. Pandangan ‘historis’ Nozick sendiri, sebaliknya, benar-benar mengusung sebuah ‘keadilan prosedural murni’ –apa pun kondisi akhirnya, selama dia muncul sesuai prosedur, semuanya adil-adil saja. Sementara terhadap kaum utilitarian, Nozick mengutuk karena mereka memperbolehkan kemungkinan untuk mengorbankan hak-hak seseorang demi kebaikan orang lain. Ini jelas bertentangan dengan prinsip Kantian mengenai penghargaan terhadap pribadi.48
(hlm.103)
Pertama, kenapa hak kepemilikan harus memiliki ciri “absolut, permanen, ekslusif, bisa diwariskan dan tidak bisa dimodifikasi”?52
(hlm.105)
Di sini, kita akan mulai dengan memperhatikan bahwa Nozick ternyata tidak menyediakan satu data historis apa pun berkenaan dengan sistem pasar dan pengoperasiannya.
(hlm.106)
Sebuah ekonomi pasar dicirikan oleh pertukaran. Karena itu, keadilan dari sebuah ekonomi pasar dicirikan keadilan di dalam pertukaran – keadilan komutatif, bukannya keadilan distributif perse.
(hlm.111)
Evaluasi
Meskipun begitu, tantangan liberal Nozick sudah meninggalkan warisan penting bagi siapa pun yang ingin menggumuli keadilan. Pertama, penekanannya terhadap hakikat historis dari keadilan cukup penting.
Kedua, sebagai gambaran yang ideal, teorinya menangkap sesuatu yang penting bagi keadilan.
(hlm.112)
Ketiga, kontribusi lain teori Nozick yang tak kalah pentingnya adalah gagasannya tentang kebebasan dan perbedaan kebebasan dari kesetaraan. Seperti ditulis Fishkin, kaum liberal kontemporer cenderung memegang tiga nilai yang selalu berada dalam ketegangan besar: kelayakan kesetaraan kesempatan hidup, dan otonomi keluarga.
(hlm.119)
EMPAT
Teori Keadilan dalam Katholikisme
Bahkan mereka sepakat dengan penegasan fundamental Nozick bahwa manusia memiliki hak-hak yang tidak boleh diganggu gugat. Namun hanya sampai di situ persamaan mereka berakhir. Jika Nozick menjadikan argumen ini dasar bagi teori minimal mengenai negara dan sebuah argumen menentang argumen untuk menentang ‘keadilan distributif’ apa pun yang lebih luas demi mendukung pertukaran komutatif yang ketat, maka tradisi Katolik sangat menyetujui kebutuhan akan pemahaman keadilan lebih luas yang melampaui pertukaran komutatif, yaitu sampai pada keadilan ‘distributif’ dan ‘sosial’.
(hlm.121)
Tradisi Katolik mengenai ajaran sosial berakar di dalam tiga afirmasi dasar berikut: (1) harkat pribadi manusia tidak boleh diusik-usik, (2) hakikat manusia esensinya bersifat sosial, dan (3) keyakinan bahwa berlimpahnya alam dan kehidupan sosial diberikan bagi semua orang.8
Masyarakat ada terlebih dahulu sebelum institusi apa pun, dan institusi hadir demi melayani masyarakat. Masyarakat memiliki hak yang tidak dapat dirampas oleh negara maupun institusi apa pun.
(hlm.122)
Paus Paulus VI menjelaskan penalaran ini: “Jika posisi pihak-pihak yang berontak sangat tidak setara, maka persetujuan di antara pihak-pihak itupun tidak dapat cukup untuk menjamin keadilan dari kontrak tersebut.”
(hlm.124)
‘Keadilan’ bukan hanya masalah distribusi yang tepat atas barang-barang (keadilan distributif), namun juga pengijinan bahkan pewajiban setiap pribadi untuk berpartisipasi di dalam produksi barang-barang tersebut (keadilan sosial).
(hlm.126)
Orang miskin tidak sanggup mencari makan untuk dirinya sendiri, karena itu keadilan distributif mensyaratkan negara harus memperlakukan mereka secara khusus.
(hlm.128)
Karena orang-orang miskin yang paling terpengaruh oleh keputusan-keputusan ekonomi, dan karena mereka memiliki klaim istemewa lantara kerapuhannya, maka keputusan seperti itu harus dinilai oleh apa yang dilakukan sistem bagi dan karena orang-orang miskin, dan dengan apa sistem memampukan orang-orang miskin bertindak bagi diri mereka sendiri.49 Cara menangani orang miskin adalah ‘tes krusial’ bagi keadilan atau ketidak-adilan sebuah masyarakat.50
(hlm.129)
Keadilan di dalam Alkitab memiliki beberapa nuansa. Yang paling fundamental ini berarti ‘apa yang benar’ –tercemin dalam istilah sedaqah (kebenaran) dan mishpat (penilaian yang benar dan tindak keadilan konkret).57
(hlm.130)
Keadilan komutatif mensyaratkan kesetaraan di dalam kesepakatan dan pertukaran di antara pribadi-pribadi. Keadilan komutatiflah yang mensyaratkan upah yang adil dan kondisi kerja yang adekuat.66 Keadilan sosial mensyaratkan masyarakat untuk berpartisipasi di dalam penciptaan demi kebaikan bersama.
Keadilan distributif berkaitan dengan pengalokasian produk-produk sosial. Para uskup menyerukan, keadilan distributif harus memberi perhatian khusus pada kebutuhan-kebutuhan, melarang diskriminasi dan menyediakan landasan bagi kesejahteraan minimal.68
(hlm.133)
Ringkasan
Keadilan, bagi para uskup, bukan hasil konsensus sosial maupun dedukasi rasional atau kalkulasi semata. Dia berakar pada tradisi iman yang merespon Tuhan yang adil dan penuh kasih.
(hlm.135)
Kritik
Draf pertama banyak dikritik para pembela sistem pasar bebas. Konsep para uskup dinilai terlalu banyak meletakkan kekuasaan di tangan pemerintahan dan yang seperti ini terlalu mahal harganya.
(hlm.136)
Di titik ini mereka juga menemukan cara uskup-uskup menggunakan Kitab Suci, contohnya kisah Lazarus dan orang kaya, lebih diarahkan untuk menyoroti tindak-tanduk individu, bukannya bangsa atau institusi.103
(hlm.137)
Kemiskinan di masa biblis tidak sama dengan kemiskinan masa kini, kata Novak. Penggunaan apa pun Kitab suci harus sampai kepada masalah pengaplikasian seperti itu. Karena itu dia menuduh the Bishops Letter telah menyelewengkan Kitab Suci dengan mengambil konsep keadilan dari dalamnya secara ‘ahistoris’.104
(hlm.158)
kalau begitu, bagi Niebuhr etika Kristen dimulai dari kasih. Kasih adalah, pertama-tama, turunan dari iman. Di waktu yang sama, kasih adalah kebutuhan ‘alamiah’ manusia.
(hlm.159)
Dosa bagi Niebuhr memiliki dua dimensi. Dimensi religius dari dosa adalah penyembahan berhala. “Dosa manusia adalah dia berusaha menjadikan dirinya sendiri sebagai Tuhan”12
(hlm.168)
Implikasi Politik dan Ekonomi
Di masyarakt kontemporer, kata Niebuhr, pusat-pusat kekuasaan sebagian besar adalah ekonomi.79 Di awal pemikirannya, Niebuhr melihat kekuasaan politik sangat bergantung pada kekuasaan ekonomi sehingga “tatanan politis yang adil tidak mungkin terwujud tanpa merekonstruksi sistem kepemilikan.”80
(hlm.172)
Ringkasan
Kita tidak pernah bisa merasa puas bahwa keadilan sudah terlaksanakan hanya karena ‘kebaikan terbesar’ sudah tercapai, atau karena kondisi pihak-pihak yang kurang beruntung jadi lebih baik dari sebelumnya, atau karena pertukaran sudah dilakukan dengan setara, atau karena upah yang layak bagi penghidupan sudah dilakukan selalu bersifat temporer dan parsial.
Kritik
Mari kita mulai dari kritik yang paling luas: tuduhan bahwa Niebuhr tidak memiliki teori keadilan.
(hlm.173)
“Keadilan adalah pengaplikasian hukum kasih. Aturan-aturan…adalah pengaplikasian hukum kasih dan tidak bisa lepas darinya.”98
(hlm.182)
Jika Nozick mengklaim ingin menawarkan sebuah teori keadilan yang historis namun gagal membaca sejarah itu sendiri, Niebuhr mulai dari fenomena ketidak-adilan di dalam sejarah.
(hlm.197)
ENAM
Teori Keadilan Menurut Jose Portoforio Miranda
Sebuah Metode Baru
“Tuhan memilih sejak lahir untuk hidup sama seperti orang-orang miskin, bukan? … Dia terlahir miskin karena itu ingin kita semua juga menjadi miskin. Tapi benarkah demikian? Ataukah yang sebenarnya diinginkan Tuhan adalah kita semua menjadi setara?”4
(hlm.210)
Ringkasan
Seperti para uskup dan Niebuhr, pendekatan teologi pembebasan terhadap keadilan dilandaskan kepada iman.
(hlm.212)
Para teolog pembebasan gagal menyediakan data yang mendetail yang dibutuhkan untuk mensubstansikan interprestasi mereka terhadap situasi yang ada.90
(hlm.234)
Kesimpulan
Enam Fragmen Keadilan
Karena keadilan baginya adalah produk dari pilihan bebas dan pertukaran.
Jadi inilah tantangan terbesar yang dilontarkan Nozick: apakah kebebasan harus dikorbankan demi kesetaraan?
Dengan berpijak di atas tradisi Katolik yang panjang, mereka pun mengusulkan tiga prinsip bagi keadilan: kesetaraan komutatif di dalam pertukaran, distribusi sesuai kebutuhan, dan mungkin yang terpenting, persyataan sosial bagi partisipasi.
(hlm.236)
Tradisi menyebutkan bahwa resmi keadilan distributif adalah “bagi masing-masing sesuai dengan yang layak baginya.”1
Jika keadilan berarti “bagi masing-masing sesuai dengan …”, enam teori ini melihat hal-hal sebagai berikut:
Mill : bagi masing-masing sesuai dengan kecenderungan tindakan yang memaksimalkan kemanfaatan bagi semuanya;
Rawls : bagi masing-masing sesuai dengan struktur dasar yang dapat menguntungkan pihak-pihak kurang beruntung
Nozick : bagi masing-masing sesuai dengan pilihan-pilihan yang sudah menjadi hak mereka
Para Uskup : bagi masing-masing sesuai dengan martabat mereka sebagai mahluk yang diciptakan secitra allah
Niebuhr : bagi masing-masing sesuai dengan prinsip kebebasan, khususnya kesetaraan, yang diimbangi kasih dan keadilan;
Miranda : bagi masing-masing sesuai dengan campur tangan Tuhan di dalam sejarah dalam membebaskan orang miskin dan tertindas.
(hlm.237)
Yang mengejutkan juga adalah hilangnya beberapa konsep tradisional seperti klaim Aristotelian bahwa keadilan bisa dimaknai sebagai distribusi asalkan beriringan dengan kebaikan.
Perbedaan-perbedaan ini sama mengejutkannya jika kita beranjak dari pengevaluasian substansi menuju pengevaluasian metode. Bagaimana kita bisa sampai kepada sebuah teori keadilan?
“persyaratan keadilan tercapai melalui…”
Mill : persyaratan keadilan tercapai melalui pencarian hakikat umum di dalam konsep-konsep yang ada selama ini mengenai apa yang adil dan tidak adil;
Rawls : persyaratan keadilan tercapai melalui pilihan rasional di dalam seting yang ‘fair’;
Nozick : persyaratan keadilan bagi hak-hak minimal tercapai melalui pendeduksian maksim Kantian yang memperlakukan setiap pribadi sebagai tujuan akhir, bukan hanya sebagai alat/cara;
Para Uskup : persyaratan keadilan tercapai melalui pewujudan visi keadilan berbasis-iman dalam prinsip-prinsip filosofi dan teologis mengenai kewajiban dan hak;
Niebhur : persyaratan keadilan tercapai melalui prinsip kasih berbasis-iman yang selalu tarik ulur dengan realitas-realitas dosa;
(hlm.238)
Miranda : persyaratan keadilan tercapai melalui konfirmasi Alkitab bagi analisis Marxis tentang ketidak-adilan yang dialami kaum tertindas.
(hlm.239)
Perhatian Rawls terarah kepada struktur dasar mensyaratkan sedangkan perhatian Niebuhr kepada pandangan fundamental hakikat manusia. Perhatiaan Nozick terarah kepada keniscayaan dan batasan-batasan negara, sedangkan perhatian Miranda terfokus kepada cara berpikir Alkitab. Perhatian Mill terarah pada kriteria bagi tindakan yang benar secara umum, sedangkan para uskup terfokus langsung pada kemiskinan di Amerika Serikat. Titik mulai yang berbeda-beda menghasilkan fragmen keadilan yang berbeda-beda.
(hlm.240)
Nozick memberikan dukungan yang paling eksplisit terhadap sitem pertukaran pasar kapitalis berbasis hak kepemilikan pribadi ini.
(hlm.242)
Yang jelas, perbedaan pendekatan yang paling radikal adalah antara Nozick dan Miranda.
Teologi pembebasan lahir dari ketidak-adilan historis. Namun apa hakikat dari ketidak-adilan historis ini? Miranda berpendapat ketidak-adilan kontrak upah di tataran mikro dapat digunakan untuk mengembangkan suatu analogi di tataran makro: orang miskin tidak akan setuju dengan sistem yang sudah menjebak mereka di dalam kemiskinan seperti saat ini.
(hlm.244)
Jika mishpat menjadikan ukurannya, maka sedaqah menjadi tali pengukurnya. Dan mengenai tali pengukur inilah buku saya yang berikutnya akan mengarah.
(hlm.249)
SUPLEMEN
KONSEP KEADILAN DALAM KRISTEN
Keadilan ilahi dan Karakter transendentalnya
Salah satu unsur terpenting dari agama Kristen adalah gagasan bahwa keadilan merupakan kualitas esensial Tuhan.
(hlm.255)
Isi Injil yang saling kontradiktif
Wahyu Alkitab dalam beberapa bagian bukan hanya bertentangan langsung dengan moralitas Kristen modern, tetapi juga bertentangan dengan ayat-ayat yang ada di dalamnya, setidaknya kontradiksi dalam wahyu tentang penciptaan.
(hlm.257)
Semua kontradiksi ini barangkali dapat dengan mudah dijelaskan dari sudut pandang sejarah di mana kita bisa melihat berbagai tahap evolusi legal. Tetapi interprestasi historik tidak dapat diaplikasikan apabila Alkitab akan digunakan sebagi pengungkapan absolut dari Tuhan, dan oleh sebab itu merupakan keadilan yang tak dapat diubah.
(hlm.258)
Pembalasan dan Kasih–hukum dan keadilan
Tuhan sebagai raja dan pencipta aturan
(hlm.261)
Tuhan sebagai hakim
(hlm.263)
Tuhan sebagai “saksi”dan sebagai pihak yang ikut mengadakan perjanjian.
(hlm.268)
Keadilan Tuhan : Pembalasan
Sebelum hadirnya ajaran Yesus, jelas sekali terlihat bahwa keadilan bagi bangsa yahudi berarti pembalasan.
(hlm.273)
Allah adalah Tuhan yang membalas
(hlm.276)
Jus talionis – Prinsip Pembalasan – sebagai inti dari keadilan Tuhan – diekspresikan oleh Musa dalam rumusan singkat berikut: “Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengar perintah Tuhan, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal” (Ulangan 11: 26 dst).
(hlm.338)
Ada keadilan relatif manusia yang indektif dengan hukum positif, dan keadilan absolut ilahiah yang merupakan rahasia iman.
DAFTAR BUKU TERBITAN NUSA MEDIA
14. Judul : Teori Umum tentang Hukum dan Negara Penulis : Hans Kelsen
15. Judul : Teori Hukum Murni Penulis : Hans Kelsen
23. Judul : The Spirit of Laws: Dasar-dasar Ilmu Huklum dan Ilmu Politik Penulis : Montesquieu
28. Judul : Pengantar Teori Hukum Penulis : Hans Kelsen
“Mengapa pemerintah dianggap lebih tahu daripada kita sendiri tentang apa yang kita mau dan apa yang kita anggap penting dalam hidup..”