Berikut ini adalah kutipan-kutipan yang saya kumpulkan dari buku The Selfish Gene oleh Richard Dawkins.
Tanpa harus membacanya semua, Anda mendapatkan hal-hal yang menurut saya menarik dan terpenting.
Saya membaca buku-buku yang saya kutip ini dalam kurun waktu 11 – 12 tahun. Ada 3100 buku di perpustakaan saya. Membaca kutipan-kutipan ini menghemat waktu Anda 10x lipat.
Selamat membaca.
Chandra Natadipurba
===
THE SELFISH GENE
(GEN EGOIS)
RICHARD DAWKINS
KPG 591701438
Cetakan pertama, November 2017 Cetakan kedua, Maret 2018
Diterjemahkan dari The Selfish Gene: 40th Anniversary Edition (4th ed.), 2016
Penerjemah K. El-Kazhiem
ISBN: 978-602-424-728-7
(hlm.2)
PENGANTAR EDISI 30 TAHUN
THE SELFISH GENE
Debat utama dalam Darwinisme menyangkut unit yang benar-benar diseleksi: jenis entitas apakah yang dapat bertahan hidup, atau tidak, sebagai konsekuensi seleksi alam. Unit tersebut akan menjadi, kurang-lebih dengan sendirinya, “egois”.
(hlm.3)
Atau apakah seleksi alam, seperti yang saya utarakan di sini, memilih gen? Jika demikian, kita tidak perlu heran kalau menemukan individu organisme yang berperilaku secara altruistik “demi kepentingan gen.” Itu dilakukan misalnya, dengan memberi makan dan melindungi kerabat yang cenderung memiliki salinan gen yang sama. “Lihatlah betapa unggulnya saya ketimbang Anda, sehingga saya mampu menyumbang kepada Anda!”
(hlm.4)
Gen adalah unit dalam arti replikator. Organisme adalah unit dalam arti kendaraan.
Sebaliknya, masing-masing gen dipandang mengejar agendanya sendiri-sendiri dengan gen-gen lain yang berada bersamanya dalam lumbung gen – sejumlah kandidat untuk percampuran seksual dalam suatu spesies.
(hlm.5)
Saya lupa kata-kata persisnya tapi kurang-lebih Monod mengatakan bahwa ketika dia berusaha memecahkan masalah kimia, dia akan bertanya kepada dirinya sendiri, apa yang akan dia lakukan jika dia adalah elektron.
(hlm.6)
Itulah perilaku cahaya yang melewati media yang lebih padat. Tapi bagaimana cahaya bisa tahu sebelumnya manakah jalan paling pendek? Dan lagi pula, mengapa cahaa harus peduli?
(hlm.9)
**Kesenangan ini tidak terlepas darinya karena dia tidak menganggap penyebab dari keajaiban-keajaiban itu adalah tindakan ilahi yang tak terjelaskan, melainkan hukum alam yang dapat dimengerti.
(hlm.11)
PRAKATA
EDISI PERTAMA
Buku ini sebaiknya dibaca hampir-sebagai karya fiksi ilmiah. Dia disajikan untuk membangkitkan imajinasi pembacanya. Tapi buku ini bukanlah fiksi, melainkan murni sains. Enta klise atau tidak, “lebih ganjil daripada fiksi” mengungkapkan persisnya apa yang saya rasakan tentang kebenaran. Kita adalah mesin yang bertahan hidup dan diprogram sedemikian rupa untuk melestarikan molekul egois yang dikenal sebagai gen.
(hlm.13)
Saya adalah seorang ahli etologi dan buku ini berisi tentang perilaku hewan.
(hlm.15)
PENGANTAR
EDISI PERTAMA
Simpanse dan manusia melalui kurang-lebih 99,5 persen sejarah evolusi yang sama. Namun sebagian besar pemikir manusia beranggapan bahwa simpanse merupakan makhluk buruk rupa yang aneh dan tak penting sekaligus mengira bahwa diri mereka sendiri merupakan batu lompatan menuju kemahakuasaan. Tidak demikian dengan seorang evolusionis. Tidak ada landasan objektif untuk mengunggulkan satu spesies di atas spesies lain. Simpanse da manusia, kadal dan jamur, semua berevolusi selama sekitar tiga miliar tahun melalui proses yang dikenal sebagai seleksi alam. Dalam setiap spesies, beberapa individu meninggalkan keturunan lebih banyak ketimbang yang lain sehingga ciri-ciri warisan (gen) mereka yang sukses bereproduksi menjadi lebih banyak dalam generasi berikutnya. Ini dinamakan seleksi alam: reproduksi gen yang diferensial dan tidak acak. Seleksi alam telah membangun kita, dan itulah yang harus kita selami jika ingin paham tentang identitas kita.
(hlm.20)
PRAKATA
EDISI KEDUA
Ketimbang mengusulkan teori baru atau menggali fakta baru, seringkali kontribusi paling penting seorang ilmuwan adalah menemukan cara baru untuk melihat teori atau fakta terdahulu.
(hlm.25)
BAB 1
MENGAPA ADA MANUSIA?
Selama tiga miliar tahun lebih, organisme hidup telah ada di Bumi tanpa pernah tahu mengapa mereka ada, sebelum akhirnya salah satu di antara mereka menyadarinya. Namanya Charles Darwin. Mungkin orang lain telah mendapat petunjuk tentang kebenaran itu, tapi Darwin lah yang pertama kali menuliskan pemeparan yang koheren dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai mengapa kita ada.
(hlm.26)
Tujuan saya adalah mengkaji biologi egoisme (perilaku mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan pihak lain) dan altruisme (perilaku mengutamakan kepentingan pihak lain si atas kepentingan pribadi).
Mereka keliru karena tidak memahami bagaimana kerja evolusi. Mereka berasumsi secara keliru bahwa yang penting dalam evolusi adalah kepentingan spesies (atau kelompok), bukan kepentingan individu (atau gen)
(hlm.27)
Saya akan menyatakan bahwa kualitas utama yang dapat diharapkan dalam gen yang sukses adalah keegoisan tanpa ampun (ruthless selfishness). Walaupun kita sangat ingin percaya yang sebaliknya, cinta universal dan kesejahteraan spesies secara keseluruhan adalah konsep yang sama sekali tidak masuk akal secara evolusioner.
Saya tidak mengajurkan moralitas yang didasari evolusi. Yang ingin saya jelaskan adalah bagaimana segala sesuatu berevolusi.
(hlm.29)
Suatu entitas, seperti monyet, dikatakan altruistis jika berperilaku sedemikian rupa untuk meningkatkan kesejahteraan entitas lainnya dengan mengorbankan kesejahteraan sendiri. Perilaku egois memiliki efek sebaliknya. “Kesejahteraan” (welfare) didefinisikan sebagai “kemungkinan bertahan hidup”, bahkan jika efeknya terhadap peluang hidup dan mati yang sesungguhnya sangat kecil sehingga seolah bisa diabaikan. Kalau diamati lebih dekat, acapkali tindakan yang tampaknya altruisme sesungguhnya keegoisan terselubung.
(hlm.33)
Walaupun teori seleksi kelompok kini hanya memperoleh sedikit dukungan dari jajaran ahli biologi profesional yang memahami evolusi, teori itu memang memiliki daya tarik intuitif yang besar.
(hlm.34)
Mungkin salah satu daya tarik terbesar teori seleksi kelompok adalah bahwa teori itu sepenuhnya selaras dengan cita-cita moral dan politik sebagian besar kita.
(hlm.37)
Saya berpendapat bahwa unit dasar seleksi, dan dengan demikian unit kepentingan pribadi, bukanlah spesies, atau kelompok, atau bahkan individu, melainkan gen, unit hereditas.
(hlm.41)
BAB 2
REPLIKATOR
Teori evolusi Darwin, melalui seleksi alam, memuaskan karena menunjukkan cara di mana kesederhanaan bisa berubah menjadi kompleksitas, bagaimana atom-atom yang tak beraturan mengelompokkan diri menjadi pola yang lebih kompleks sampai akhirnya membuat manusia. Darwin memberikan solusi, satu-satunya yang mungkin yang telah diajukan, bagi persoalan mendalam eksistensi kita.
“Kelestarian yang paling sesuai“ (survival of the fittest) Darwin merupakan kasus istimewa dari hukum yang lebih umum, yaitu hukum kelestarian hal yang stabil (survival of the stable). Alam semesta dihuni oleh hal-hal yang stabil. Suatu hal yang stabil adalah kumpulan atom
(hlm.42)
yang cukup tahan lama atau cukup lazim sehingga layak disemati nama.
(hlm.43)
Hemoglobin adalah molekul modern yang menggambarkan prinsip bahwa atom cenderung membentuk pola stabil. Yang relevan di sini adalah bahwa, sebelum kedatangan kehidupan di Bumi, beberapa evolusi molekul yang sederhana bisa saja terjadi karena proses fiska dan kimia biasa. Tidak perlu ada rancangan, tujuan, atau arah. Jika sekelompok atom dalam tingkat energi tertentu membentuk suatu pola maka atom-atom itu akan cenderung tetap stabil dalam pola demikian. Bentuk paling awal seleksi alam hanyalah seleksi atas bentuk stabil dan kemusnahan yang tidak stabil. Tidak ada misteri. Itu terjadi dengan sendirinya.
Untuk membuat seorang manusia, Anda harus bekerja dengan kocokan biokimia Anda untuk jangka waktu yang begitu lama sehingga seluruh umur alam semesta tampak seperti kedipan mata, dan Anda belum tentu berhasil juga. Di sinilah teori Darwin, dalam bentuknya yang paling umum, datang menjadi penyelamat. Teori Darwin mengambil alih dari titik di mana kisah mengenai proses terbentknya molekul secara lambat berakhir menggantung.
Kita tidak tahu apa bahan baku kimia yang berlimpah di Bumi sebelum adanya kehidupan, tapi di antara kemungkinan yang masuk akal adalah air, karbon dioksida, metana, dan amonia.
(hlm.44)
Para ahli kimia telah mencoba menciptakan tiruan kondisi kimia kala Bumi masih muda. Mereka menempatkan zat-zat sederhana dalam bejana dan menyediakan sumber energi seperti cahaya ultraviolet atau percik listrik – simulasi petir purba. Setelah beberapa minggu, sesuatu yang menarik biasanya ditemukan dalam bejana: sup coklat encer yang mengandung sejumlah besar molekul yang lebih kompleks ketimbang yang sebelumnya dimasukkan ke dalam wadah tersebut. Asam amino, khususnya, telah ditemukan; inilah blok pembangun protein, salah satu dari dua kelas besar molekul biologis.
Di suatu titik, molekul yang sangat luar biasa terbentuk secara tak sengaja. Kita akan menyebutnya si Replikator. Dia belum tentu merupakan molekul yang paling besar atau paling kompleks yang pernah ada, tapi dia punya kemampuan luar biasa untuk dapat membuat replika atau salinan dirinya sendiri. Sepanjang hidup manusia, hal-hal
(hlm.45)
yang kecil kemungkinannya terjadi seperti itu dapat diperlakukan praktisnya sebagai hal yang mustahil. Itu sebabnya Anda tidak akan pernah memenangkan hadiah besar dalam taruhan sepakbola. Namun, dalam perkiraan kita sebagai manusia tentang apa yang mungkin dan yang mustahil, kita tidak terbiasa berurusan dengan rentang waktu ratusan juta tahun. Jika Anda bertaruh setiap minggu selama seratus juta tahun, sangat mungkin Anda memenangkan beberapa jackpot.
Untuk tujuan pembahasan kita, tidaklah penting apakah proses replikasi aslinya positif-negatif atau positif-positif, meski perlu dicatat kembali bahwa padanan modern replikator pertama, molekul DNA, menggunakan replikasi positif-negatif. Yang penting adalah tiba-tiba sejenis “stabilitas” baru hadir di dunia.
(hlm.46)
Kesalahan itu mungkin tidak akan betul-betul mendistorsi makna kalimat karena menjadi kesalahan “generasi pertama”. Namun, bayangkan hari-hari sebelum adanya percetakan, ketika buku-buku seperti Alkitab disalin dengan tulisan tangan. Semua juru tulis, betapapun berhati-hati, bisa membuat beberapa kesalahan, dan tidak sedikit yang sengaja melakukan “perbaikan”. Jika semua disalin dari satu sumber saja maknanya mungkin tidak akan jauh menyimpang. Namun, saat salinan dibuat dari salinan lain, yang pada gilirannya dibuat dari salinan lain, kekeliruan demi kekeliruan pun menjadi semakin serius dan terakumulasi. Saya kira para cendekiawan Septuaginta setidaknya bisa dikatakan telah memulai sesuatu yang besar saat mereka salah menerjemahkan kata bahasa Ibrani untuk “perempuan muda” menjadi kata dalam bahasa Yunani yang berarti “perawan”, sehingga tertulislah nubuat: “Lihatlah perawan yang akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki….”
(hlm.47)
Jika Anda sudah mengetahui sesuatu tentang evolusi, Anda mungkin menemukan sesuatu yang kurang pas dalam perkara barusan. Bisakah kita mendamaikan gagasan bahwa kesalaan penyalinan merupakan prasyarat penting bagi terjadinya evolusi dengan pernyataan bahwa seleksi alam mendukung penyalinan yang sangat akurat (high-fidelity)? Jawabannya, adalah, meskipun evolusi mungkin dianggap “baik”, khususnya karena kita adalah produknya, sesungguhnya tidak ada yang “ingin” berevolusi. Evolusi adalah sesuatu yang terjadi begitu saja di luar segala uapaya replikator (dan hari ini gen) untuk mencegahnya.
(hlm.48)
Tren evolusi menuju tiga jenis stabilitas itu berlangsung dalam arti berikut: Jika Anda mengambil sampel sup itu pada dua waktu yang berbeda, sampel yang terakhir akan berisi proporsi ragam dengan umur panjang/ frekunditas/ ketepatan penyalinan yang lebih tinggi.
Penderitaan manusia diakibatkan karena terlalu banyak di antara kita yang tidak dapat memahami bahwa kata-kata hanya alat untuk kita gunakan, dan bahwa semata-mata kehadiran kata “hidup” dalam kamus tidak berarti harus mengacu ke sesuatu yang pasti di dunia nyata. Entah mereka hidup atau tidak, replikator-replikator awal adalah leluhur kehidupan; bapak pendiri kita.
(hlm.49)
Namun, mereka sungguh berjuang, dalam arti setiap salah salin yang mengakibatkan tingkat stabilitas baru yang lebih tinggi, atau cara baru untuk mengurangi stabilitas pihak pesaing, secara otomatis dipertahankan dan dilipatgandakan. Proses perbaikan itu berlangsung kumulatif. Replikator mulai bukan sekadar hidup, melainkan juga membangun wadah bagi diri sendiri; kendaraan bagi kelangsungan hidup mereka. Replikator-replikator yang selamat adalah mereka yang membangun mesin kelestarian (survival machine) untuk ditempati. Mesin kelestarian yang pertama mungkin hanya berupa selubung pelindung.
(hlm.50)
Kini mereka disebut gen, dan kita adalah mesein kelestarian mereka.
CATATAN AKHIR
Yang selalu ingin saya sampaikan adalah sesuatu mengenai ciri fundamental yang harus ada dalam inti setiap teori yang bagus tentang asal-usul kehidupan di planet manapun, terutama gagasan tentang entitas genetis yang dapat mereplikasi diri.
(hlm.54)
BAB 3
GULUNGAN KEKAL
Molekul DNA merupakan rangkaian panjang yang terdiri atas blok-blok pebangun, yaitu molekul kecil yang disebut nukleotida.
Ada miliaran sel yang membentuk tubuh manusia, dan dengan perkecualian yang bisa kita abaikan, setiap satu sel mengandung salinan sempurna DNA tubuh seorang manusia. DNA dapat dianggap sebagai serangkaian instruksi tentang bagaimana tubuh manusia dibentuk; instruksi itu ditulis dalam aksara nukleotida
(hlm.55)
A,T, C,G. Ibaratnya, dalam tiap ruangan di gedung raksasa, ada rak buku yang menyimpan cetak biru sang arsitek untuk seluruh bangunan itu.
Molekul-molekul DNA melakukan dua hal penting. Pertama, replikasi, artinya molekul DNA menciptakan salinannya sendiri. Sebagai seorang manusia dewasa, Anda terdiri atas jutaan triliun sel, tapi ketika masih berada dalam kandungan Anda hanya berupa satu sel tunggal, yang dibekali dengan satu salinan cetak biru si arsitek. Sel ini membelah diri menjadi dua dan masing-masing menerima salinan cetak birunya sendiri-sendiri. Pembelahan berikutnya menghasilkan jumlah sel menjadi 4, 8, 16, 32 dan seterusnya hingga miliaran. Dalam setiap pembelahan, rancangan DNA disalin dengan tepat, hampir tanpa kekeliuran.
Molekul-molekul DNA mengawasi pembuatan molekul jenis lain, yaitu protein.
(hlm.56)
Dalam evolusi, makna penting fakta bahwa gen mengendalikan perkembangan embrio adalah bahwa gen setidaknya bertanggungjawab sebagian atas kelangsungan hidupnya sendiri pada masa depan, sebab kelangsungan hidupnya bergantung ke efisiensi tubuh yang dia bantu bangun dan tempati. Proses seleksi otomatis, yang sama sejak zaman dulu, antara molekul-molekul yang saling bersaing atas dasar panjangnya usia, kesuburan, dan keakuratan dalam membuat salinan masih berlangsung secara membuta dan niscaya sebagaimana pada masa yang telah jauh berlalu itu.
(hlm.57)
Efek reproduksi seksual adalah pencampuradukn dan pengocokan gen. Artinya, setiap satu tubuh individu merupakan kendaraan sementara untuk satu kombinasi gen yang berumur pendek.
(hlm.61)
Gen didefinisikan sebagai sepenggal bahan kromosomal yang berpotensi bertahan selama bergenerasi-generasi sehingga memadai untuk berfungsi sebagai unit seleksi alam.
(hlm.63)
Sperma satu ini (kecuali jika Anda kembar non-identik) adalah satu-satunya yang berlabuh di salah satu telur ibu Anda – itu sebabnya Anda ada. Unit genetis yang sedang kita bayangkan, kromosom 8a Anda, mulai mereplikasi dirinya sendiri bersama dengan seluruh materi genetis Anda lainnya.
(hlm.66)
Saya menggunakan kata gen dengan maksud untuk menyebut unit genetis yang cukup kecil sehingga dapat bertahan sepanjang sejumlah besar generasi dan didistribusikan dalam bentuk banyak salinan. Tapi judul seperti tadi tak menarik, sehingga dengan mendefinisikan gen sebagai secuil kromosm yang berpotensi untuk bertahan selama banyak generasi, saya menjuduli buku ini The Selfish Gene.
Saya sendiri lebih suka menganggap gen sebagai unit fundamental
(hlm.67)
seleksi lam sehingga dengan demikian gen juga merupakan unit fundamental kepentingan diri. Apa yang telah saya lakukan sekarang adalah mendefinisikan gen sedemikian rupa sehingga saya harus benar!
Seleksi alam dalam bentuknya yang paling umum berarti perbedaan kelangsungan hidup sebagai entitas. Sebagian entitas hidup, yang lain mati, tapi, agar kematian yang selektif itu berdampak bagi dunia, ada syarat tambahan yang harus dipenuhi. Setiap entitas harus ada dalam bentuk banyak salinan dan setidaknya beberapa di antaranya harus punya potensi bertahan hidup – dalam bentuk salinan – untuk jangka waktu yang signifikan selama masa evolusi. Unit genetis kecil memiliki sifat-sifat itu, tapi individu, kelompok, dan spesies tidak. Gregor Mendel telah berjasa besar menunjukkan bahwa unit-unit hereditas dalam praktiknya dapat diperlakukan sebagai partikel-partikel independen yang tak bisa dipecah. Kini kita tahu bahwa pengertian ini sedikit terlalu sederhana.
(hlm.68)
Gen itu abadi, atau, lebih tepatnya, didefinisikan sebagai entitas genetis yang mendekati keabadian. Kita, individu mesin kelestarian di dunia, bisa saja hidup selama beberapa puluh tahun. Namun harapan hidup di muka Bumi mesti diukur bukan dalam puluhan tahun, melainkan dalam ribuan dan jutaan tahun.
Gen-gen tidak hancur oleh pindah silang, mereka hanya berganti pasangan dan bergerak lagi. Tentu saja mereka bergerak lagi. Itu pekerjaan mereka. Mereka adalah replikator dan kita mesin kelestarian mereka. Ketika kita telah memenuhi fungsi kita maka kita akan disingkirkan, tapi gen adalah penghuni waktu geologis: gen bertahan selamanya.
(hlm.69)
Hidup setiap molekul fisik DNA cukup pendek – mungkin hitungannya bulan, jelas tidak sampai seumur hidup seseorang. Namun, secara teori, molekul DNA dapat hidup dalam bentuk salinan dirinya sendiri selama seratus juta tahun. Selain itu, seperti cetakan kuno pada masa sup purba, salinan gen tertentu bisa tersebar ke seluruh dunia. Perbedaannya adalah bahwa versi modern dikemas rapi di dalam tubuh mesin kelestarian.
Kita ingin mencari unit praktis seleksi alam. Untuk melakukan itu, kita mulai dengan mengidentifikasi ciri-ciri yang harus dimiliki unit seleksi alam yang berhasil. Dari bab sebelumnya, ciri-ciri itu adalah panjang umur, kesuburan, dan ketepatan salinan. Gen didefinisikan sebagai penggalan kromosom yang cukup pendek sehingga dapat bertahan, secara potensial, cukup lama sehingga dapat berfungsi sebagai unit seleksi alam yang signifikan.
Potensi keabadian membuat gen menjadi kandidat utama unit dasar seleksi alam. Namun sekarang tiba saatnya untuk menekankan kata “potensi”. Gen sanggup hidup selama jutaan tahun, tapi banyak gen baru yang bahkan tidak berhasil melampaui generasi pertama.
(hlm.70)
Ketimbang berputar-putar di tempat memikirkan rincian, dapatkan kita memikirkan kualitas universal yang kita harap ditemukan dalam semua gen baik (yaitu yang berumur panjang)? Sebaliknya, apa ciri yang langsung menandakan suatu gen “buruk”. Yang berumur pendek? Mungkin ada beberapa ciri universal, tapi ada satu yang khususnya sangat relevan dengan buku ini: di tingkat gen, altruisme pastilah buruk dan egoisme baik. Ini konsekuensi definisi kita tentang altruisme dan egoisme. Gen bersaing langsung dengan alelnya untuk bertahan hidup karena alel di lumbung gen merupakan pesaing dalam berebut tempat di kromosom generasi mendatang. Setiap gen yang berperilaku sedemikian rupa untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidupnya di lumbung gen, sambil mengorbankan alelnya, akan dengan sendirinya, secara tautologis, cenderung bertahan hidup. Gen adalah unit dasar keegoisan.
Pembentukan kaki adalah hasil kerjasama banyak gen. Pengaruh dari lingkungan luar juga sangat diperlukan: bagaimanapun, kaki terbuat dari asupan makanan! Namun, mungkin ada satu gen tunggal, yang kalau semua keadaan lain tak berubah, cenderung membuat kaki lebih panjang daripada kalau alel lain gen tersebut yang membuat kakinya.
(hlm.71)
Namun, jika semua faktor lainnya dijaga konstan, bahkan jika dibiarkan bervariasi dalam takaran tertentu, penambahan nitrat tetap akan membuat tumbuhan gandum tumbuh lebih besar.
(hlm.72)
Setelah beberapa minggu, mulai kelihatan bahwa perahu yang menang cenderung ditumpangi orang-orang yang itu-itu juga. Mereka pun dicatat sebagai pendayung terbaik. Hanya berdasarkan rata-rata sajalah orang-orang yang terbaik cenderung berada dalam perahu pemenang.
Para pendayung adalah gen. Para pesaing yang memperebutkan setiap kursi dalam perahu adalah alel yang berpotensi menempati slot yang sama di sepanjang kromosom. Mendayung cepat ibarat membangun tubuh yang berhasil bertahan hidup. Cuaca adalah lingkungan luar. Seluruh calon adalah lambung gen. Dalam hal kelangsungan hidup tubuh, semua gennya dapat dianggap berada dalam perahu yang sama. Banyak gen baik mendapatkan kawan gen buruk dan mendapati dirinya berbagi tubuh dengan gen mematikan, yang membunuh si tubuh pada masa kecil. Kemudian gen yang baik hancur bersama dengan yang lain. Tapi itu hanya satu tubuh dan replika gen baik hidup dalam tubuh lain yang tak punya gen mematikan. Banyak salinan gen baik hancur karena kebetulan berbagi tubuh dengan gen buruk dan banyak yang binasa karena nasib buruk lainnya, katakanlah ketika tubuh mereka disambar petir. Namun, dengan sendirinya, nasib, entah baik maupun buruk, menerpa secara acak dan gen yang secara konsisten ada di pihak yang kalah tidaklah tak beruntung; dia gen yang buruk.
(hlm.73
Pesan tersebut adalah bahwa yang sebaiknya dianggap sebagai unit dasar seleksi alam bukan spesies, bukan populasi, atau bahkan individu, melainkan beberapa unit kecil materi genetis yang pas disebut sebagai gen. Landasan argumennya, seperti yang telah disebutkan, adalah asumsi bahwa gen berpotensi abadi sementara tubuh
(hlm.74)
dan semua unit lebih tinggi lainnya bersifat sementara. Asumsi itu bersandar di dua fakta: fakta reproduksi seksual dan pindah silang, serta fakta kematian individu. Fakta-fakta itu tidak dapat disangkal. Tapi itu mencegah kita untuk bertanya mengapa fakta-fakta itu tidak dapat disangkal. Mengapa kita dan kebanyakan mesin kelestarian lainnya melakukan reproduksi seksual? Mengapa kromosom kita berpindah silang? Dan mengapa kita tidak hidup selamanya?
(hlm.77)
Asumsi kematian individu, yang terletak di jantung agumen kita dalam bab ini, mendapatkan pembenaran dalam kerangka teori Medawar.
Bahkan satu hutan elm bisa dianggap sebagai satu individu.
Jadi pertanyaannya adalah: jika lalat hijau dan pohon elm tidak melakukannya, mengapa kita semua yang lainnya bersusah payah mencampur gen kita dengan gen pihak lain sebelum kita membuat bayi? Memang kelihatannya itu cara yang aneh untuk melangkah maju. Mengapa dulu muncul seks, penyimpangan aneh replikasi langsung itu? Apa hunanya seks?
Itu pertanyaan yang sangat sulit dijawab oleh evolusionis.
(hlm.78)
Sebagaimana yang dikatakan secara jitu oleh W. F. Bodmer, seks “memudahkan akumulasi mutasi menguntngkan yang muncul secara terpisah di individu-individu yang berbeda ke satu individu.”
(hlm.79)
“Tujuan” DNA sesungguhnya adalah bertahan hidup, tak lebih dan tak kurang. Sama seperti satu perahu utuh menang atau kalah dalam perlombaan dayung, memang individu-lah yang hidup atau mati, dan pelaksanaan langsung seleksi alam hampir selalu terjadi di tingkat individu. Namun konsekuensi jangka panjang kematian dan keberhasilan reproduksi individu yang tidak terjadi secara acak terwujud dalam perubahan frekuensi gen, di lumbung gen. Dengan pengecualian, bagi replikator-replikator modern, lumbung gen berperan sama seperti sub purba bagi replikator-replikator awal. Seks dan pindah silang berefek melestarikan sifat cair di padanan modern sub purba itu. Karena seks dan pindah silang, lumbung gen pun terus teraduk dengan baik dan gen-gen pun teracak sebagian. Evolusi adalah proses di mana beberapa gen di lumbung gen menjadi lebih banyak sementara yang lain menjadi lebih sedikit.
(hlm.85)
BAB 4
MESIN GEN
Mesin kelestarian awalnya merupakan wadah gen yang pasif. Wadah itu menyediakan sekadar dinding perlindungan bagi gen dari serangan kimiawi lawan-lawan mereka dan dari kehancuran akibat tabrakan molekul secara acak.
(hlm.86)
Sebagaimana kita tak perlu membahas kuantum dan zarah dasar kala membicarakan cara kerja mobil, begitu juga saat kita membahas perilaku mesin kelestarian, terus menyeret-nyeret gen dalam pembicaraan justru membosankan dan tak perlu. Dalam praktiknya, biasanya untuk perkiraan kita bisa saja menganggap tubuh individu sebagai agen “yang mencoba” meningkatkan jumlah semua gennya dalam generasi masa depan.
Hewan menjadi kendaraan gen yang aktif dan penuh tenaga: mesin gen. Ciri khas perilaku, sesuai pemahaman ahli biologi, adalah cepat. Tumbuhan bergerak, tapi sangat lambat. Bila dilihat dalam
(hlm.87)
berkecepatan tinggi, tumbuhan yang merambat tampak seperti hewan yang aktif.
Perangkat yang dikembangkan hewan untuk mencapai gerakan cepat adalah otot. Otot adalah mesin yang, seperti mesin uap dan mesin pembakaran internal, menggunakan energi yang tersimpan dalam bahan bakar kimia untuk menghasilkan gerakan mekanis. Perbedaannya adalah bahwa daya mekanis langsung dari otot dihasilkan dalam bentuk tegangan, bukan tegangan gas seperti dalam kasus mesin uap dan mesin pembakaran internal. Namun otot memang seperti mesin dalam hal bahwa dia acapkali mengerahkan dayanya menggunakan kawat, tuas, dan engsel. Dalam diri kita, tuasnya adalah tulang, kawatnya adalah tendon, dan engselnya persendian.
Tapi yang jauh lebih mencengangkan adalah pengaturan waktu kerjanya yang rumit. Katup membuka dan menutup dalam urutan yang benar, jari baja dengan cekatan mengikat simpul di seputar jerami, kemudian pada saat yang tepat pisau muncul dan langsung memotong-motong ikatan jerami. Di banyak mesin buatan, penghitungan waktu yang tepat dicapai berkat hasil penemuan yang brilian bernama pros nok atau poros bubungan.
(hlm.88)
Bukannya hanya tiga tangkai koneksi dengan komponen lain, satu neuron saja dapat memiliki puluhan ribu tangkai koneksi semacam itu. Neuron lebih lambat daripada transistor, tapi lebih maju dalam hal miniaturasisasi, suatu tren yang telah mendominasi industri elektronik selama dua puluh tahun terakhir. Itu tampak jelas dari fakta bahwa ada sepuluh miliar neuron di dalam otak manusia. Itu tampak jelas dari fakta bahwa ada sepuluh miliar neuron di dalam otak manusia: Anda hanya bisa mengemas sekian ratus transistor ke dalam tempurung kepala.
(hlm.89)
Bisa jadi ada masanya ketika organ-organ inderawi berkomunikasi secara kurang-lebih langsung dengan otot; bahkan anemon laut hari ini tidak jauh dari keadaan tersebut karena itu efisien untuk cara hidupnya. Satu langkah maju evolusi adalah “penemuan” memori atau ingatan. Melalui perangkat itu, pengaturan waktu kontraksi otot dapat dipengaruhi bukan hanya oleh peristiwa pada masa lalu yang dekat, melainkan juga peristiwa pada masa lalu yang jauh. Memori, atau penyimpanan, juga merupakan bagian penting komputer digital. Memori komputer lebih bisa diandalkan ketimbang memori manusia, tapi kapasitasnya lebih kecil dan jauh lebih tak canggih dalam hal teknik penarikan informasi.
(hlm.91)
Bagi mesin Watt, keadaan “yang diinginkan” adalah kecepatan rotasi tertentu. Jelas, mesin itu tidak menginginkannya secara sadar. “Tujuan” –nya mesin semata-mata disefinisikan sebagai keadaan yang cenderung dituju. Mesin bertujuan yang modern menggunakan perluasan prinsip-prinsip dasar seperti umpan balik negatif untuk mencapai perilaku “seperti hidup” (lifelike) yang lebih kompleks.
(hlm.92)
Gen juga mengontrol perilaku mesin kelestariannya, bukan secara langsung seperti dalang, melainkan secara tak langsung seperti pemogram komputer.
(hlm.93)
Ada suatu peradaban 200 tahun cahaya jauhnya, di rasi bintang Andromeda.2 Penghuninya ingin menyebarkan budaya ke dunia-dunia yang jauh. Bagaimana cara terbaik untuk melakukannya? Perjalanan langsung sama sekali tidak bisa dilakukan. Kecepatan cahaya berlaku sebagai batasan teoretis tertinggi untuk gerak berpindah dari satu tempat ke tempat lain di alam semesta, sedangkan pertimbangan mekanis memberlakukan batasan yang jauh lebih rendah pada praktinknya. Lagi pula, bisa jadi tidak semua dunia layak dikunjungi, dan bagaimana mengetahui arah mana untuk dituju? Radio adalah cara yang lebih baik untuk berkomunkasi dengan seluruh alam semesta, karena jika ada cukup daya untuk menyiarkan sinyal Anda ke segala arah, bukan satu arah saja, Anda akan menjangkau sejumlah besar dunia (jumlahnya meningkat sebanding dengan kuadrat jarak perjalanan sinyal itu). Gelombang radio bergerak dalam kecepatan cahaya, yang berarti sinyalnya membutuhkan waktu 200 tahun untuk mencapai Bumi dari Andromeda. Masalahnya, dengan jarak semacam itu Anda tidak akan pernah bisa mengadakan percakapan. Bahkan jika Anda mengabaikan fakta bahwa setiap pesan berikutnya dari Bumi akan dikirimkan oleh orang-orang yang terpisah dua belas generasi, sia-sia saja mengupayakan komunikasi melewati jarak sejauh itu.
Permasalahan itu tidak akan bertambah serius bagi kita: dibutuhkan sekitar empat menit bagi gelombang radio untuk melakukan perjalanan antara Bumi dan Mars. Tak diragukan bahwa penjelajah antariksa harus berubah dari cara bicara yang biasa, yaitu dalam kalimat pendek secara bergantian, dan harus menggunakan senandika atau monolog yang panjang; lebih seperti surat daripada percakapan. Sebagai contoh lain, Roger Payne menunjukkan bahwa akustik laut memiliki sifat yang khas, artinya “lagu” paus yang sangat lantang secara teoretis dapat terdengar
(hlm.94)
hingga di seluruh dunia asalkan paus itu berenang di kedalaman tertentu. Tidak diketahui apakah paus memang berkomunikasi satu sama lain dengan rentang jarak yang sangat jauh, tapi jika ya, mereka pasti menghadapi kesulitan seperti dengan penjelajah antariksa di Mars. Kecepatan udara dalam air sedemikian rupa sehingga dibutuhkan hampir dua jam bagi lagu itu untuk melintasi Samudera Atlantik dan bagi balasannya untuk diterima. Saya mengajukan itu sebagai penjelasan bagi fakta bahwa sebagian Paus melantunkan solilokui terus-menerus, tanpa mengulang, selama delapan menit. Kemudia mereka kembali ke awal lagu dan mengulanginya berkali-baerkali, dengan tiap siklus berlangsung selama delapan menit.
Pada penghuni Andromeda dalam kisah di atas melakukan hal yang sama. Karena tidak ada gunanya menunggu jawaban, mereka mengumpulkan segala sesuatu yang ingin mereka sampaikan ke dalam pesan besar yang tak terputus, kemudian menyiarkannya ke antariksa, berulang-ulang, tiap beberapa bulan. Namun pesan mereka sangat berbeda dengan pesan paus. Pesan penghuni Andromeda terdiri atas kode instruksi untuk membangun dan memprogram suatu komputer raksasa.
Dari sudut pandang kita, pertanyaan menariknya adalah dalam pengertian apa penghuni Andromeda dapat dikatakan memanipulasi peristiwa di Bumi? Mereka tidak punya kendali langsung sepanjang waktu terhadap apa yang dilakukan komputer itu; mereka bahkan tidak punya cara untuk mengetahui bahwa komputer itu telah dirakit karena informasi itu akan memerlukan 200 tahun untuk sampai ke tangan mereka.
(hlm.95)
Sama seperti penghuni Andromeda yang harus memiliki komputer di Bumi untuk mengambil keputusan harian demi kepentingan mereka, gen kita juga harus membangun otak. Namun, gen bukanlah penghuni Andromeda yang mengirimkan instruksi dalam bentuk kode; gen adalah instruksi itu sendiri. Alasan mengapa gen tidak bisa menggerakkan kita secara langsung juga sama: tenggang waktu. Gen bekerja dengan mengendalikan sintesis protein. Itu cara ampuh untuk memanipulasi dunia, tapi jalannya lambat.
Gen tidak memikirkannya sebagai ramalan, gen tidak berpikir sama sekali: gen sekadar merancang lapisan rambut tebal karena itulah yang selalu dilakukan gen itu dalam tubuh-tubuh sebelumnya dan itulah sebabnya
(hlm.96)
gen beruang kutub masih ada di dalam lumbung gen.
Prediksi dalam dunia yang kompleks adalah persoalan untung-untungan. Setiap keputusan yang diambil oleh mesin kelestarian adalah perjudian. Tapi, tentu saja, kita tak harus berpikir bahwa hewan-hewan membuat perhitungan secara sadar. Yang harus dipercaya adalah bahwa individu-individu, yang gennya membangun otak sedemikian rupa sehingga otak itu cenderung memutuskan dengan tepat, alhasil lebih mungkin bertahan hidup, dan dengan demikian lebih mungkin menyebarkan gen yang sama.
(hlm.97)
Satu cara bagi gen agar dapat memecahkan masalah pembuatan prediksi di lingkungan yang agak tak terduga adalah dengan merancang kapasitas belajar. Di sini, program itu bisa mengambil wujud instruksi berikut pada mesin kelestarian: “Berikut ini adalah daftar hal-hal yang didefinisikan sebagai kenikmatan: rasa manis di mulut, orgasme, suhu sedang, anak yang tersenyum. Dan ini adalah daftar hal-hal tak nikmat: nernagai macam rasa sakit, mual, perut kosong, anak yang menjerit-jerit. Jika Anda kebetulan harus melakukan sesuatu yang diikuti oleh salah satu hal tak nikmat, jangan lakukan lagi, tapi di sisi lain ulangi lagi tindakan yang diikuti dengan kenikmatan.” Keuntungan pemograman semacam itu adalah emangkas jumlah aturan rinci yang harus dirancang di program asli; dan juga mampu mengatasi perubahan
(hlm.98)
lingkungan yang tidak bisa diprediksi secara rinci sejak awal. Di sisi lain, prediksi tertentu tetap harus dibuat. Dalam contoh kita, gen memprediksi bahwa rasa manis di mulut dan orgasme itu “baik” dalam arti bahwa makan gula dan bersanggama cenderung bermanfaat bagi kelangsungan hidup gen. Kemungkinan sakarin (gula buatan) dan masturbasi tidak diantisipasi oleh gen menurut contoh itu; demikian pula bahaya konsumsi gula berlebihan yang tersedia di lingkungan kita dalam jumlah sangat besar yang tak alamai.
Salah satu metode yang paling menarik dalam memprediksi masa depan adalah simulasi. Jika seorang jenderal ingin tahu apakah rencana militer tertentu akan lebih baik daripada alternatifnya, maka dia punya masalah prediksi.
(hlm.99)
Model suatu aspek dunia dibuat di komputer. Ini bukan berarti bahwa jika Anda membongkar komputer Anda akan melihat miniatur kecil di dalamnya, dengan bentuk yang sama seperti objek yang disimulasikan. komputer pemain catur tidak punya “gamb“ran mental” di dalam memori yang berbentuk papan catur dengan bidak-bidak di atasnya. Papan catur dan posisi bidak akan diwakili oleh daftar angka kode elektronik. Bagi kita, peta adalah model suatu bagian dunia dalam skala miniatur, dijadikan dua dimensi. Melalui simulasi, kita bisa mengetahui apakah akan menag atau kalah dalam pertempuran uji coba, apakah pesawat simulasi bisa erbang atau jatuh, dan apakah kebijakan ekonomi simulasi berujung kemakmuran atau kehancuran.
(hlm.100)
Evolusi kemampuan simulasi tampaknya berpuncak di kesadaran subjektif (subjective consciousness). Mengapa itu harus terjadi, bagi saya, merupakan misteri terbesar yang dihadapi biologi modern. Kata lain untuknya mungkin memang “kesadaran diri” (self awareness), tapi menurut saya itu bukan penjelasan yang sepenuhnya memuaskan tentang evolusi kesadaran; sebagian karena penjelasan itu melibatkan regresi yang tak berkesudahan – jika ada modelnya model, mengapa tidak ada modelnya modelnya model….?
Apapun masalah filosofis yang diajukan oleh kesadaran, untuk keperluan kisah ini, kesadaran dapat dianggap sebagai titik puncak kecenderungan evolusioner menuju emansipasi mesin kelestarian sebagai eksekutif pengambil keputusan; terbebas dari belenggu tuannya, gen.
(hlm.101)
Apakah kaitan semua itu dengan altruisme dan egoisme? Saya sedang mencoba untuk membangun gagasan bahwa perilaku hewan, baik altruistis ataupun egois, berada di bawah kendali gen dalam arti tak langsung, walaupun sangat kuat.
Lebah madu menderita penyakit infeksi yang disebut foul brood. Penyakit ini menyerang larva di dalam sel sarang.
(hlm.104)
Gen adalah pemrogram utama, dan dia memprogram demi kelangsungan hidupnya. Gen dinilai berdasarkan keberhasilan programnya dalam menghadapi semua bahaya yang dihadirkan oleh kehidupan terhadap mesin kelestariannya dan hakimnya adalah hakim kejam di pengadilan kelangsungan hidup. Tapi prioritas utama mesin kelestarian, dan otak yang mengambil keputusan untuk itu, adalah persoalan kelangsungan hidup individu dan reproduksi. Semua gen dalam “koloni” bakal menyetujui prioritas-prioritas tersebut. Oleh karena itu, hewan-hewan melakukan segalanya demi menemukan dan menangkap makanan; menghindari ditangkap dan dimakan pemangsa; menghindari penyakit dan kecelakaan; melindungi diri dari kondisi iklim yang tidak menguntungkan; menemukan anggota lawan jenis dan membujuknya untuk kawin; dan memberi keturunan mereka keunggulan yang sama dengan yang mereka nikmati sendiri.
Suatu mesin kelestarian bisa dikatakan telah berkomunikasi dengan mesin kelestarian lain bila tindakan itu mempengaruhi perilakunya atau kondisi sistem sarafnya.
(hlm.109)
CATATAN AKHIR
Para penerbit seharusnya paham bahwa keunggulan seorang ilmuwan dalam satu bidang tidak berarti dia ahli dalam bidang lain.
BAB 5
AGRESI: STABILITAS DAN MESIN EGOIS
(hlm.115)
Secara khusus, tentunya keliru untuk menuduh Homo sapiens sebagai satu-satunya spesies yang membunuh sesamanya, satu-satunya pewaris tabiat Kain (Qabil), dan tuduhan elodramatis serupa.
Jawban umumnya adalah ada biaya dan ada keuntungan yang dihasilkan dri kekerasan langsung, dan itu bukan hanya dalam hal waktu dan energi yang sudah jelas.
BAB 9
PERTARUNGAN
ANTARJENIS KELAMIN
(hlm.244)
CATATAN AKHIR
“Mengapa mamalia pejantan tidak menyusui?”
6. Dia percaya bahwa kekebalan terhadap penyakit yang diwariskan di antara pejantan adalah kriteria paling penting yang membuat betina memilih pejantan. Penyakit adalah momok yang begitu kuat sehingga betina akan untung besar dari kemampuan potensial untuk mendiagnosis penyakit sedari awal di calon pasangan. Betina akan berlaku seperti dokter pendiagnosis yang baik dan hanya memilih pejantan tersehat akan mendapatkan gen yang sehat bagi anak-anaknya.
(hlm.247)
Pertama, teori tentang mengapa laki-laki kehilangan tulang penisnya. Sebatang penis manusia yang berereksi dapat menjadi begitu keras dan kaku sampai-sampai ada candaan bahwa di dalamnya pasti tulang.
Ereksi laki-laki dicapai semata-mata dengan tekanan darah. Sayangnya, tidaklah masuk akal untuk menyatakan bahwa kerasnya ereksi setara dengan pengukur tekanan darah milik dokter, yang dipakai betina untuk menakar kesehatan pejantan. Tapi kita tidak terikat dengan kiasan pengukur tekanan darah. Jika, apa pun alasannya, kegagalan ereksi adalah peringatan dini yang sensitif atas jenis penyakit tertentu, fisik ataupun mental, satu versi lain teori ini dapat berlaku. Jadi, tekanan seleksi dari perempuan memaksa laki-laki kehilangan os penis karena dengan demikian hanya laki-laki yang betul-betul sehat dan kuatlah yang dapat menyajikan ereksi yang keras sehingga perempuan dapat membuat diagnosis tanpa ada halangan.
Dahulu kala mungkin itu persoalan hidup dan mati. Pada sunyinya malam, dengkuran dapat terdengar lantang; memanggil pemangsa dari kejauhan menuju si pendengkur dan kelompok tempat dia beegabung. Lalu mengapa banyak orang mendengkur? Bayangkan sekelompok leluhur kita
(hlm.248)
tidur di dalam suatu gua pada kala Pleistosen, para laki-laki mendengkur dengan nada yang berbeda-beda, perempuan tetap terjaga dan hanya bisa mendengarkan (Saya kira memang benar bahwa laki-laki mendengkur lebih banyak).
(hlm.249)
Asumsi awal Graven:
2. Betina tidak dapat menangkap kualitas pejantan secara langsung tapi harus mengandalkan tampilan pejantan.
(hlm.253)
BAB 10
KAMU GARUK PUNGGUNGKU, AKU GARUK PUNGGUNGMU
Salah satunya adalah kecenderungan yang dimiliki begitu banyak hewan untuk hidup berkelompok.
(hlm.254)
Alhasil, meskipun berburu bersama artinya harus saling berbagi makanan, tiap individu egois diuntungkan. Trik terkait yang berkenaan dengan turbulensi udara dikenal baik oleh pembalap sepeda dan itu juga bisa menjelaskan burung-burung yang terbang dalam formasi V.
(hlm.255)
Individu yang berakal sehat tentu akan berupaya agar daerah bahayanya tetap sekecil mungkin. Khususnya, dia akan berusaha menghindar dari posisi pinggir kawanan. Jika dia menemukan dirinya di pinggir, dia akan mengambil langkah segera untuk bergerak ke tengah. Sayangnya, harus ada individu di pinggir, walau tidak ada yang ingin berada di sana!
(hlm.256)
Yang pertama saya sebut teori cave [kavé], dari bahasa Latin untuk “berhati-hatilah” (beware), yang sampai sekarang masih digunakan anak sekolah sebagai peringatan akan adanya otoritas yang mendekat.
(hlm.257)
Teori lain yang ingin saya sebutkan bisa disebut teori “jangan pernah meninggalkan barisan”. Yang satu ini cocok untuk spesies burung yang terbang menghindar kala pemangsa mendekat, mungkin untuk berlindung di pohon.
(hlm.258)
“Lihatlah betapa tinggi lompatan saya, saya jelas-jelas bugar dan sehat. Anda tidak bisa menangkap saya. Lebih baik Anda menangkap gazele lainnya yang tidak melompat begitu tinggi.”
(hlm.259)
Menurut teori, tampilan itu jauh dari altruisme. Malah justru egois, karena membujuk pemangsa untuk mengejar individu lain. Dengan demikian, ada lomba melenting paling tinggi supaya pemangsa memilih yang menjadi pecundang.
(hlm.260)
Perilaku bunuh diri, kerja sama antarpekerja, dan bentuk altruisme lainnya tidaklah terlalu mengherankan begitu kita menerima kenyataan bahwa mereka mandul.
(hlm.261)
Hamilton-lah yang dengan brilian menyadari bahwa, setidaknya di semut, lebah, dan tawon, para pekerja sebenarnya mungkin berkerabat lebih dekat dengan keturunan daripada si ratu sendiri. Ini membawa Hamilton, diikuti Trivers dan Hare, ke salah satu kemenangan teori gen egois yang paling spektakuler. Argumennya adalah seperti di bawah.
Serangga dari kelompok yang dikenal sebagai Hymenoptera, termasuk semut, lebah, dan tawon, memiliki sistem penentuan jenis
(hlm.262)
kelamin yang sangat aneh. Rayap tidak termasuk dalam kelompok ini, dan tidak memiliki keunikan tersebut. Sarang Hymeptera biasanya hanya memiliki satu ratu. Ratu terbang untuk kawin sekali saja saat masih muda dan menyimpan sperma di dalam tubuhnya sepanjang hidupnya – sepuluh tahun atau bahkan lebih lama. Ratu membagi-bagikan sperma ke telur-telurnya selama bertahun-tahun, memungkinkan telurnya dibuahi begitu keluar melalui saluran indung telur. Tapi tidak semua telur dibuahi. Yang tidak dibuahi berkembang menjadi pejantan. Dengan demikian, pejantan tidak memiliki ayah, sel tubuhnya hanya berisi satu set kromosom (yang semua diperoleh dari ibunya) bukan satu set ganda (satu dari ayah dan satu dari ibu) seperti pada kita, manusia. Terkait analogi dalam bab 3, satu Hymenoptera jantan hanya memiliki satu salinan setiap “volume” di setiap selnya, bukan dua.
Hymenoptera betina, di sisi lain, normal karena dia memiliki ayah dan set kromosom ganda seperti biasa di setiap sel tubuhnya. Apakah dia berkembang menjadi pekerja atau ratu tidak tergantung gen, tapi tergantung bagaimana dia dibesarkan. Artinya, setiap betina memiliki satu set lengkap gen yang membuatnya bisa menjadi ratu, dan satu set lengkap gen yang membuatnya menjadi pekerja (atau, tepatnya, set lengkap gen yang menentukan setiap kasta, entah pekerja, tentara, dll). Seperangkat gen mana yang “diaktifkan” tergantung bagaimana dia dipelihara, khususnya terkait makanan yang diterimanya.
Sekarang mari kita coba menghitung derajat kekerabatan antara ibu dan anak. Jika pejantan diketahui memiliki gen A, berapa peluang ibunya juga memiliki gen A? Jawabannya mesti 100 persen karena pejantan tak punya ayah dan memperoleh semua gen dari ibunya. Namun, misalkan ratu diketahui memiliki gen B. Peluang bahwa anak jantannya juga memiliki
(hlm.263)
gen itu hanya 50 persen karena dia hanya memiliki setengah gen si ibu. Kedengarannya seperti kontradiksi, tapi bukan. Pejantan mendapatkan semua gennya dari ibunya, tapi sang ibu hanya memberikan setengah gennya kepada anak. Solusi untuk hal yang tampak paradoksal itu terletak di fakta bahwa pejantan memiliki hanya setengah jumlah gen yang biasanya. Tidak perlu pusing memikirkan apakah indeks kekerabatan “yang sesungguhnya” adalah ½ atau 1. Indeks itu hanya ukuran buatan manusia, dan jika menyulitkan dalam kasus-kasus tertentu, kita bisa meninggalkannya dan kembali ke prinsip-prinsip dasar. Dari sudut pandang gen A di tubuh ratu, peluang gen itu juga dimiliki oleh anak jantan adalah 1/2 , begitu pula peluang anak betina. Maka dari sudut pandang ratu, keturunannya – putra maupun putri – berderajat berkerabatan dengan dirinya sebagaimana anak-anak manusia dengan ibu mereka.
Oleh karena itu, derajat kekerabatan antarsaudari kandung pada Hymenoptera bukanlah ½ seperti pada hewan seksual biasanya, melainkan ¾
(hlm.264)
Gen harus mengambil keuntungan terbaik dari posisi yang kebetulan ada. Jika dia mendapati dirinya dalam posisi untuk mempengaruhi perkembangan tubuh yang ditakdirkan menjadi ratu, strategi optimalnya untuk memanfaatkan kendali itu adalah satu hal. Jika dia mendapati dirinya dalam posisi untuk mempengaruhi bagaimana tubuh pekerja berkembang, strategi optimalnya untuk memanfaatkan kendali itu adalah hal lain.
(hlm.265)
Artinya itu sesuai dengan apa yang diprediksi teori bahwa para pekerjalah yang menjalankan segalanya untuk keuntungan mereka sendiri.3
(hlm.266)
Peperangan yang sesungguhnya di mana dua pasukan berjumlah besar bertempur hingga tewas hanya dikenal di manusia dan serangga sosial.
(hlm.268)
Ssecara kebetulan, ini bisa menunjukkan bahwa pekerja harus mendampingi ratu saat terbang untuk kawin, guna mencegahnya kawin lebih daripada sekali. Namun itu tidak akan membantu gen para pekerja itu sendiri – tapi gen untuk generasi pekerja yang akan datang. Tidak ada semangat serikat buruh di antara para pekerja sebagai satu kasta. Yang “dipedulikan” masing-masing Cuma gen pribadi.
Seperti manusia sesudahnya, serangga sosial menemukan bahwa membudidayakan pangan secara menetap lebih efisien daripada berburu dan mengumpulkan makanan.
(hlm.269)
“Nafsu makan” koloni semut payung akan daun sungguh luar biasa. Ini membuat mereka menjadi hama besar, padahal daun itu bukan makanan untuk diri mereka sendiri melainkan untuk jamur.
(hlm.270)
Di dalam setiap sel kita ada banyak struktur mungil yang disebut mitokondria, pabrik kimia yang bertanggungjawab untuk menyediakan sebagian besar energi yang kita butuhkan. Jika kita kehilangan mitokondria, maka kita akan mati dalam hitungan detik. Baru-baru ini, ada pendapat yang masuk akal bahwa asal mitokondria awalnya adalah bakteri simbiotik yang menggabungkan kekuatan dengan sel kita pada periode yang sangat awal dalam evolusi. Kita adalah koloni raksasa gen simbiotik. Kita belum bisa bicara banyak
(hlm.271)
tentang “bukti” untuk gagasan itu, tapi seperti yang saya coba utarakan dalam bab-bab awal, pembuktian itu betul-betul melekat dalam cara kita berpikir tentang bagaimana gen bekerja di spesies seksual. Jika itu benar, sekalian saja kita bisa memandang diri kita sebagai koloni virus!
(hlm.272)
Dapatkah teori gen egois menjelaskan perilaku saling menggaruk, atau “altruisme timbal-balik” (reciprocal altruism), di mana ada penundaan antara perbuatan baik dan pembalasannya? Dia menyimpulkan, seperti Darwin pula, bahwa altruisme timbal-balik yang tertunda dapat berkembang di spesies yang mampu mengenali dan mengingat sesamanya sebagai individu.
(hlm.274)
Nah, sekarang misalkan ada strategi ketiga yang disebut pendendam (Grudger). Pendemdam membantu orang asing dan individu yang sebelumnya membantunya. Namun, jika dia ditipu, insiden itu yang sebelumnya membantunya. Namun, jika dia ditipu, insiden itu akan terus diingat dan diungkit. Pada masa depan, pendendam akan menolak membantu individu yang telah menipunya. Jika keberadaan pendendam sangat jarang dibandingkan penipu, gen pendendam akan punah. Namun, begitu pendendam berhasil mencapai proporsi kritis, peluang mereka untuk bertemu satu sama lain menjadi cukup besar untuk menyeimbangkan energi mereka yang terbuang untuk membantu penipu.
(hlm.276)
Sekitar lima puluh spesies, termasuk ikan kecil dan udang, diketahui mencari makan dengan mencaplok parasit dari permukaan ikan spesies lain yang bertubuh lebih besar. Ikan besar ini jelas mendapatkan keuntungan dengan dibersihkan, sedangkan para pembersih mendapatkan pasokan makanan yang baik.
(hlm.277)
Oleh karena itu kesetiaan para pembersih yang asli terhadap lokasi memungkinkan pelanggan untuk menemukan mereka dan menghindari penipuan.
Memori yang panjang dan kapasitas untuk mengenali individu berkembang dengan baik di manusia. Oleh karena itu, kita bisa berharap altruisme timbal-balik berperan penting dalam evolusi manusia.
(hlm.279)
CATATAN AKHIR
Belalang meninggalkan kehidupan soliter dan berkelompok besar, menimbulkan ancaman sebagai hama. Dari wabah legendaris dalam Alkitab sampai hari ini, tidak ada hewan yang sangat ditakuti sebagai perusak kesejahteraan manusia. Mereka berkerumun dalam jumlah jutaan, menyikat bersama-sama tumbuhan dalam jalur selebar puluhan kilometer, kadang-kadang terbang ratusan kilometer per hari, dan menghabiskan 2.000 ton tumbuhan per hari, menyisakan kelaparan dan kehancuran.
(hlm.281)
Kita tidak sering menemukan pasangan inses di alam liar, kecuali satu, yaitu rayap!
(hlm.285)
BAB 11
MEME: REPLIKATOR BARU
Sebagian besar keunikan manusia dapat diringkas dalam satu kata: “budaya” (culture)
(hlm.288)
Lagi pula, apa yang begitu istimewa mengenai gen? Jawabannya adalah karena gen itu replikator.
Sup baru itu adalah sup budaya manusia. Kita butuh nama untuk replikator baru tersebut, kata benda yang menyampaikan gagasan
(hlm.289)
tentang unit transmisi budaya, atau unit imitasi. “Mimeme” berasal dari kata Yunani yang pantas, tapi saya ingin satu suku kata yang terdengar sedikit seperti “gen”. Saya harap teman-teman pakar sejarah klasik sudi memaafkan apabila saya singkat mimeme menjadi meme.2 Jika sedianya ini bisa menghibur, maka anggaplah kata itu terkait dengan “memori”, atau kata “même” dalam bahasa Prancis. Ucapkan bersajak dengan “krim”.
Contoh meme adalah lagu, gagasan, kalimat, gaya busana, cara pembuatan pot, atau struktur lengkung bangunan. Meme untuk, misalnya, ‘keyakinan akan adanya kehidupan setelah kematian’, sungguh-sungguh terwujud secara fisik, jutaan kali, sebagai struktur dalam sistem saraf individu manusia di seluruh dunia.”
Mari pertimbangkan gagasan tentang Tuhan. Mengapa gagasan itu mempunyai nilai kelestarian yang demikian tinggi? Ada apa sebetulnya dengan gagasan ketuhanan ini sehingga dia begitu stabil dan lazim dalam lingkungan budaya? Nilai kelestarian meme ketuhanan di
(hlm.290)
lumbung meme berasal dari daya tarik psikologisnya yang besar. Meme itu memberikan jawaban yang sepintas masuk akal untuk pertanyaan-pertanyaan yang mendalam dan meresahkan tentang kehidupan. Meme itu juga mengusulkan bahwa ketidakadilan di dunia bisa diperbaiki di kehidupan berikutnya. “Kasih ilahi” menyediakan dukungan efektif bagi kelemahan-kelemahan kita, yang ampuh seperti plasebo dari dokter. Itulah beberapa alasan mengapa gagasan ketuhanan disalin dengan begitu mudah oleh bergenerasi-generasi otak individu. Tuhan ada dalam bentuk meme dengan nilai kelestarian atau daya sebar yang tinggi, dalam lingkungan yang disediakan oleh budaya manusia.
(hlm.291)
Imitasi atau peniruan dalam arti luas adalah cara meme bisa bereplikasi. Seperti dalam kasus gen, fekunditas jauh lebih penting daripada umur panjang salinan tertentu. Jika meme itu adalah gagasan sains, penyebarannya akan tergantung pada seberapa jauh gagasan itu diterima oleh kalangan ilmuwan; ukuran kasar atas nilai kelestariannya dapat diperoleh dengan menghitung berapa kali gagasan itu dirujuk dalam urnal sains selama bertahun-tahun.
(hlm.294)
Bisakah kita, dengan semangat yang persis sama, mencari meme yang “egois” atau “kejam”?
Ada masalah di sini tentang hakikat kompetisi. Bila ada reproduksi seksual, setiap gen bersaing terutama dengan alelnya sendiri – pesaing dalam memperebutkan tempat yang sama di kromosom.
Komoditas lainnya yang bisa diperebutkan meme adalah waktu tayang radio dan televisi, ruang iklan, kolom surat kabar, dan ruang rak perpustakaan.
(hlm.295)
Sebagai contoh, aspek doktrin yang sangat efektif dalam menegakkan ketaatan beragama adalah ancaman api neraka. Banyak anak dan bahkan sebagian orang dewasa percaya bahwa mereka akan mengalami siksaan mengerikan setelah mati jika mereka tidak mematuhi aturan agama. Ini teknik persuasi yang sangat keras, yang menyebabkan tekanan psikologis besar sejak zaman pertengahan hingga hari ini. Tapi sangat efektif. Gagasan mengenai api neraka, sederhana saja, mengekalkan dirinya sendiri, karena dampak psikologisnya yang mendalam. Gagasan itu kemudian dihubungkan dengan meme ketuhanan karena keduanya saling memperkuat dan saling membantu kelangsungan hidup dalam lumbung meme.
Anggota lain dari kompleks meme religius disebut iman. Artinya kepercayaan tanpa membutuhkan pembuktian, bahkan di hadapan bukti itu sendiri. Kisah Thomas si Peragu diceritakan bukan agar kita mengagumi Thomas, melainkan agar kita dapat mengagumi kisah para rasul yang lain. Dalam kisah itu, Thomas memerluka pembuktian. Dan tidak ada yang lebih mematikan bagi beberapa jenis meme selain kecenderungan untuk mencari bukti. Para Rasul yang lain, yang imannya begitu kuat sehingga mereka tidak memerlukan pembuktian, diajukan kepada kita sebagai yang layak diikuti. Meme keimanan mengamankan kelangsungan hidupnya dengan trik bawah sadar yang sederhana, yaitu tidak menganjurkan penyelidikan rasional.
Iman yang membuta dapat membenarkan apa saja.7 Jika seorang manusia percaya pada tuhan yang berbeda, atau bahkan jika dia menggunakan cara yang berbeda untuk menyembah Tuhan yang sama, iman yang membuta dapat memutuskan bahwa dia harus mati – di atas kayu salib, di tiang gantungan, ditusuk pedang, ditembak di jalanan di Beirut, atau diledakkan di sebuah bar di Belfast.
(hlm.296)
Meme untuk selibat disebarkan oleh pemuka agama yang selibat ke anak-anak muda yang belum memutuskan apa yang akan mereka lakukan dengan hidup mereka.
Bila kita mati ada dua hal yang dapat kita tinggalkan: gen dan meme.
(hlm.297)
Elizabeth II adalah keturunan langsung William Sang Penakluk, tapi sangat mungkin Elizabeth II tidak membawa satu pun gen raja tua itu. Kita sebaiknya tidak mencari keabadian dalam reproduksi.
Namun jika Anda bersumbangsih kepada budaya dunia, jika Anda punya gagasan bagus, menulis lagu, menciptakan alat, menulis puisi, maka karya itu bisa terus hidup, utuh, lama setelah gen Anda terburai di dalam lumbung gen bersama.
(hlm.298)
Pokok pemikiran yang saya ajukan sekarang adalah, bahkan jika kita melihat sisi gelapnya dan menganggap bahwa individu manusia pada dasarnya egois, kapasitas sadar kita untuk memandang ke depan – simulasi masa depan dalam imajinasi – dapat menyelamatkan kita dari ekses egois yang terburuk dari replikator nan buta.
(hlm.299)
CATATAN AKHIR
2. Tujuan saya adalah menempatkan gen sebagai gen saja, bukan menyusun teori akbar tentang kebudayaan manusia
(hlm.300)
4. Paduan suara gereja dilatih untuk mengucapkan bunyi “s” seringan mungkin, jika tidak seluruh gereja bergema dengan desisan
(hlm.302)
5. Ciri kurva eksponensial bahwa dia menjadi garis lurus bila ditempatkan di skala logaritma. Membuat plot grafik logaritma secara kumulatif seperti itu tidaklah perlu, tapi mudah dan lazim. Jika penyebaran meme Hamilton benar-benar seperti wabah yang sedang merebak, titik-titik di grafik logaritma kumulatifnya harus membentuk satu garis lurus. Apakah betul demikian adanya?
(hlm.303)
Judul sepasang makalah Hamilton pada 1964 yang benar adalah “The genetical evolution of social behaviour”. Pada pertengahan hingga akhir 1970-an, banyak karya, di antaranya Sociobiology dan The Selfish Gene, keliru menyebut judulnya sebagai “The genetical theory of social behaviour”. Jon Seger dan Paul Harvey mencari awal mula terjadinya meme mutan itu. Mereka menganggapnya penanda mencolok, hampir mirip label radoaktif, untuk melacak pengaruh sains. Penelusuran mereka tiba pada buku E.O. Wilson yang berpengaruh, Sociobology, yang terbit pada 1975, dan bahkan menemukan beberapa bukti tidka langsung atas silsilah kekeliruan itu.
(hlm.305)
7. Iman adalah kondisi pikiran yang menyebabkan seseorang percaya sesuatu – apa pun itu – secara total tanpa memerlukan bukti pendukung. Jika ada bukti pendukung yang bagus, maka iman akan mubazir, karena toh bukti itu akan memaksa kita untuk percaya. Inilah yang membuat klaim yang sering diulang-ulangm, bahwa “evolusi itu sendiri adalah soal iman”, begitu konyol. Orang-orang percaya evolusi bukan karena mereka secara suka-suka inginpercaya, tapi karena melimpahnya bukti evolusi yang tersedia untuk umum.
Iman tidak dapat memindahkan gunung (meskipun bergenerasi-generasi anak-anak diberitahu yang sebaliknya dan mempercayainya). Iman mampu menggerakkan orang untuk melakukan berbagai perbuatan yang bisa berbahaya sehingga bagi saya iman tampak memenuhi syarat sebagai semacam masalah mental. Iman menyebabkan orang percaya kepada apa pun dengan begitu kuat sehingga dalam kasus-kasus ekstrem mereka siap membunuh dan mati demi iman tanpa perlu pembenaran lebih lanjut. Keyakinan agama layak diberikan bab tersendiri dalam sejarah teknologi perang, bersanding dengan busur, kuda, tank, dan bom hidrogen.
BAB 12
ORANG BAIK SAMPAI DULUAN
(hlm.309)
Yang terpenting, untuk memenuhi syarat permainan Dilema Tahanan sejati, adalah urutan peringkat. Godaan untuk berkhianat harus lebih besar daripada imbalan untuk kerjasama yang saling menguntungkan, yang harus lebih bagus daripada Hukuman untuk pembelotan, yang harus lebih bagus pula daripada denda untuk Pecundang. (Persisnya, ada satu syarat lagi yang harus terpenuhi dalam permainan Dilema Tahanan sejati: rata-rata Godaan dan denda bagi Pecundang tidak boleh melebihi Imbalan. Alasannya akan ditampilkan nanti). Keempat hasil di atas dapat diringkas dalam matriks hasil di Gambar A.
(hlm.310)
Kesimpulannya, terlepas dari kartu apa yang akan Anda mainkan, langkah terbaik saya adalah Selalu Berkhianat.
(hlm.312)
Namun, ada versi lain permainan tersebut, yaitu “Iterasi” atau Pengulangan Dilema Tahanan. Permainan pengulangan ini lebih rumit dan dalam kerumitan itulah terletak harapan.
Dalam permainan panjang yang tanpa batas, yang terpenting adalah bahwa kita berdua bisa menang dengan mengorbankan bankir, bukan dengan mengorbankan satu sama lain.
(hlm.313)
Burung-burung di Bab 10 yang saling menghilangkan kutu dari bulu memainkan Iterasi Dilema Tahanan. Bagaimana bisa demikian? Penting untuk Anda ingat bahwa burung-burung itu sanggup membersihkan kutu di badan sendiri, kecuali yang ada di puncak kepalanya sehingga membutuhkan kawan untuk melakukan itu untuknya. Balas budi tampaknya sesuatu yang semata-mata adil. Namun jasa itu memakan waktu dan energi burung, walaupun tidak banyak. Jika ada burung curang yang meminta kawannya menghilangkan kutu di kepalanya tapi kemudian menolak untuk membalas budi – dia mendapatkan semua manfaat tanpa membayar apa pun. Buatlah peringkat hasilnya, dan Anda akan menemukan bahwa kita betul-betul berhadapan dengan permainan Dilema Tahanan Sejati. Apabila burung-
(hlm.314)
burung itu saling bekerja sama (saling membantu menghilangkan kutu) hasilnya akan cukup bagus, tapi masih ada godaan untuk memperoleh lebih dengan menolak membayar biaya timbal-balik.
(hlm.316)
Ingatlah bahwa para “pemain” dalam turnamen Axelrod bukanlah manusia, melainkan program komputer, strategi-strategi yang diprogramkan sebelumnya. Para manusia penciptanya berperan sebagai ge-gen yang memprogram tubuh (bayangkan catur komputer dalam Bab 4 dan komputer Andromeda). Anda dapat membayangkan strategi-strategi itu sebagai miniatur “proksi” untuk penyusunnya. Satu pemrogram bahkan dapat mengajukan lebih dari satu strategi (meskipun itu berarti curang – dan Axelrod tentunya tidak mengizinkannya – karena seorang pemrogram bisa memenuhi kompetisi itu dengan strategi, di mana salah satunya menerima keuntungan pengorbanan diri dari yang lain berupa kerjasama).
Beberapa strategi cerdik terkumpul, walaupun tentu tidak secerdik penyusunnya. Yang luar biasa, strategi pemenang adalah strategi yang paling sederhana dan sepintas paling tidak cerdik di antara semuanya. Strategi itu disebut Balas Setimpal (Tit for Tat), disusun oleh Profesor Anatol Rapoport, seorang ahli psikologi dan ahli teori permainan
(hlm.317)
terkemuka dari Toronto. Balas Setimpal bermula dengan kerja sama di langkah pertama, kemudian selanjutnya sekadar meniru langkah pemain lain pada putaran sebelumnya.
(hlm.319)
Kini kita telah mengidentifikasi dua ciri strategi pemenang: baik dan pemaaf. Kesimpulan yang hampir terdengar utopis itu – bahwa kebaikan dan sikap memaafkan justru menguntungkan – mengejutkan bagi banyak ahli, yang berusaha lihai dengan mengirimkan strategi-
(hlm.320)
strategi yang tak baik yang halus; sementara yang mengirimkan strategi-strategi baik tidak ada yang berani mengajukan strategi yang sedemikian pemaaf seperti Balas Sesudah Dua Kali.
Tapi, sekali lagi sikap tak baik tidak berhasil. Sekali lagi, pemenangnya adalah Balas Setimpal oleh Anatol Rapoport, yang meraih 96 persen dari skor patokan standar. Dan sekali lagi, strategi baik secara umum lebih sukses daripada strategi tak baik.
(hlm.322)
Karena, dalam dunia Darwinisme, kemenangan bukan dibayar dengan uang, melainkan keturunan. Bagi seorang Darwinan, strategi yang sukses adalah strategi yang menjadi banyak dalam populasi strategi. Agar tetap sukses, strategi itu harus berhasil khususnya saat dia menjadi banyak, yaitu berada dalam iklim yang didominasi oleh salinan dirinya sendiri.
(hlm.326)
Tapi “kebetulan” hanyala kata yang menyatakan ketidaktahuan. Yang dimaksud adalah “ditentukan oleh suatu cara yang belum diketahui, atau belum dirinci”. Kita dapat melakukan lebih baik daripada sekadar “kebetulan”.
(hlm.327)
Kelompok-kelompok lokal yang terdiri atas individu-individu yang Selalu berkhianat, bukannya sejahtera bersama, justru saling merugikan. Bukannya saling bantu dengan merugikan bankir, mereka saling jegal. Maka, Saling Berkhianat, tak seperti Balas Setimpal, tidak mendapatkan bantuan dari kekerabatan atau viskositas dalam populasi.
Seperti yang dapat dilihat, Balas Setimpal adalah strategi yang “baik”, yang berarti tidak pernah menjadi yang pertama berkhianat, dan
(hlm.328)
“pemaaf”, artinya ingatannya pendek untuk kejahatan masa lalu. Sekarang saya perkenalkan satu lagi istilah teknis Axelrod yang menarik. Balas Setimpal juga “tidak iri”. Iri, dalam terminologi Axelrod, berarti berusaha untuk mendapatkan lebih banyak uang dibanding pemain lain, bukan untuk mendapatkan uang bankir yang jumlahnya sangat besar. Sayang sekali, ketika para ahli psikologi mengadakan Iterasi Dilema Tahanan antarmanusia sungguhan, hampir semua pemain tergelincir dalam sikap iri sehingga relatif gagal menyangkut soal uang. Tampaknya banyak orang, mungkin tanpa berpikir lagi, lebih suka menjatuhkan pemain lain ketimbang bekerja sama dengan pemain lain untuk membangkrutkan si bankir. Karya Axelrod telah menunjukkan betapa kelirunya hal itu.
Namun, Dilema Tahanan adalah nonzero sum. Ada seorang bankir yang membayar uang dan kedua pemain dimungkinkan untuk bercengkrama serta tertawa sepanjang jalan menuju bank.
(hlm329)
Pernikahan yang baik jelas merupakan permainan nonzero sum, penuh dengan gotong-royong. Namun bahkan saat pernikahan hancur, ada bermacam alasan mengapa sepasang suami-istri dapat diuntungkan dengan terus bekerja sama dan memperlakukan perceraian mereka sebagai nonzero sum pula. Apabila kepentingan anak bukanlah alasan yang cukup, maka biaya dua pengacara akan menguras keuangan keluarga. Jadi. Jelaslah, pasangan yang baik-baik dan berakal sehat mestinya bersama-sama menggunakan satu pengacara, bukan?
Pasangan malang di atas telah terseret ke dalam permainan zero sum. Namun, bagi pengacara, kasus Smith vs Smith ini merupakan sapi perah nonzero sum.
(hlm.332)
Karena sepenggal berita dari luar, apa yang tadinya permainan zero sum mendadak berubah menjadi nonzero sum. Sehubungan dengan diskusi kita sebelumnya, seolah-olah seorang bankir luar muncul secara ajaib, memberi peluang bagi Bristol dan Conventry untukmengambil keuntungan dari hasil imbang.
Namun, kehidupan nyata, baik kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan, tidak dirancang untuk kenikmatan penonton. Banyak situasi dalam kehidupan nyata sesungguhnya sama dengan permainan nonzero sum. Alam semesta kerap memainkan peranan sebagai bankir dan individu-individu dapat mengambil keuntungan dari kesuksesan pihak lain. Mereka tidak perlu menjatuhkan musuh untuk saling dapat menguntungkan diri. Tanpa berpaling dari prinsip-prinsip dasar teori gen egois, kita dapat melihat bagaimana, dalam pemaknaan Axelrod, orang-orang baik bisa menjadi pertama yang mencapai garis finish.
(hlm.333)
Semakin pendek perkiraan kelangsungan permainan, dia akan semakin cenderung bermain sesuai dengan ekspektasi matematis untuk permainan putaran tunggal: semakin keji dan tak kenal ampun.
(hlm.334)
Dalam perang parit (entrenched warfare) pada masa itu, bayangkan masa depan bagi setiap peleton amat panjang. Artinya, masing-masing kelompok tentara Inggris dalam parit dapat memperkirakan bahwa mereka menghadapi kelompok tentara Jerman yang sama selama berbulan-bulan. Selain itu, para parajurit biasa tidak pernah tahu kapan mereka akan dipindahkan. Perintah militer dikenal semena-mena, berubah-ubah, dan tak dapat dipahami oleh orang yang menerimanya. Bayangan masa depan cukup panjang dan cukup tak tentu sehingga mendorong perkembangan jenis kerja sama Balas Setimpal. Asalkan, tentu saja, situasinya sepadan dengan permainan Dilema Tahanan.
(hlm.335)
Dari sudut pandang para jenderal, kerjasama antar pihak berlawanan adalah sesuatu yang tidak diinginkan. Kerja sama itu tidak membantu mereka menang perang. Tapi, dari sudut pandang individu serdadu kedua belah pihak, kerja sama sangat diinginkan.
(hlm.336)
“Kami menyesal atas tembakan itu, semoga tidak ada yang terluka. Bukan salah kami, ini gara-gara artileri sialan dari Prusia.
Axelrod mengomentari bahwa permintaan maaf itu “bukan sekadar upaya yang semata-mata ditujukan untuk mencegah pembalasan. Permintaan maaf itu mencerminkan penyesalan moral karena melanggar situasi saling percaya dan menunjukkan keprihatinan jika ada seseorang yang terluka.”
Axelrod juga menekankan pentingnya prediktabilitas dan pemeliharaan pola-pola stabil untuk saling percaya.
(hlm.341)
APA YANG ANDA LAKUKAN
Apakah perhitungan ekonomi kelelawar vampir benar-benar sesuai dengan tabel di atas? Wilkinson mengamati laju pengurangan berat badan kelelawar yang kelaparan. Dari situ, dia menghitung waktu yang dibutuhkan kelelawar yang kenyang hingga mati kelaparan, waktu yang dibutuhkan kelelawar berperut kosong hingga mati kelaparan, dan semua di antaranya. Inimemungkinkan dia menghitung jumlah darah yang diperlukan untuk mendapatkan jumlah jam perpanjangan hidup. Tak terlalu mengejutkan, dia menemukan bahwa nilai tukarnya berbeda, tergantung seberapa lapar si kelelawar. Sejumlah darah menambahkan lebih banyak jam dalam hidup kelelawar yang sangat kelaparan.
(hlm.342)
dibandingkan kelelawar yang tak terlalu lapar. Dengan kata lain, meskipun tindakan menumbangkan darah akan meningkatkan peluang donor untuk menjadi sekarat, peningkatan ini lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan peluang penerimanya untuk bertahan hidup.
Cukup aman untuk menyimpulkan bahwa kelelawar vampir benar-benar cenderung memberi makan “teman-teman lama” dibanding individu asing dari gua yang berbeda.
(hlm.343)
Apa yang diberikan kumpulan pemikiran Darwinian kepada kita bukanlah harapan rinci tentang organisme tertentu. Yang diberikan adalah sesuatu yang lebih halus dan berharga: pemahaman prinsip. Namun, jika kita harus memiliki mitos, fakta-fakta yang sesungguhnya tentang vampir dapat menceritakan kisah moral yang berbeda. Bagi kelelawar vampir sendiri, bukan hanya darah lebih kental daripada air. Mereka melampaui ikatan kekerabatan, membentuk ikatan abadi mereka sendiri berdasarkan kesetiaan terhadap persaudaraan darah. Kelelawar vampir dapat membentuk garis depan mitos baru yang lebih nyaman; mitos kerjasama berbagi yang mutualistik. Vampir dapat melambangkan gagasan dermawan bahwa, bahkan dengan gen egois yang memegang kendali, orang baik bisa sampai duluan.
BAB 13
JANGKAUAN LUAS GEN
(hlm.346)
Fenotipe adalah kata teknis yang digunakan untuk menyebut perwujudan jasmaniah gen; efek gen kepada tubuh melalui pertumbuhan, yang berbeda dengan efek alelnya. Beberapa gen mempunyai efek fenotipik tertentu, katakanlah, warna mata hijau. Pada praktiknya, kebanyakan gen memiliki lebih daripada satu efek fenotipik, seperti warna mata hijau dan rambut keriting.
(hlm.352)
Kerasnya batu adalah perluasan efek fenotipik gen lalat haji. Jika bicara tentang gen sebagai sesuatu yang mempengaruhi kerutan pada kacang atau sistem saraf hewan adalah hal yang sah-sah saja (semua ahli genetika berpendapat demikian), maka sah-sah saja pula untuk bicara bahwa gen juga mempengaruhi kerasnya batu di rumah lalat haji. Pemikiran mengejutkan, bukan? Namun, alasannya tidak bisa dihindari.
(hlm.354)
Jika saya benar tentang apa yang dilakukan gen parasit tadi, kita akan dapat melegitimasi pernyataan bahwa gen parasit mempengaruhi tubuh siput, dalam arti yang sama dengan gen siput mempengaruhi tubuh siput. Ini seolah-olah gen menjangkau keluar dari tubuh-“nya” dan memanipulasi dunia. Sebagaimana dalam kasus lalat haji, istilah itu mungkin membuat para ahli genetika merasa tak nyaman. Mereka terbiasa dengan efek gen yang terbatas di tubuh yang ditempatinya. Namun, lagi-lagi sebagaimana kasus lalat haji, pengamatan cermat terhadap apa yang dimaksud ahli genetika dengan “efek” gen menunjukkan bahwa ketidaknyamanan itu tidaklah perlu. Kita hanya perlu menerima bahwa perubahan cangkang siput merupakan hasil adaptasi parasit. Jika benar demikian, perubahan itu mestinya terjadi melalui seleksi Darwinian atas gen cacing pipih. Kita telah mendemonstrasikan bahwa efek fenotipik gen bisa diperluas, bukan hanya ke benda mati seperti batu,tapi juga ke tubuh makhluk hidup “lainnya”.
(hlm.355)
Gigantisme larva kumbang adalah perluasan efek fenotipik gen-gen protozoa.
Dari sudut pandang gen egois, kita dapat membanyangkan kedua gen, baik gen siput maupun gen cacing, sebagai “parasit” di dalam tubuh siput. Keduanya mendapat manfaat dari cangkang yang sama-sama melindungi mereka, meski mereka berbeda dalam “preferensi” tebal cangkang.
(hlm.359)
Sepasang kekasih yang berciuman dan bersentuhan saling memindahkan banyak sekali sel secara dua arah.
(hlm.360)
Danau itu merupakan fenotipe, setara dengan gigi dan ekor berang-berang, yang telah berkembang di bawah pengaruh seleksi Darwinan.
(hlm.363)
“Kelinci lari lebih cepat daripada rubah karena kelinci lari untuk menyelamatkan hidupnya sementara rubah hanya lari untuk mendapatkan makan malamnya.” Saya dan kolega saya, John Krebs, menjuluki ini sebagai “prinsip hidup/makan malam.”
(hlm.366)
Seleksi alam menukung gen-gen yang memanipulasi dunia demi memastikan penyebarannya sendiri. Ini membawa kita pada apa yang saya sebut Teorema Sentral Fenotipe Luas (Central Theorem of the Extended Phenotype): Perilaku hewan cenderung memaksimalkan kelangsungan hidup gen “untuk” perilaku tersebut, baik gen itu ada di dalam tubuh hewan yang menjalankan perilaku tersebut atau tidak.
(hlm.367)
Akhirnya kita harus kembali ke masalah semula, yaitu ketegangan antara individu organisme dan gen sebagai kandidat yang saling bersaing menjadi peran sentral dalam seleksi alam. Dalam Bab-bab sebelumnya, saya membuat asumsi ketiadaan masalah lantaran reproduksi individu setara dengan kelangsungan hidup gen. Saya asumsikan Anda dapat berkata, “Organisme bekerja untuk menyebarkan semua gennya.” Keduanya tampaknya cara yang setara untuk mengatakan hal yang sama dan kalimat mana yang Anda pilih sepertinya hanya soal selera. Tapi entah bagaimana ketegangan tetap terjadi.
(hlm.370)
Pada dasarnya, semua yang kita harapkan dari teori ini adalah medan pertempuran replikator, yang berdesakan, saling berebut, berjuang untuk masa depan keabadian genetis. Senjata dalam pertempuran itu adalah efek fenotipik, efek kimia langsung di dalam sel, hingga akhirnya bulu dan taring, bahkan juga efek berjarak jauh. Mengapa gen berkumpul bersama-sama dalam kendaraan besar yang masing-masing hanya memiliki satu jalur keluar genetis? Mengapa gen memilih bergerombol dan membuat tubuh yang besar untuk mereka tempati sendiri? Dalam The Extended Phenotype saya berusaha mencari jawaban untuk persoalan yang sulit itu.
Mengapa gen berkumpul dalam sel? Mengapa sel berkumpul dalam tubuh bersel banyak? Dan mengapa tubuh memakai apa yang akan saya sebut sebagai siklus kehidupan “dengan leher botol” (“bottlenecked)
(hlm.372)
Tak peduli berapa banyaknya sel yang mungkin ada di dalam tubuh gajah, gajah memulai hidupnya sebagai sel tunggal; telur yang dibuahi.
(hlm.373)
Dan upaya semua sel tersebut bertemu dalam tujuan akhir, yaitu memproduksi sel-sel tunggal lagi – sperma atau telur. Gajah tak hanya berawal dari sel tunggal. Akhirnya pun, artinya tujuan atau hasil akhirnya, adalah produksi sel-sel tunggal; telur-telur generasi berikutnya yang dibuahi.
(hlm.374)
(Kebetulan menentukan bahwa ada pertanyaan lebih sulit daripada memikirkan jawabannya)
(hlm.375)
Mereka menjalani awal yang bersih di setiap generasi. Setiap organisme baru bermula sebagai sel tunggal dan tumbuh kembali. Organisme baru mewarisi gagasan-gagasan rancangan leluhur, dalam bentuk program DNA, tapi tidak mewarisi organ fisik leluhur itu. Dia tidak mewarisi jantung induknya dan membentuknya kembali menjadi jantung baru (yang mungkin lebih baik). Dia mulai dari awal, sebagai sel tunggal, dan menumbuhkan jantung baru; menggunakan program rancangan yang sama dengan jantung induknya dengan mungkin menambahkan beberapa perbaikan. Anda bisa lihat arah kesimpulan saya. Satu hal penting tentang siklus kehidupan “dengan leher botol” adalah bahwa cara itu memungkinkan “kembali ke meja gambar”.
(hlm.376)
Evolusi memerlukan perubahan genetis, yaitu mutasi.
(hlm.378)
Keduanya saling meningkatkan, bagaikan jalinan perasaan perempuan dan laki-laki selama mekarnya hubungan cinta.
(hlm.379)
Menurut saya pandangan itu berlaku bagi semua makhluk hidup di seluruh alam semesta. Unit fundamental, penggerak utama semua kehidupan, adalah replikator. Replikator adalah segala di alam semesta yang membuat salinan. Replikator mewujud, pada awalnya, secara kebetulan, lewat partikel-partikel lebih kecil yang berdesak-desakan secara acak. Begitu replikator ada, dia mampu menghasilkan salinan dirinya sendiri dalam jumlah yang sangat besar. Bagaimanapun juga tidak ada proses penyalinan yang sempurna, dan populasi replikator akhirnya mencakup varietas yang berbeda-beda. Beberapa varietas itu ternyata kehilangan kemampuan menyalin dirinya sendiri sehingga jenis mereka tidak lagi adaketika semuanya punah. Yang lainnya masih dapat bereplikasi, tapi secara kurang efektif. Varietas lain lagi kebetulan mendpati diri dengan trik baru: ternyata mereka bereubah menjadi replikator yang bahkan lebih baik ketimbang pendahulu dan yang sezaman dengan mereka. Keturunan replikator itulah yang akhirnya mendominasi populasi. Seiring berjalannya waktu, dunia menjadi penuh dengan replikator yang paling kuat dan cerdik.
(hlm.380)
Organisme individu muncul lebih dulu dalam kesadaran ahli biologi, sementara replikator – yang sekarang dikenal sebagai gen – dipandang sebagai bagian mesin yang digunakan oleh organisme individu. Dibutuhkan upaya mental yang kuat untuk mengalihkan biologi kembali ke jalur yang benar dan mengingatkan diri kita bahwa replikatorlah yang petama, dalam makna sebagaimana dalam sejarah.
Namun tubuh individu, yang begitu akrab bagi kita di planet kita, tidak mesti ada. Satu-satunya jenis entitas yang harus ada agar kehisupan bisa muncul, di mana saja di alam semesta, adalah sang replikator abadi.
(hlm.381)
EPILOG
EDISI ULANG TAHUN KE-40
Tak seperti politikus, ilmuwan bisa menikmati kalau dibuktikan keliru. Politikus yang berubah pikiran dituduh “plin plan”. Tony Blair menyombong bahwa dia “tidak punya gigi mundur.”
(hlm.385)
Kita semua, di manapun kita berada di dunia, bukan hanya salng bersepupu. Kita bersepupu dalam ratusan cara. Itu cara lain menyatakan bahwa kita semua anggota populasi latar dengan nilai r, koefisien kekerabatan, mendekati nol.
Alasan adanya segala persepupuan berlipat ganda itu adalah seks. Kita punya dua orang tua, empat kakek-nenek, delapan buyut, dan seterusnya, sampai berjumlah tak terhingga. Jika Anda terus melipatduakan sampai zaman Wlliam Sang Penakluk, maka jumlah leluhur Anda (juga leluhur saya, Ratu, dan tukang pos) kiranya mencapai minimal satu miliar, melebihi populasi dunia pada zaman itu. Perhitungan itu saja sudah membuktikan bahwa dari manapun Anda berasal, kita berbagi banyak leluhur bersama (kita semua, jika mundur cukup jauh) dan bersepupu dalam berbagai cara.
(hlm.394)
DAFTAR PUSTAKA
DAWKINS, R. (1983) Universal Darwinism. Dalam Evolution from Molecules to Men (ed. D.S. Bendall). Cambridge: Cambridge University Press, hlm 403-25.
“Gen adalah unit dalam arti replikator. Organisme adalah unit dalam arti kendaraan.
Sebaliknya, masing-masing gen dipandang mengejar agendanya sendiri-sendiri dengan gen-gen lain yang berada bersamanya dalam lumbung gen – sejumlah kandidat untuk percampuran seksual dalam suatu spesies.”